Share

Pertemuan

"Panas sekali hari ini."

Seorang perempuan berambut pirang membuka kipas, memberi angin untuk dirinya sendiri. Dia sedang berada dalam kereta kuda untuk menghadiri penobatan Pangeran Mahkota. Di jalan, banyak orang bersujud padanya.

Ini adalah pemandangan yang biasa dilihat sehari-hari. Mereka yang memiliki kasta tinggi akan lebih dihormati. Bagi mereka yang berstatus tidak lebih tinggi, maka tidak boleh melawan. Aturan harus dipatuhi, yang menentang akan dijatuhi hukuman mati.

Kerajaan Lian, begitulah orang menyebutnya. Di sini hukum tersebut berlaku dan menghasilkan p***r budak yang lumayan besar. Kebanyakan budak itu datang dari luar, kemudian mereka perjual-belikan. Beberapa hari lalu terjadi insiden sehingga menghambat pengiriman budak untuk sementara waktu.

Termasuk untuk perempuan pirang yang sedang memegang kipas sekarang, Lyla Hviezda. Keluarganya sudah lama mempekerjakan para budak untuk bisnis mereka. Kabar buruknya, ia memesan budak dengan kualifikasi tinggi. Lalu budak itu menghilang begitu saja, lucu sekali. Hei, ia sudah membayar mahal, ia berhak protes.

Ia mendecih. Semua ini terjadi karena Wolfsbane. Andai saja mereka tidak ada, kerajaan ini akan baik-baik saja. Ia tidak mengerti apa yang dipikirkan kelompok pemberontak yang hanya bisa merampok harta bangsawan.

Kata orang tuanya, kelompok pemberontak hanya mementingkan diri mereka sendiri dan hanya suka membunuh orang lain. Selain itu mereka senang menebar teror. Lihat, hanya hal buruk yang akan terjadi bila mereka dibiarkan.

"Nona Lyla, kita sudah sampai."

Lyla mengangkat roknya, turun dari kereta kuda. Penobatan Pangeran Mahkota tidak bisa ditunda meski beberapa hari lalu terjadi insiden. Ia hadir sebagai salah satu tamu kehormatan di istana. Seharusnya, pelayannya juga telah sampai duluan, tapi ia tidak menemukannya.

"Nona, silakan."

Seorang pelayan memandunya menuju kursi yang seharusnya ia duduki. Lyla sebenarnya malas menghadiri acara ini karena hanya membuat punggungnya pegal. Tetapi ia adalah seorang Hviezda, salah satu keluarga bangsawan terpandang di Lian.

"Nona Lyla, Anda sudah datang rupanya." Pangeran Mahkota menghampirinya dan mengucap salam. Lyla tersenyum menyambutnya.

"Pangeran, selamat atas penobatan Anda." Lyla sedikit membungkuk untuk menunjukkan tata krama. Bisa menghadiri acara ini adalah sebuah pengalaman yang berharga. Ia tidak boleh membuat malu nama keluarganya.

"Panggil aku Giovanni saja, Lyla. Tidak perlu formal begitu, kita teman sejak kecil, bukan?" Pangeran bernama Giovanni itu terkekeh pelan. Lyla segera menegapkan tubuhnya kembali.

"Saya tidak bisa bersikap tidak sopan."

"Kau masih saja seperti ini. Selamat menikmati hidangannya, ya."

Selepas kepergian Giovanni, Lyla melihat seseorang yang tidak asing di antara keramaian. "Oscar!"

"Rupanya Anda di sini, Nona Lyla. Maaf, aku tersesat."

Lyla tertawa pelan. "Santai saja, Oscar. Lebih baik kita duduk dulu, bagaimana?" Tawarnya. Oscar menyetujui dan duduk di sebelah Lyla.

"Kapan terakhir kali kita bertemu?"

Oscar adalah pelayan setianya. Mereka tumbuh besar bersama-sama di keluarga Hviezda. Oscar sudah lama tidak terlihat di kediaman Hviezda, terkadang Lyla juga sangat merindukannya. Meskipun demikian, pekerjaannya sangat penting. Bahkan Lyla tidak bisa mencegahnya pergi.

"Sepertinya enam bulan lalu. Astaga, kenapa Anda tidak bilang kalau mau pulang? Tiba-tiba mengirim surat untuk hadir di sini."

Tergelak, Oscar membalas perkataannya. "Aku sedang mengumpulkan informasi, apa yang Anda harapkan?"

"Hah, hari ini panas sekali. Aku akan mengambil minuman dulu." Keluh Lyla. Kemudian ia berdiri dan menuju tempat minuman disediakan, tidak sengaja menabrak seseorang.

Dug!

"Ma-maaf!" Karena suasana yang ramai, Lyla jadi kurang awas terhadap sekitarnya. "Anda baik-baik saja?"

