Share

Bab 4

Lagi, Marcel kembali melangkah keluar dengan gontai.

Pria itu duduk di kursi tunggu dengan wajah kuyu dan pikiran tidak menentu.

Siang nanti adalah hari pertunangannya dengan Celina, tapi hari ini dia melihat luka di wajah wanita lain karena perbuatannya.

"Tuan...."

Marcel seketika mendongak, menatap wajah sang asisten pribadi yang berdiri di hadapannya.

"Ada apa?" tanya Marcel tidak bersemangat.

"Acara pertunangan Anda akan digelar beberapa jam lagi. Sebaiknya, Tuan segera bersiap," jawab Peter dengan hati-hati.

Marcel mengusap wajahnya kasar, sedikit mendongak ke atas sembari menghela nafas panjang dengan kedua mata terpejam.

Dari kecil, ia sudah dididik akan sikap tanggung jawab. Tidak mungkin ia akan membiarkan wanita yang sudah di sakiti olehnya begitu saja. Namun, bila membatalkan acara pertunangannya dengan Celina demi wanita lain, itu juga seperti lari dari tanggung jawab!

"Kita bisa mengurusnya nanti. Aku akan meminta Helena untuk menanganinya terlebih dahulu. Sekarang yang penting adalah Tuan harus segera bersiap, karena tuan besar sudah menunggu kedatangan kita," ungkap Peter, seperti tahu kekalutan Tuannya.

"Aku tidak yakin," gumam Marcel.

"Jangan membuat Tuan besar kecewa. Semua orang termasuk nona Celina sudah sangat menantikan kehadiran Tuan," ujar Peter mengingatkan Marcel.

Pria itu lantas membuang nafas kasar dan bangkit menuju ke dalam ruang UGD.

Pelan, ia menghampiri Raya yang terlelap di atas ranjang rumah sakit.

Wajahnya masih pucat. Sesekali, wanita itu masih terisak dalam tidurnya.

"Maafkan aku. Aku akan bertanggung jawab," lirih Marcel di telinga gadis itu. 

Seperti ada yang menggerakkan tubuhnya, atau karna rasa kasihan di hatinya, Marcel perlahan membungkuk, mencium kening wanita itu dengan lembut sebelum pergi meninggalkannya.

*****

"Sudah siap, Tuan?" tanya Peter begitu melihat Marcel turun dari lantai atas.

Pria itu hanya mengangguk, masih enggan membuka suara. Bahkan wajahnya terlihat kacau hari ini.

Peter hanya bisa menghela nafas panjang, melihat sang tuan yang benar-benar terlihat kacau.

Tanpa berani membuka suara, Peter mulai melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang, meninggalkan halaman Mansion.

"Apa wanita itu baik-baik saja?" Marcel bertanya dengan raut wajah kuatir, lalu mengalihkan pandangannya keluar jendela.

Baru beberapa jam yang lalu ia meninggalkan wanita itu, tapi perasaan was-was kembali menyelimuti hati Marcel.

Peter terdiam sejenak, memandang wajah sang tuan dari balik kaca spion di depannya. Melihat gurat kecemasan di wajah Marcel membuat Peter merasa begitu berat untuk menyampaikan kabar dari Dokter Helena.

"Peter!" sentak Marcel.

Peter sontak gelagapan. Apalagi, ida mendapati tatapan tajam Marcel dari balik kaca spion di depannya. Begitu dingin, dan menusuk.

"Dia baik-baik saja Tuan, hanya saja dia belum sadarkan diri sampai sekarang." Peter menjawab dengan cepat lalu buru-buru mengalihkan pandangan matanya ke depan.

Belum hilang rasa gugupnya, Peter kembali dibuat terkejut dengan suara panggilan di handphonenya.

"Siapa?"

Marcell gegas bertanya, begitu Peter memeriksa panggilan masuk di ponselnya.

"I-ini ... ini ...." Suaranya seolah tertahan di kerongkongan, Peter hanya mampu menelan ludahnya kasar dengan wajah gugup.

Marcel sedikit mencondongkan tubuhnya ke depan lalu tangannya terulur meraih ponsel di tangan Peter.

Helena?

"Peter kau di mana? Gadis itu menghilang!" Terdengar suara panik Dokter Helena dari balik telepon.

Tatapan Marcel tiba-tiba menggelap. "Kita putar arah!"

"Tapi Tuan, sebentar lagi kita akan sampai," ucap Peter, bingung.

"Aku bilang putar arah!" bentak Marcel.

Wajah tampan itu telah berubah dingin dan mengerikan. Begitu tegangnya, sehingga urat-urat di lehernya terlihat menonjol keluar.

Tidak ada hal lain dalam pikirannya saat ini selain wanita yang baru saja ia sakiti itu.

"Sebentar lagi, Anda akan bertunangan Tuan." Peter kembali mencoba mengingatkan.

"Putar arah atau kau turun di sini!"

Peter kambali menelan ludahnya, begitu sang tuan menodongkan senjata api tepat di belakang kepalanya.

"Ba-baik Tuan."

Bergegas memutar roda kemudi, asisten itu pun mengubah arah tujuan awal menjadi berbalik ke rumah sakit.

*******

Begitu tiba di depan rumah sakit, Marcel langsung keluar dari mobil dan berlari masuk ke dalam.

"Marcel!" Terdengar suara Dokter Helena memanggil. Wajah Dokter muda itu terlihat begitu cemas dan takut.

Marcel bergegas menghampiri Dokter Helena, dengan wajah penuh harap ia bertanya, " Apa sudah ketemu?"

Dokter Helena menggeleng cepat. "Gadis itu tidak ada di mana-mana!" 

"Apa kalian sudah mencarinya di atap?"

"Atap?" ulang Dokter Helena. "Mengapa tidak terpikirkan olehku sama sekali?" sambungnya.

Gegas Marcel berlari menuju pintu yang mengarah langsung ke lantai atas tepatnya menuju atap.

Dari anak tangga yang dipijaknya saat ini, Marcel dapat melihat jika pintu atap sedikit terbuka.

Dengan hati berdebar dan perasaan cemas Marcel kembali menapaki anak tangga dengan lebih cepat.

Gadis itu berdiri di sana, di atas pembatas atap. Dengan memakai kemeja putih miliknya, rambut panjangnya berkibar tertiup angin, kedua matanya terpejam rapat merentangkan kedua tangan ke samping, bersiap ingin mengakhiri hidupnya dengan menjatuhkan diri dari atap gedung rumah sakit.

"Hentikan!"

Marcel berteriak kencang. Sekuat tenaga, berlari dengan cepat mencoba menggapai tubuh wanita yang perlahan melayang ke bawah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status