"Aku harus bertemu Cindi sebelum berangkat ke Jerman. Kasihan dia dan bayi itu. Paling tidak, aku harus membantu dia walaupun hanya sedikit," gumam Zaki saat mengendarai mobilnya. Setelah mendapat alamat dari Fano, Zaki langsung pergi ke sana. Besok pagi dia sudah harus terbang ke Jerman untuk waktu yang lama. Ya, Zaki memutuskan untuk melanjutkan pendidikan dokternya ke luar negeri setelah Nirmala menolak lamaran darinya. Jalan yang dilalui Zaki macet parah karena baru saja terjadi kecelakaan. Zaki terjebak dan tidak bisa keluar dari situasi itu. "Astaga berapa lama lagi ini?!" umpat Zaki sambil memukul kemudi mobil. Umpatan tidak mengubah apapun karena mobilnya benar-benar berada di tengah dan tak bisa bergerak sama sekali. Baru setelah dua jam setengah, mobilnya bisa keluar dari kemacetan itu. Zaki langsung memacu kencang mobilnya hingga sampai ke alamat yang diberi oleh Fano."Kata Fano tadi, Cindi jaga warung. Pasti warung yang itu! Di sekitar sini hanya itu saja warungnya.
"Dulu saat aku pulang lagi ke kampung, dia datang ke rumahku menangis sesenggukan. Aku yang bingung pun hanya bisa menenangkan dia dengan mendekapnya. Kamu tahu siapa dia, Arga?" tanya Nadira dengan mata berkaca-kaca."Dia? Dia siapa?" celetuk Arga spontan."Setelah tangisannya reda, dia mulai bercerita. Kedua tanganku mengepal karena emosi mendengar ceritanya. Bahkan dia hampir saja Bun*h diri karena putus asa. Aku yakin kamu tahu siapa dia."Arga benar-benar tak mengerti yang diceritakan oleh Nadira. Dia juga merasa sebelum pacaran dengan Nadira, dia tidak mengenalnya. Melihat ekspresi Arga yang kebingungan, membuat Nadira tersenyum kecut. "Kamu benar-benar tidak tahu, Ga?" Arga menggelengkan kepala. "Dara." Singkat, padat dan jelas jawaban dari Nadira."Dara? Tetapi kenapa bisa?" Sungguh tak masuk akal bagi Arga. Ya, Arga tak tahu kalau sebenarnya Nadira teman Dara saat SMP. Namun, saat naik ke kelas tiga, Nadira terpaksa pindah dari kampung itu untuk ikut ayahnya di tugaskan di
Dua tahun berlalu. Nirmala menikmati kesendiriannya dengan membangun beberapa bisnisnya yang baru. Dia ingin membuktikan jika perempuan bisa sukses juga.Berkat dukungan dari Ridwan dan juga Aisyah, Nirmala mampu melewati ujian demi ujian dalam hidupnya. Saat ini, Nirmala jauh sekali dari segi penampilan maupun finansial. "Ta, tolong bilang sama teman-teman yang lain kalau rencananya Inshaa Allah bulan depan kita akan piknik bareng-bareng. Jadi tolong dikondisikan cucian yang masuk tanggal 4-8, ya," ucap Nirmala pada salah satu karyawannya."Piknik, Bu? Kemana, Bu?" sahut yang lainnya girang.Mengurus kerjaan di laundry memang tidak ada habisnya. Nirmala sadar itu karena dia juga pernah mengalami hal itu. Maka dari itu, dia berencana membuat semua karyawannya berlibur guna melepas penat setelah bekerja. "Nanti saya ajak kalian liburan ke Bali. Nanti saya umumkan di grup whats*pp. Kalian juga butuh liburan. Iya, kan?" kelakar Nirmala. Semua orang yang ada di outlet laundry Nirmala y
"Pak, tolong ke alamat ini, ya!" Zaki menyodorkan kartu nama milik Raga. Dia penasaran sekali dan ingin tahu kondisi Raga saat ini. Jika memang bukan dengan Nirmala, lalu Raga menikah dengan siapa? Karena dulu dia pernah dihubungi oleh Fano kalau dapat undangan dari Raga tapi tidak menyebutkan nama mempelai wanitanya."Baik, Mas." Taksi itu langsung melesat memecat kemacetan ibukota. Perlu waktu agak lama untuk sampai di alamat itu karena jalanan terlalu padat. Setelah hampir satu jam setengah, akhirnya Zaki sampai juga di depan rumah Raga. Rumah yang dulu saat masih sekolah sering dia kunjungi hanya sekedar untuk bermain. "Menepi di pinggir jalan sana saja, ya, Pak," pinta Zaki sambil menunjuk ke arah kanan di seberang rumah Raga. Zaki kembali menunggu di dalam taksi sambil mengamati pergerakan dari rumah Raga. Dia benar-benar penasaran dengan kondisi Raga saat ini. "Memangnya rumah siapa lagi ini, Mas?" tanya sopir taksi yang kepo dengan urusan penumpangnya."Teman lama saya,
