Share

7. Applause

Pukul lima pagi Achi sudah bangun, padahal baru tiga jam yang lalu bisa tidur. Pertama, Achi selalu memulai paginya dengan membersihkan kamar kos lalu mandi dan sarapan. Pada jam tujuh Achi sudah harus masuk kelas, jadi jam enam ia sudah beres dan pergi ke jalan raya menunggu taksi. 

butuh waktu lima belas menit menuju kampusnya, Achi sampai tanpa harus menunggu kemacetan. Kali ini jam kelasnya di ruang sembilan lantai dua. Achi menaiki tangga dengan bersemangat karena suasana dan mood nya pagi ini cukup bagus. Seseorang dengan suara agak berat memanggilnya dari belakang.

"Achi!"

Achi pun berhenti melangkah dan menoleh ke belakang, seorang laki-laki memakai jaket seperti Dilan dan senyumanya dengan percaya diri berjalan mendekat. Achi bingung siapa gerangan. 

"Kamu benar Achi, kan?"

"Iya,,"

"Aku Malvyn, kita satu angkatan satu organisasi. Jam sembilan nanti ada rapat di ruang 2 ya pesan dari kadep an sekdep jangan lupa hadir."

"Oouh, tumben nggak lewat chat." tanya Achi sengaja untuk mencoba akrab sesama rekan.

“Pulsa ku habis, hadir ya kita mau bahas proker pertama." kata Malvyn dengan nada bersalah di awal tapi langsung merubahnya dengan ceria.

Achi tersenyum dulu lalu mengiyakan.

Tepat pukul 07.00  Dosen yang diduga killer itu pun masuk dengan langkah terburu-buru lantas menyapa mahasiswanya dengan senyuman yang sulit diartikan menurut Achi.

“Selamat pagi! Saya harap semua tidak ada yang mengantuk.” Katanya mengangkat satu alisnya kemudian membagi selebaran satu orang dapat satu. Begitu selebaran itu sampai pada tangannya, langsung ditatap dengan sumringah, beruntungnya Achi semalam begadang belajar membuahkan hasil.

Ah!tidak, tidak boleh senang dulu, ini bukan hasil tapi permulaan. Sebuah suara datang mengejutkan indra pendengarnya lantas Achi tersentak, begitu dosen itu menghampiri mejanya, beliau langsung memberi pertanyaan.

“28,6 kali 6,89? ” tanya beliau tanpa bertanya nama Achi atau sekedar basa-basi. Achi langsung gugup, jantungnya berdetak sangat kencang sehingga ia pun menunduk ke mejanya. Ia berusaha mencari tahu jawabannya tanpa cakaran.

“2,86 punya 3 AP..”

“6,89 itu 3 AP kan, jadi kemungkinan 0,67 ?” Achi berdiskusi dalam hati

“ Ayo berapa hasilnya!” sontak beliau

“Mohon maaf  bapak kalau salah,”

“Ya, gapapa.”

“Nol koma enam tujuh?” kata  Achi  bernada sangat ingin tahu benar salahnya. Dan Bapak Dosen langsung berjalan cepat ke mejanya, mengambil sebuah pena juga kertas. Achi dan teman-teman kelas keheranan, lantas Dosen itu bertanya, “siapa namamu?”

“Achi Inara Leshil.” Jawab Achi sementara bapak dosen menuliskan sesuatu di lembarannya, sesudah itu beliau menutup lembarannya dan mengahdapkan pandangannya ke seluruh isi dalam kelas.

“Saya berikan applause kepada mba Achi, atas jawabannya sangat benar bahkan tanpa menghitung berlama-lama. Anda semua haruslah mempunyai skill seperti Achi. Jika tidak punya, latih, sampai Anda punya.”

“Terima kasih, Achi. Saya suka cara kamu sigap tanggap menjawab. Saya pikir di tahun ini tidak ada yang bisa menjawab, karena empat tahun belakangan saya tidak menemukan mahasiswa yang seperti itu. Sekali lagi berikan applause.”

Semua memberikan tepuk tangan untuk Achi yang membalas terima kasihnya dengan melemparkan senyum, ditambah pujian dari dosen itu berkali-kali, membuat Achi benar-benar melayang ke langit ke tujuh. Sampai ia berpikir pertemuan berikutnya harus bisa membuat applause lagi supaya bisa dikenang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status