Share

15. Teman

Achi baru pulang pukul sepuluh malam dari toko, ia menghela napas begitu knop pintu dibuka menampakkan kertas di dinding yang beirisi list kegiatan hari ini. Badannya pegal ternyata menjadi karyawan di toko kue bukan saja mencatat pesanan tapi membuat kue dan membuat minuman. Sebenarnya kalau sudah biasa dilakukan pasti tidak terlalu capek tapi tadi ia membuat kesalahan berulang-ulang kali. Sampai Reno sepertinya sedikit kesal padanya.

Huft..aku harus minta maaf padanya, tapi istirahat bentar deh sepuluh menit, katanya saat badannya terbaring diatas tempat tidur.

Hal yang paling sulit dilakukan itu konsisten, bagaimana caranya agar list kegiatanmu tetap berjalan meski badan dan pikiran sudah capek. Dulu ia anak manja yang mau punya ini itu minta duit mama, mau makan gorengan, bakso, semuanya serba mama. Achi bisa dapat gelar master pemalas tapi ada fase semua itu harus lenyap saat Mba Ana dan Bang Fahri merendahkan dirinya dan mamanya. Dari cara mereka memandang Achi, ngobrol, dan apapun hal yang dilakukan membuat Achi pengen marah. Tapi mama yang entah sabarnya terbuat dari apa, selalu menahannya dan berkata sabar... tidak apa-apa.

Saat dirinya pun bahkan dianggap rendah, dijulidin, sama anak-anak Mbak Ana dan Bang Fahri hari itu ia memutuskan balas dendam, menjadikan dirinya hebat dari apa yang mereka nilai selama ini. Satu dua kali menerima penolakan, lalu diterima di sebuah universitas itu seperti suatu keajaiban lalu dia belajar bersyukur, menempatkan waktunya dengan kegiatan penting, sampai rasanya malam ini hampir tumbang.

Setelah sepuluh menitan, ia mengambil cemilan di kulkas dan menaruhnya pada meja pendek kecil tempat biasanya menaruh leptop, mengambil segelas kopi hangat kemudian belajar persiapan kuliah besok. Dua puluh menitan Achi merasa ngantuk melihat angka-angka lantas ia mengambil handphonenya dan mencari permainan, sebuah panggilan grup masuk dari rekan kerjana Oliv membuat dirinya tergelak lantas mengangkatnya.

“Ahh syukurlah kamu masih bangun, Chi.”

“Hahaha, aku ragu mau angkat atau matikan saja karena lagi belajar, Liv.” Achi membalikkan kameranya menghadap pada leptop dan beberapa kertas cakar.

“Kamu rajin sekali, oh sebentar aku tambahin Raka dan Reno semoga masih on.”

“Eem oke,,”

Beberapa menit kemudian suara jernih Raka terdengar disusul suara bariton Reno. Tapi Raka yang sangat senang menyalakan kameranya demi menunjukkan pesonanya itu meminta kepada Oliv, Reno dan Achi juga menyalakan kamera. Bagian yang membuat Achi bingung adalah mereka menolak permintaan Raka sambil tertawa kesal tapi dengan mudahnya menyalakan kamera. Mampus, Achi pasti tidak bisa fokus belajar. Karena tidak mau memperpanjang kalimat tidak mau lantas Achi adalah anggota terakhir menyalakan kamera handphonenya dari samping.

“Gais, aku nggak bisa tidur… hiks temani aku ya. Kalian nggak merasa terbebani kan?” tanya Oliv dengan suara dimanja-manjain. Jujur Achi jijik tapi ya sudahlah, kamu tidak boleh egois, tidak ada peraturan teman harus seperti yang kamu mau.

“Hai Ci, lagi ngapain?” tanya Raka mengabaikan Oliv, sementara Reno hilang dari kamera. Oliv tidak keberatan karena tau Raka pasti jijik mendengarnya barusan.

“Hai Raka, aku lagi belajar dan kerjakan beberapa deadline tugas,”jawab Achi menoleh sebentar lalu berusaha fokus.

“Raka, jangan ganggu Achi belajar dia nggak bisa fokus nanti.”

“Sewot, Achi nggak merasa terganggu kan?” tanyanya sedikit kesal

“Emm,, sebenarnya sedikit.”

Oliv langsung tertawa dan mengejek Raka yang memasang muka cemberut , Reno juga tertawa pelan.

“Janganlah terlalu jujur,” balas Raka meraih cangkir berisi kopi dan diminumnya.

“Nggak papa jujur aja biarpun menyakitkan.” Reno memperjelas bahasa Raka mengundang decak tawa Achi. Ternyata mereka sekumpulan orang-orang yang renyah dalam berbicara dan tidak ada maksud buruk lainnya. Tidak seperti keluarganya Mba Ana dan Fahri

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status