Seorang nenek yang tampaknya sudah sangat lanjut usia hanya mengangguk ketika mendengar apologi itu. Lyla bernapas lega, setidaknya ia tidak membuat masalah baru, 'kan? Terlebih di acara prestisius seperti hati ini.

Omong-omong, di mana kerabat nenek ini? Jika beliau hadir, seharusnya dia juga merupakan orang penting, tapi Lyla tidak pernah melihatnya sebelumnya dalam acara lain. Mungkin dia yang kurang memperhatikan?

"Terima kasih atas bantuanmu. Rumahku ada di atas bukit, di balik hutan Oo. Jika kau butuh bantuan, aku akan dengan senang hati mengabulkannya." Nenek itu tersenyum ramah kepadanya.

"Mengabulkan?" Lyla mengernyit. Nenek ini sedikit aneh, menurutnya. Ia diam saja, mungkin saja nenek ini adalah tamu penting. Sebelum pertanyaannya terjawab, nenek itu sudah menghilang di antara keramaian. Ia jadi ketakutan.

Siapa nenek itu tadi?

"Lyla, di sini kau."

Lyla memalingkan wajah, melihat Pangeran Giovanni datang padanya. Fokusnya langsung teralihkan. "Ada apa, Pangeran?"

"Pelayan sudah membawakanmu makanan, tapi tadi kau tidak berada di kursimu."

"O-oh. Maafkan saya." Lyla membungkuk seraya menyampaikan apologi. Rasanya jadi tidak enak sampai dicari oleh Pangeran Mahkota, bukan?

"Kembalilah, aku akan menemanimu."

Lyla gugup sekali berada di sebelah Pangeran Giovanni. Ia adalah masa depan negeri ini. Semua orang otomatis menatap ke arah mereka dan melayangkan pujian betapa serasi sepasang insan itu. Bukan sekali dua kali, hal ini memang sering terjadi.

"Lihat, mereka serasi sekali."

Kembali ke tempat semula, Pangeran juga berbaik hati duduk di sebelahnya. Ke mana Oscar? Sialan, disaat penting seperti ini justru menghilang.

"Ada apa, Lyla? Apa ada masalah?"

"Tidak, Pangeran. Maaf sudah bersikap tidak pantas dan membuatmu khawatir." Lyla mengutuk dirinya sendiri. Ada apa dengan hari ini? Biasanya ia tidak bersikap begini, banyak melakukan kesalahan. Ia harus mengintrospeksi diri agar kejadian ini tidak terulang di masa depan.

"Lyla, aku ingin mengatakan sesuatu." Ujarnya. Ia terlihat sedikit gelisah.

"Apa itu, Pangeran?"

Giovanni menatapnya lurus, membuat Lyla terheran-heran. Beberapa detik kemudian, ia berkata,

"Menikahlah denganku."

"Eh?"

Perempuan berambut pirang terlihat tidak percaya. Terlebih saat Giovanni memegang erat tangannya. "Aku serius, Lyla. Bisakah kau mempertimbangkannya?"

"Pangeran ... " belum sempat Lyla membalas, terjadi sesuatu di luar dugaannya. Entah bagaimana terdengar suara kepanikan. Giovanni langsung berdiri dan melindunginya.

"Tetap di belakangku, Lyla."

Perempuan itu melihat bagaimana satu per satu hadirin jatuh, kemudian mengeluarkan darah. Tidak ada panah atau benda tajam di sekitar mereka. Ulah siapa ini?

Tidak berapa lama, Lyla juga melihat Giovanni tumbang. Ia menutup mulutnya. Padahal Giovanni ada di hadapannya, tapi kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?

"Pangeran!" Panik, ia berusaha membangunkan Giovanni. Usaha yang sia-sia, karena Lyla bisa melihat darah mulai keluar dari mulutnya. Kedua tangannya gemetaran, kipasnya terjatuh. Tidak pernah ia berpikir akan melihat kejadian mengerikan seperti ini.

Di antara keramaian, seorang nenek-nenek tersenyum puas.

***

Lyla tidak menangis atau tersenyum, yang ia rasakan sekarang adalah hampa. Banyak orang yang memberikan penghormatan terakhir kepada Giovanni. Oscar berada di belakangnya, menatap khawatir pada gadis itu. Lyla dan Pangeran telah berteman sejak lama, pasti ia sedang berada dalam fase tidak ingin percaya.

"Nona Lyla, upacara pemakamannya sudah selesai." Oscar mengingatkan ketika para hadirin telah bubar dan pulang. Lyla bergeming, tidak mengatakan apa-apa. Tatapannya kosong, seperti kehilangan cahaya yang selama ini selalu bisa ia lihat dalam setiap langkahnya.

