Share

Bab 2

Raya mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat wanita muda itu meringis menahan sakit.

Memegangi kepalanya yang terasa pusing, wanita itu berusaha untuk bangkit. Dengan wajah pucat dan rambut acak-acakkan.

"Auwh ... sa-sakit sekali." Raya semakin meringis kesakitan, begitu merasakan nyeri di bagian inti tubuhnya.

Dalam sekejap mata, ingatan wanita itu kembali terlempar pada kejadian beberapa jam yang lalu.

"Itu pasti hanya mimpi! hanya mimpi!"

Dengan tangan gemetar, Raya mencoba memeriksa keadaan tubuhnya di bawah selimut.

Mata gadis itu terbelalak lebar, tubuhnya bergetar hebat. Keringat dingin langsung membasahi tubuh, manakala mendapati dirinya tidak mengenakan selembar benang pun. Tubuh polosnya hanya di tutupi selimut.

"Ti-tidak! Itu tidak mungkin!" Raya meracau tidak karuan. Berusaha menampik ingatan kelam yang membayang di matanya, namun sayang semua itu terpampang nyata di depannya.

Raya lantas menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya. Namun wanita itu justru berteriak histeris, begitu melihat sosok pria yang tertidur di sampingnya tanpa mengenakan busana.

"Arrgh!"

Teriakan yang begitu keras, memaksa Marcel untuk bangun karena saking terkejut.

Pria itu memijit kepalanya yang terasa pening, masih dengan mata terpejam, belum sepenuhnya menyadari dengan apa yang terjadi.

Samar-samar terdengar suara isak tangis.

Marcel perlahan membuka kedua matanya. Tidak kalah terkejut ketika mendapati dirinya tidak mengenakan selembar benang pun.

"Bajingan! Manusia biadab! Manusia iblis!"

Umpatan kemarahan yang terdengar begitu dekat di telinganya, membuat Marcel reflek menoleh. Kini dirinya yang ganti mengumpat, begitu tatapan matanya bertemu dengan Raya, yang menatapnya dengan penuh kebencian dan kemarahan.

Di sudut ruangan, wanita itu meringkuk ketakutan seraya memeluk kedua lututnya. Tubuh gemetar dengan air mata yang terus mengalir.

Marcel lantas bergegas turun dari atas tempat tidur. Pria itu memungut pakaiannya yang tercecer di lantai, kemudian memakainya dengan cepat.

Ekor matanya melirik ke atas tempat tidur. Ceceran darah di atas sprei memaksanya mengingat dengan cepat peristiwa yang telah terjadi antara dirinya dan gadis asing itu.

"Shit! Apa yang sudah aku lakukan?!" Marcel kembali mengumpat. Pria itu memejamkan matanya sambil menengadah--menyesali semua perbuatannya kepada gadis itu. Namun, pria itu juga bingung mengapa dirinya sampai tak bisa mengendalikan diri?

Membuang nafas dengan kasar,  Marcel tidak tau apa yang harus di lakukannya pada gadis yang menangis ketakutan di sudut kamar.

Hanya saja, pria itu semakin dirundung rasa bersalah.

Marcel pun memberanikan diri untuk menghampiri perempuan yang sedang terluka.

Namun, Raya langsung bangkit. Perempuan itu meremas selimut yang membungkus tubuhnya dengan sangat kuat. "Jangan mendekat! Jangan mendekat bajingan!"

Tubuh ringkih itu terlihat gemetar. 

"Hei, tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Kau bisa mempercayai ucapanku, jangan takut," bujuk Marcel dengan pelan.

Namun, Raya tetap diam. Bagaimana perempuan itu dapat mempercayai ucapannya? Sedang dirinya lah yang membuat hidup wanita itu hancur!

"Iblis! Pergi dari hadapanku! Pergi!" teriak Raya semakin histeris. 

