Share

2. After Rain

Saya yakin kalian semua sudah tidak asing dengan yang satu ini. Kalau bapak bertanya apa itu stoikiometri. Materi ini hanya sebagai perkenalan diantara kita. Sekarang saya akan menulis suatu reaksi.”(Dosen berkacamata tebal dengan rambutnya yang botak bagian depan itu secara perlahan menulis sambil mengeja tulisannya pada white board). Tujuh koma lima mili NaOH plus tujuh koma lima mili HCL ….

"Hah..."Achi menutup buku kimia setebal kamus, mencabut earphone dari telinga, dan mem-pause hasil rekaman suara dosen. Dia mengangkat kedua tangan ke atas diiringi tarikan badan mengikuti arahan kedua tangan, membuat tulang-tulang dan urat-urat yang kaku jadi lebih rileks. Hari pertama kuliah sangat berat rupanya.

Achi menguap lebar-lebar disusul suara perut yang keroncongan. Ah iya dia lupa sarapan akibat telat bangun. Dipaksakan berpikir sekalipun, tidak akan bisa fokus lantas menutup buku tebal milik perpustakaan dan meletakkan ke dalam rak. Achi memutuskan pulang ke kos dari pada makan di kantin kampus katanya si biar lebih hemat.

Begitu Achi keluar dari ruangan, terlihat taman yang sangat luas dipenuhi rumput hijau, Achi melewati beberapa mahasiswa yang hanya sekadar duduk bercengkrama. Mereka duduk berkelompok, ada yang sibuk dengan leptop beberapa kali ikut berbincang dengan teman semejanya,  ada juga yang sekedar ngobrol ketawa-ketiwi sambil menikmati cemilan. Topiknya tidak jauh-jauh dari ghibahin dosen atau ghibahin kating ganteng.

Pulang ke kos dengan berjalan kaki pada aspal yang basah akibat hujan semalam. Aroma tanah yang sangat menyengat dan aroma daun pohon juga tak mau kalah. Achi sungguh menyukai suasana setelah hujan. Pandangannya tertarik pada sebuah taman bermain yang kosong. Berhenti sebentar menikmati kekosongan mungkin  ada baiknya, angin sepoi-sepoi datang berbisik menggertakkan rasa kemudian diam-diam melumpuhkan pikiran, Ah Achi tergoda untuk duduk sebentar di sebuah ayunan kayu.

Achi menghela napas, kedua tanggan bersatu menghangatkan. Matanya menatap ke tanah yang basah tapi juga tidak terlalu becek, sungguh ini kedamaian yang Achi harapkan. Hari-harinya berat dan sungguh melelahkan, orang-orang disekitar tertawa dan tersenyum dengan seribu masalah, mereka punya seseorang untuk berbagi cerita. Tapi tidak dengan dia yang memilih diam sebagai teman, faktor terlalu fokus ke pendidikan sampai tidak tahu bagaimana membuat pertemanan atau membuat percakapan seru. Sekali lagi Achi menghela napas. Sebenarnya mengeluh terlalu sering adalah suatu hal yang buruk, karena ilmu tidak akan di dapat. Tapi, Achi terlalu nyaman untuk menghilangkan sisi itu. Rasanya satu masalah yang mencekik tenggerokkan berkurang.

Perutnya berbunyi lagi, tapi yang ini lebih keras dibandingkan yang tadi. Tangannya secara spontan memegang, sedangkan tangan kanannya memijat kepala yang sakit. "Hah..," sekali lagi membuang napas, sudut bibir mungilnya tertarik, pantes aja sakit kepala. Karena semalam  tidak bisa tidur di suasana kamar baru. Reflek kepalanya menengadah ke langit yang terlihat mendung  Aku terbiasa terburu-buru  melakukan suatu hal setiap harinya, aku selalu melewati waktu-waktu istirahat. Achi berbicara kepada batinnya, ah sayangnya perut tak mau mengerti, para cacing sudah tak sabar lagi. Dia pun lagi-lagi mentertawakan dirinya yang menyukai sepi.

....

Ojek yang dinaiki berhenti di depan pagar kosannya. Pekarangan kos-kosannya cukup luas dan asri. Ada dua berugak tempat anak-anak kos nongkrong sambil bermain kartu domino ataupun sekedar duduk bermain game online. Kosannya tersedia wifi gratis tapi bayarnya ditangung anak-anak kos. 

"Achi!. Sini ikutan main."

Seorang laki-laki berbadan besar dan kulitnya sawo matang menyapa dari sana. Beberapa teman laki-laki  yang lain ikut melihat. Achi menoleh tau bahwa yang memanggilnya adalah Mas Bejo yang logat maduranya kental. Dia adalah orang yang langsung menyapa Achi dihari pertama menerima kunci kamar kosnya tanpa kenal malu.

"Nggih Mas Bejo, lanjut. Saya mau bersih-bersih dulu," jawabnya. Sebenarnya Achi  belum tahu nama lengkap Mas Bejo. Tapi orang-orang kos biasa memanggilnya dengan sebutan Mas Bejo. Akhirnya Achi juga ikutan.

"Ouh!sibuk terooss. Orang penting Achi ini, makanya dia nggak mau kumpul bareng kita," ujar Mas Bejo sambil manyun.

Ah, padahal teman duduknya yang lain tidak protes kok. Itu si karena Achi dan mereka tidak saling kenal meski tau mereka semua yang duduk disitu adalah penghuni kamar kos ini, tapi Achi tidak tahu namanya. 

"Bukan gitu..," ucapanya Achi sengaja menggantungkan kalimat. Dengan cepat Mas Bejo menyambar "Halah! Alesan kamu."

"Udahlah mas Bejo, jangan paksa dia. Anak kuliah memang gitu. Selalu sibuk," sahut seorang laki-laki yang rambutnya keriting.

"Heh! Sok tau kamu, memangnya kamu kuliah?!" Mas bejo mengangkat kedua alisnya serta dagu dengan nada sedikit mengejek.

Achi geleng kepala mendengarnya. "Saya masuk dulu."

"Siap," jawab orang yang satu.

"Lanjut." Di susul satu suara lagi.

"Nggih."

"Lannjoot!"

"Yowes," kata mas Bejo.

Mencuci tangan dan kaki mengganti pakaian dengan pakaian rumah lalu mengambil bahan makanan dari dalam kulkas kecil. Achi mengambil sayuran hijau seperti kol, wortel dan kentang tiga jenis itu ia tumis kering dan untuk lauknya dia masak telur ceplok. Dan begitu masakannya selesai dimasak dia langsung melahapnya. sampai piring itu kosong dia bersender didinding untuk rehat sejenak sambil memijat kepalanya yang sakit dan tak kunjung sembuh.

dimana obat itu? tanyanya didalam hati.

Achi mengorek-ngorek isi tas nya, seingatnya sudah menaruh obat sakit kepala didalam tas kuliahnya khusus di simpan pada botol kecil. Keringat dinginpun mulai  menetes dari pelipisnya, mulai kewalahan mencari-cari dan membongkar kotak obat.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status