Share

8. Applause 2

Dosen yang diberikan gelar killer itu justru memberikan applause pada Achi, dan sungguh satu ruangan dibuat terpukau bahkan Achi juga tidak menyangka. Tapi, applause itu harus dipertahankan agar dipandang sebagai mahasiswa aktif, disayangi dosen, pintar, bukan sekedar mahasiswa cari nama atau famous sesaat, mencari sensasi. Pada intinya Achi pengen ilmu itu melekat bukan sekedar singgah.

Setelah Dosen keluar, mereka pun satu-persatu meninggalkan ruang kelas. “Achi?! duh gawat banget tadi,” kata Tania mengejutkannya.”Gue nggak habis pikir sih, kalau lo nggak bisa jawab duh bisa mati kita semua.”

“Gila sih! Lo the best banget dah,” sahut Sola datang dari bangku pojok baris dua dari depan.

“Gue nggak belajar sama sekali, gue kira tuh Dosen, nggak datang lagi kayak minggu-minggu kemaren.”

Tania mendudukkan pantatnya ke kursi di sebelah Achi, tak lama kemudian Vino berjalan mendekati mereka dengan menenteng tas belakangnya, “Ternyata pertanyaan dan jawabannya itu ada di lembaran. “

“Hah! Masa?!” Achi langsung kaget begitu juga dengan tatapan Tania, dan Sola.

“Dipertemuan besok, lo semua harus pahami materi ini. Kalau nggak, bisa-bisa nggak lulus lo pada.”

“Eh?serius?” Tania membulatkan mata dengan polos bertanya.

“Iyalah! Bodoh!” Timpal Sola mengkerutkan alis mengekspresikan kekesalannya.

“Oke, karena Jerry udah kasih tau kuncinya jadi besok sudah harus paham. Btw kalian mau kemana habis ini?” tanya Achi yang melirik satu persatu temannya. Jerry melirik Achi dan  yang lainnya, berdeham sedikit sambil berjalan ke depan pintu. “Yok! Ke Cafetaria semuanya, gue traktir sebagai hadiah di hari ultah gue.”

“EH! JERRY ULTAH!!” Achi, Tania, dan Sola serempak.

“SSSHT, gak usah ribut-ribut. Gue tunggu di cafetaria, nanti ada Zafran sama Noel juga. Dah gue duluan.”

Mereka bertiga pun keluar dari ruangan setelah bayangan Jerry tak lagi kelihatan. Achi melirik jam di layar handphonenya, dia baru ingat kalau ada janji rapat di ruang dua, mereka hampir setengah jalan lagi menuju cafetaria.

“Guys, aku baru ingat ada rapat.” Achi memegang tangan Tania dan tangan Seleda bersamaan karena posisi Achi berada di tengah.

“Yah..kenapa baru bilang,” rengek Tania disusul ekpresi sedihnya. “Ah!gak asik kalo gak ada lo.”

“Emang harus banget hadir, ya? Bolos sepuluh menit gak papa kali,kamu kan juga belum sarapan,” usul Seleda, sok tau, Achi sudah makan atau belum dengan nada santai tapi terdengar tegas.

“Maap ya Sola, Tania, aku dah janji,” kata Achi bersiap melangkah ke arah berlawanan dari cafetaria, menatap wajah temannya yang tidak rela Achi pergi tapi ia tetap kokoh sama pikirannya, meskipun makanan di cafetaria lebih nikmat dari sarapannya sehari-hari, meskipun lebih asyik berkumpul bersama berbagi canda tawa disaat ini. Tapi ia sudah janji dan harus segera pergi. Dan Tania, juga Sola mulai mengerti bahwa Achi adalah orang yang tepat janji dan berpendirian.

“Bye-bye, enjoy our meal,love sekebon.”

“byee..baby,” kata Tania kemudian tangannya ditarik Sola pergi dari tempatnya berdiri.

Achi bergegas ke ruang dua, rambutnya terbang helai demi helai karena angin yang ia buat saat berjalan. Lantas handphonenya berdering, segera Achi angkat telepon itu dari Kakak seniornya yang berposisi sebagai kepala departemen. Achi menjawabnya dengan iya-iya-siap kak. Setelah itu Achi berbelok ke kanan ternyata ruang dua diisi kelas semester lima. Sehingga rapatnya di ganti ke gedung D. Sementara Achi posisinya di gedung B. Otomatis ia harus naik ojek atau menumpang ke yang lain.

Akhirnya ia mengomel sendirian, ditambah lagi dengan siapa harus Achi menumpang? Lagian Achi lebih sayang sama duitnya. Dia berhenti di bawah pohon alpukat sambil meringis atas nasibnya tidak punya kendaraan pribadi. Sekitar delapan menit ia berdiri kebingungan, ah seharusnya ia bisa saja jalan ke gedung D sekalian bakar kalori, ah tapi nanti keringatan dia nggak suka nanti rapatnya jadi tidak fokus akibat kepanasan.

Tidak lama setelah itu Bu Kadepnya telpon lagi. Achi pun menahan napasnya menatap layar ponsel, diangkatnya telepon itu. Sampai akhirnya Achi menghela napas lega. Ternyata Kadep nya sangat perhatian mengirimkan anak buahnya menjemput Achi.

“Yuk, buruan,” kata Marsel dan disusul Achi duduk. Kenalin, Marsell adalah rekannya sebagai sesama penanggung jawab di proker bulan depan. Dan mereka sebenarnya belum kenal, detik ini baru saling omong setelah tiga bulan menjabat.

Sampainya mereka di gedung D, Achi dan Marsel berjalan beriringan masuk ke ruangan yang sudah dipenuhi beberapa anggota lainnya termasuk ketua umum yang duduk di kursi depan bersama kadep dan sekdep departemennya. Achi dan Marsell tentu menjadi pusat perhatian, entah itu sengaja karena situasi ruangan cukup tidak enak dan ekspresi mereka yang bosan.

Marsel duluan memberi salam kemudian Achi, mereka berpisah mengambil kursi yang masih kosong. Ternyata rapat sudah dimulai, karena pak ketum mukanya sangat serius tak kalah seriusnya dengan kadep dan sekdep.

“…Nah ini, yang saya maksud. Teman-teman semua yang disini harus bisa mengambil peran di webinar nanti. Semangat semuanya, sebelumnya saya izin pamit duluan karena ada rapat juga di sebelah. Terima kasih semuanya, tetap semangat dan jaga kesehatan!”

“Baik, pak.” 

“Siap kak.”

“Oke kak,siap”

“Ya, terima kasih Pak."

Achi menertawai dirinya setelah penutup dari ketua umum himpunannya, ia merutuki dirinya dalam hati. Anggota macam apa yang baru datang setelah penutupan dari ketua umum, ah dimana letak kesopanannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status