Tak banyak berpikir, Zaki langsung mengambil penerbangan tercepat. Zaki berharap dia sampai terlebih dahulu daripada Nirmala. Dia akan menunggu di pelabuhan yang biasa dipakai para wisatawan jalur darat. "Semoga saja aku lebih cepat daripada Nirmala," batin Zaki sembari mengemudi mobil.Tak penting bagi dia masalah baju. Nanti bisa dibeli saat di Bali, begitu pikirannya. Yang terpenting untuknya, dia bisa segera tiba di Bali dan bertemu dengan Nirmala. Sepertinya momen yang sangat tepat untuk kembali mengungkapkan niatan hatinya dulu di sana. "Semoga kali ini kamu mau membuka hatimu untukku, La. Aamiin!"Gelisah. Zaki sangat gelisah ketika berada di pesawat. Berulang kali dia membenarkan posisi duduknya sampai orang yang duduk di sebelahnya merasa risih. "Kenapa duduknya begitu, sih, Mas? Saya capek lihatnya," keluh ibu-ibu di sebelah Zaki.Namun Zaki tidak menghiraukan keluhan itu. Dia hanya melihat ibu itu sekilas, lalu memalingkan mukanya kembali ke arah yang berlawanan dengan i
Mereka berdua saling tatap untuk waktu yang agak lama. Hingga sampai sebuah panggilan dari karyawan Nirmala menyadarkan keduanya. "Bu, ayo kita pindah tempat!" ajak karyawan itu. Nirmala menoleh dan berkata, "Iya, tunggu sebentar, ya.""Mas Zaki liburan juga?" tanya Nirmala setelah karyawannya pergi. "I—ya. Gak nyangka ketemu kamu di sini, La," jawab Zaki berbohong.Penampilan Nirmala jauh berbeda dari yang dulu. Kulitnya sekarang terawat dan juga jauh lebih bersih dibandingkan saat menjadi istri Arga. Jelas saja, Nirmala rutin perawatan wajah dan juga tubuh. Dia sadar jika perempuan itu juga harus menjaga penampilan."Boleh aku ikut bersama rombonganmu, La? Aku liburan sendiri soalnya," kata Zaki lagi."Boleh, Mas. Ayo ikut aku, Mas!" jawab Nirmala bersemangat. "Memangnya Mas Zaki liburan sendirian?" sambung Nirmala yang berjalan beriringan menuju bus dengan Zaki."Iya. Lama banget aku gak liburan, La. Belum lama ini aku baru balik ke Indonesia," jawab Zaki dengan mata terus men
"Apa ini, Mas?" Nirmala sontak berdiri dan mundur ketika Zaki berlutut dihadapannya. "Maukah kamu menikah denganku, La?" kata Zaki. Kini adalah lamaran keduanya pada Nirmala. Nirmala masih tak percaya dengan lamaran Zaki. Walaupun hatinya sebenarnya senang, tapi Nirmala juga tidak gegabah dengan langsung menjawabnya. Dia paham sekali kalau antara Zaki dan dia sangatlah beda kasta. Nirmala hanya seorang tukang 'cuci', sedangkan Zaki dokter yang sangat hebat dan punya rumah sakit yang besar. Apalagi sebelumnya, Mama Zaki sempat bersitegang dengan Nirmala. "Segala cara sudah aku coba untuk melupakanmu, La. Tapi, cinta ini selalu ada di hatiku. Saat tahu ternyata kamu belum menikah lagi, aku memberanikan diri untuk melamarmu lagi. Aku tak menuntutmu untuk menjawab sekarang juga jika kamu memang belum punya jawaban," kata Zaki panjang lebar. Nirmala benar-benar tak bisa berkata-kata. Ingin sekali menjawab iya, tapi lidahnya kelu. Tanpa disadari, Nirmala mengambil cincin yang disodorka
"Ini uang untuk satu bulan!" ucap Mas Arga sambil melempar uang kertas berwarna merah sebanyak lima lembar ke kasur di dalam kamar.Hari ini memang Mas Arga gajian. Dan selalu sama jumlah uang yang dia berikan padaku. Aku memang tidak pernah tahu berapa gaji suamiku di pabrik konveksi di kotaku. Tapi, selama ini Mas Arga selalu mengeluhkan gajinya yang tak seberapa habis hanya untuk keperluan rumah.Di rumah peninggalan orang tuaku ini, aku dan suamiku tinggal bersama dengan adik Mas Arga, Cindi. Cindi memang kebetulan ikut Mas Arga karena kedua orang tua Mas Arga sudah meninggal. Kami berdua memang sama-sama anak yatim piatu. Sebenarnya aku tak mempermasalahkan hal itu. Hanya saja kehidupan Cindi selalu serba mewah. Makan pun harus ada ayam atau daging. Dengan uang lima ratus ribu satu bulan, aku harus memutar otak mencari tambahannya.Aku memungut uang yang bercecar di kasur. Lalu kusimpan dalam dompet. Saat aku keluar dan melewati kamar Cindi, aku mendengar pembicaraan Mas Arga da