Pria yang terkenal kejam dan dingin itu mematung. Untuk pertama kali dalam hidupnya, seorang perempuan dapat membuatnya merasa bersalah begitu hebat. Dia pun tak tahu apa yang harus dilakukan.

Marcel mengerang frustasi. Otaknya tiba-tiba saja buntu--tidak menemukan cara untuk menenangkan gadis itu. Apakah dia harus memaksanya?

Namun, alih-alih memaksa gadis itu, Marcel justru akhirnya mengucap maaf. "A-aku minta ma-maaf."

Hanya saja, suara pria itu seperti tercekik di tenggorokan. 

Raya pun terdiam, sebelum akhirnya membanting piring makanan di atas meja yang tak jauh dari tempatnya berdiri.

Prang!

"Aku tidak akan memaafkanmu bajingan! Aku tidak akan pernah memaafkanmu!"

Wanita itu bahkan nekad mengambil pecahan piring tersebut, lalu mengarahkannya kepada Marcel yang terus merangsek maju ke arahnya.

"Jangan coba-coba untuk mendekat! Atau aku akan membunuhmu!" jerit Raya dengan penuh amarah.

"Tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Aku hanya tidak ingin kau semakin terluka, kita bisa membicarakan masalah ini baik-baik. Aku janji, aku akan mengabulkan apa pun yang kau minta." Marcel kembali membujuk dengan segenap daya dan upaya untuk menenangkan gadis itu.

"Aku ingin kau mati! Apa kau bisa mengabulkannya, bajingan?!"

Raya menatap nyalang ke arah Marcel. Seperti ingin mencabik-cabik, tubuh pria yang telah menorehkan luka di hatinya.

Namun, dengan mudah Marcel mengindari setiap serangannya. 

"Hentikan! Kau akan melukai tanganmu sendiri!" Pria itu justru khawatir jika wanita yang sedang mengamuk itu malah akan melukai tangannya sendiri.

"Apa pedulimu?"

Emosi Raya semakin menjadi-jadi. Namun, dalam satu kesempatan Marcel berhasil menangkap tangannya, serta dengan cepat membuang pecahan piring di tangan wanita itu.

Dengan satu gerakan, Marcel bahkan membawa tubuh Raya ke dalam pelukannya.

"Ssstt, tenanglah. Aku tidak akan menyakitimu. Aku tidak akan menyakitimu," lirih Marcel. Tangannya bergerak mengusap-usap punggung Raya dengan lembut.

"Lepas bajingan! Lepas!"

Raya terus memberontak, memukul dada Marcel sekuat tenaga, berulang kali. Bahkan gadis itu nekat menggigit bahu pria itu dengan sangat kuat.

Namun, Marcel masih berdiri kokoh. Tidak bergeser dari tempatnya sama sekali.

Justru, pria itu semakin erat memeluk tubuh Raya. Membelai kepala wanita itu dengan lembut. Tidak henti mengusap punggung wanita itu. Entah apa yang terjadi pada dirinya, Marcel pun tak tahu. Yang jelas, saat ini pria itu ingin sekali menenangkan Raya.

"Hidupku sudah hancur. Masa depanku sudah hilang. Mengapa kau tidak membunuhku sekalian?"

Tangis Raya kembali pecah. Wanita itu sudah tidak mengamuk lagi. Tubuhnya lemah di dalam pelukan Marcel.

Marcel memejamkan mata mendengar lirihan gadis itu. Dia membiarkan segala emosi perempuan itu tercurah dalam pelukannya.

"Aku membencimu! Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Aku tidak a—"

Tiba-tiba Raya terkulai lemas sebelum dapat menyelesaikan ucapannya.

Menyadari itu, Marcel lantas terkejut. Dicobanya untuk membangunkan Raya dengan wajah panik.

Barulah, pria itu tersadar begitu tangannya tak sengaja menyentuh dahi Raya. Tubuh gadis itu terasa begitu panas dan wajahnya terlihat pucat!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status