"Nona?"

"Oscar, apakah ini juga ulah Wolfsbane?" Raut gadis itu berganti marah. "Apa yang sudah kita lakukan pada mereka? Kita bahkan tidak mengenalnya. Kenapa mereka selalu mengacaukan semuanya?"

Oscar tak tahu bahwa Lyla tengah memikirkan hal semacam itu. Ia bernapas lega, setidaknya Lyla tidak terlalu bersedih. Ia cemas karena sedari tadi Lyla tak berucap apapun.

"Mungkin saja begitu, tetapi kita harus menyelidikinya dahulu." Imbuh Oscar.

"Bukankah mereka selalu mengincar keluarga bangsawan seperti kita? Hari ini mereka bukan hanya mencuri harta, tapi juga mengambil nyawa seseorang. Apakah itu tujuan mereka yang sebenarnya?"

Selain amarah, Oscar merasakan aura yang tak biasa dari majikannya saat ini hingga membuatnya sedikit takut. "Saya tidak bisa menjawab pertanyaan Anda. Apapun itu, tolong jangan lakukan hanya karena dendam Anda semata."

Lyla berbalik pergi, lalu Oscar mengikuti. Hari telah malam ketika mereka bertolak dari istana dengan kereta kuda keluarga Hviezda. Oscar menunggangi kuda miliknya sendiri dan berjaga di sekitar kereta Lyla.

Sesampainya di kediaman Hviezda, Lyla memintanya untuk segera beristirahat. Oscar mengangguk saja. Lyla masuk ke kamarnya, menutup pintu rapat-rapat. Namun Oscar masih bisa mendengar isakannya dari balik pintu.

Ia menatap sendu, merasa tidak pernah bisa membantu apa-apa untuk majikannya selama ini. Dia hanyalah seorang pelayan, statusnya tidak tinggi. Walau demikian, Lyla tidak pernah menyiksanya seperti budak yang lain. Keluarga Hviezda bahkan mengirimnya ke sekolah untuk belajar. Tentu tidak sama seperti Lyla, tapi seorang budak yang bisa menempuh pendidikan adalah hal yang sangat jarang terjadi.

Oscar memutuskan akan melakukan sesuatu kali ini. Tidak akan ia biarkan Lyla bersedih lagi selama dirinya masih hidup.

***

Menjadi anggota Wolfsbane di usia mudanya adalah hal yang membuat seisi kelompok heran. Elaine menjelaskan latar belakang Claus bergabung di sini. Mereka tidak keberatan, tapi tetap saja terkejut pada awalnya.

"Semoga kau diberi keselamatan ketika berada di sini."

Seperti apa yang dikatakan Elaine, kelompok ini menentang pemerintahan dan terkadang merampok harta di jalan. Bukan sembarangan, tentu saja. Mereka hanya merampas milik para bangsawan.

Anggota lain mengatakan padanya bahwa sistem pemerintahan sedang korup, dan mereka butuh uang sebagai modal menggulingkan pihak yang berkuasa. Ketimpangan di mana-mana, kesenjangan sosial begitu terasa. Sewaktu-waktu mereka juga membebaskan budak. Claus jadi teringat dulu dirinya bernasib sama seperti mereka.

Ia harus lebih kuat, untuk bisa membungkam orang-orang jahat.

Kali ini mereka harus berpindah lokasi terlebih dahulu sebelum tertangkap musuh. Claus baru tahu bahwa Wolfsbane hidup secara nomaden. Elaine menjelaskan itu demi keselamatan mereka semua. Claus membantu membereskan barang-barang bersama anggota lain sebelum pergi. Tidak lupa menghapus jejak perapian untuk berjaga-jaga.

Setelah enam jam, Claus merasakan pegal di kaki. Ia belum pernah berjalan sejauh ini. Rombongan Wolfsbane mengambil rute selatan, memutar untuk sampai ke kota selanjutnya demi menghindari pasukan kerajaan. Mereka memang memiliki kuda, tapi itu hanya diperuntukkan untuk beberapa petinggi yang ada. Anggota baru seperti dirinya tidak akan mendapat hak istimewa.

Meski Claus melihat Elaine juga berjalan kaki sama sepertinya, tidak terlihat raut kelelahan pada parasnya. Fritz sesekali menghampirinya dan bertanya, tapi Elaine selalu tersenyum. Kemudian Fritz memeriksa barisan lain.

Mereka berhenti ketika hari mulai petang di dekat pegunungan. Bintang sudah mulai nampak di atas langit yang perlahan berubah menjadi gelap. Kemudian, mereka membangun tenda dan membuat perapian untuk memasak. Wolfsbane masih memiliki beberapa persediaan makanan untuk beberapa waktu ke depan, masih cukup untuk semua anggota.

"Claus, kau mau daging ikan atau daging lembu?"

Claus belum pernah melihat orang yang tiba-tiba saja bertanya padanya. Ia berperawakan sedang dengan rambut kecokelatan, sedikit tertawa ia berujar,

"Namaku Daris. Maaf belum memperkenalkan diri."

"Um, namaku Claus."

"Salam kenal, Claus. Jadi mau makan apa hari ini?"

"Da-daging ikan saja." Jawab Claus.

"Baiklah, akan aku bakar dulu."

Claus melihat Daris menjauh dan menuju ke perapian. Claus juga hendak beranjak ke sana, ingin membantu mereka. Namun ia tidak sengaja menangkap Elaine dalam lintas pandangnya. Ia sedang berada di area pinggir perkemahan mereka, tampak merajut sesuatu.

Claus tersenyum kecil, lalu ganti menghampirinya. "Apa yang sedang Anda buat?"

Elaine tampak terkejut dengan kehadiran Claus. "Kau tidak makan?"

"Daris sedang membakarnya. Anda merajut? Untuk siapa?"

"Untuk diriku sendiri." Jawabnya dingin.

Claus berbinar. "Rajutanmu terlihat bagus!"

Seharusnya Elaine terlihat senang karena dipuji, tapi yang dilihat Claus adalah lengkungan masamnya. Tidak terlalu kentara, tetapi karena ia berada di dekat Elaine maka membuatnya jelas.

"Cepat kembali bersama yang lain. Aku yang berjaga di sini."

Claus agak sedih mendengarnya. "Kenapa Elaine tidak mau ikut makan bersama kami?"

Elaine selalu menyendiri meski ia berada dalam kelompok. Selama beberapa hari bersama mereka, Claus menyadarinya. Ia tidak terlalu mengerti, tapi bukankah sendirian itu bukan hal yang menyenangkan? Claus selalu sendirian beberapa tahun belakangan, jadi ia merasakannya.

Apa Elaine tidak merasa kesepian?

"Claus, aku tidak bisa mengatakan apa-apa sekarang. Kau lelah, makanlah dan istirahat. Besok kita akan melanjutkan perjalanan lagi." Elaine memberikan pernyataan terakhirnya kepada Claus malam itu.

Bocah itu tidak berani membantah lagi. Ia tidak tahu apa penyebabnya, tapi semoga saja Elaine mau berbagi kepada masalahnya kepada yang lain.

Bahkan hingga mereka semua selesai makan, Elaine masih merajut di pinggir perkemahan. Claus ingin mengajaknya berbicara lagi, tapi segera ia urungkan niatnya ketika mengingat kejadian tadi.

"Claus, ayo segera tidur."

Fritz datang dari arah lain dan mengingatkannya bahwa ini sudah larut. Di luar terasa sangat dingin, mereka harus berhati-hati dan menjaga tubuh mereka sendiri. Ketika Fritz menatap anak itu, ia menyadari bahwa Claus tengah melihat ke arah Elaine.

"Kau mengkhawatirkan Elaine, ya?" Tanyanya. Claus terlihat terkejut, tapi ia mengangguk pelan.

"Apa dia tidak kesepian di sana? Aku tidak berani mendekat karena tadi Elaine sudah melarangku."

Fritz menepuk pelan pundak Claus. "Sudahlah, dia tidak apa-apa. Sebaiknya kita segera beristirahat untuk melanjutkan perjalanan besok, benar?"

Claus digandeng Fritz untuk masuk ke dalam tenda. Meski pandangannya tak bisa terlepas dari Elaine hingga masuk ke dalam sana. Dalam hati, ia bertanya-tanya, apa yang sebenarnya dipikirkan Elaine?

Sementara Elaine, melihat Claus telah masuk ke tenda bersama Fritz. Ia meletakkan rajutannya, lalu hendak pergi.

"Mau kemana, Elaine?"

Elaine mendapati Daris memanggilnya. Ia berjalan mendekat lalu memandangi Elaine dengan penuh arti. "Ayo ke dalam. Udara semakin dingin."

"Tidak, Daris. Kau tahu aku tidak bisa bersama mereka." Ujarnya.

"Bukan berarti kau harus mengusir seorang anak-anak, bukan? Claus sangat mencemaskanmu. Dia hanya anak-anak, jangan terlalu keras padanya."

Elaine menatap lurus pada Daris. "Justru karena dia masih anak-anak, seharusnya dia menyadari dunia yang busuk ini lebih cepat."

"Berikan dia waktu sedikit bersenang-senang, oke?" Daris berlalu, menuju ke tendanya. Elaine tidak jadi pergi, mengambil kembali hasil rajutan yang ia letakkan di atas pasir.

Dingin.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status