"Apa karna gadis muda itu?" tebak Celina."Ini tidak ada hubungannya dengan Raya, dia datang dalam hidupku bahkan sebelum kita bertunangan," sahut Marcel.Pria itu menurunkan kakinya, merubah posisi duduknya sambil bersedekap."Aku begitu sangat mencintai dan menyayangimu selama ini, Celina. Bahkan aku begitu setia meski berada jauh darimu. Tapi ternyata kau tidak sepenuh hati mencintaiku," tutur Marcel dengan wajah datar.Celina menunduk. Ada rasa penyesalan di hatinya begitu mendengar penuturan Marcel. Tapi ambisinya untuk menjadi model terkenal, membuatnya tidak ingin menyesali apa yang sudah terjadi."Maafkan aku, Marcel. Kau tau sendiri bukan, ambisiku untuk menjadi seorang model terkenal begitu besar. Aku bahkan rela mengorbankan segalanya agar mimpiku dapat terwujud," ujar Celina."Satu hal yang perlu kau tau, aku tulus mencintaimu, meskipun aku juga tidak bisa menampik jika aku memanafaatkan dirimu selama ini demi menunjang gaya hidupku," aku Celina.Marcel tersenyum samar men
Raya sedang asyik menonton film animasi lucu dan menggemaskan, antara anak perempuan kecil dan teman beruangnya di ponsel Marcel. Sampai ia tidak menyadari kehadiran Celina di belakangnya."Sepertinya gadis muda ini memang memiliki hubungan spesial dengan Marcel, sampai ia bisa dengan bebas memakai barang pribadi milik Marcel," batin Celina dalam hati.'Ehem!'Celina sengaja berdehem, yang lantas membuat Raya langsung menolek ke belakang.Wanita muda itu mengangkat kedua alisnya dengan wajah heran, begitu melihat sosok Celina yang sudah berdiri di belakangnya."Sepertinya kau memiliki hubungan spesial dengan Marcel, sampai kau bisa memakai ponsel miliknya," ujar Celina, serayak mengambil tempat duduk di kursi yang langsung berhadapan dengan Raya."Kau benar sekali, Bu Celina. Aku juga sering memakai kemeja Mas Marcel saat tidur," sahut Raya, sembari menyimpan benda pipih itu ke dalam saku bajunya.Ekspresi wajah wanita muda itu begitu tenang, bahkan Raya lalu menatap Celina sambil ter
Raya tidak berminat menjawab pertanyaan Celina, wanita itu hanya menghela nafas panjang, lalu tersenyum samar.Dan sejak pembicaraan hari itu bersama Raya, Celina memilih berdamai dengan takdir yang kini di jalanninya. Wanita itu memutuskan untuk berteman dengan Raya, ketimbang mengibarkan bendera permusuhan dengan wanita muda itu, yang tentu saja itu akan sangat merugikan dirinya sendiri.Namun tidak bagi kedua orang tuanya, terutama nyonya Rosalina, sang ibu, yang memang haus akan harta dan kedudukan.Plak!Wanita paruh baya itu mendaratkan sebuah tamparan keras di pipi Celina dengan wajah murka.Mantan istri Marcel itu hanya bisa diam, sambil mengusap-ngusap pipinya yang terasa sakit dan panas. Celina sudah tidak heran lagi, dirinya sudah sering mendapatkan perlakuan kasar dari orang tuanya, jika ia dianggap melakukan kesalahan."Dasar bodoh! Seharusnya kau lebih memilih Marcel ketimbang karirmu itu, Celina!" teriak nyonya Rosalina penuh amarah."Karirmu itu ada masanya! Sama haln
"Di mana aku?"Raya mengedarkan pandangan matanya, memindai setiap sudut ruangan yang terasa begitu asing baginya, pengap, dan minim pencahayaan. Seharusnya, dia berada di kamar pengantin bersama calon suaminya. Tapi, mengapa dia justru ada di gudang seperti ini?Lalu, di mana baju pengantinnya? Mengapa dia tiba-tiba menggunakan dress merah ketat seperti yang biasa digunakan kakak tirinya?Raya mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi dia hanya samar mengingat sempat bertemu kakak tirinya dan berbincang sebentar."Arrgh!" Rasa sakit di kepala membuat Raya mengerang. "Tidak ... aku harus bisa keluar dari tempat ini secepatnya. Mas Rafka pasti sedang menungguku saat in!" Dengan bersusah-payah, Raya mencoba untuk bangkit begitu sadarkedua tangan dan kaki yang terikat. "Tolong! Siapapun, tolong keluarkan aku dari tempat ini!" Raya berteriak sekuat tenaga, berharap ada seseorang yang mendengar teriakannya dan tergerak hati untuk menolongnya.Sayangnya, nihil.Tak menyerah, kali ini Ra
Raya mengerjapkan kedua matanya berulang kali. Rasa sakit di sekujur tubuhnya membuat wanita muda itu meringis menahan sakit.Memegangi kepalanya yang terasa pusing, wanita itu berusaha untuk bangkit. Dengan wajah pucat dan rambut acak-acakkan."Auwh ... sa-sakit sekali." Raya semakin meringis kesakitan, begitu merasakan nyeri di bagian inti tubuhnya.Dalam sekejap mata, ingatan wanita itu kembali terlempar pada kejadian beberapa jam yang lalu."Itu pasti hanya mimpi! hanya mimpi!"Dengan tangan gemetar, Raya mencoba memeriksa keadaan tubuhnya di bawah selimut.Mata gadis itu terbelalak lebar, tubuhnya bergetar hebat. Keringat dingin langsung membasahi tubuh, manakala mendapati dirinya tidak mengenakan selembar benang pun. Tubuh polosnya hanya di tutupi selimut."Ti-tidak! Itu tidak mungkin!" Raya meracau tidak karuan. Berusaha menampik ingatan kelam yang membayang di matanya, namun sayang semua itu terpampang nyata di depannya.Raya lantas menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuh
Marcel juga sadar keadaan Raya yang tak berpakaian "layak. Dengan tangan gemetar dan keringat dingin, pria itu pun perlahan membuka selimut yang membungkus tubuh gadis itu.Meski tidak ingin melihat, tapi kedua matanya terbelalak lebar saat mendapati banyak bercak merah dan bekas gigitan di sekujur tubuh bagian atas milik wanita itu."Kamu memang bajingan Marcel! Kamu iblis!" desis Marcel memejamkan mata dan mengepalkan kedua tangannya dengan kuat. Ia tidak dapat membayangkan betapa gadis di depannya itu sangat ketakutan saat itu. Selesai memakaikan baju, Marcel bergegas membopong tubuh Raya keluar dari kamar. Dia tidak ingin membuatnya sampai terlambat membawa gadis itu ke rumah sakit."Peter!"Setengah berlari menuruni tangga, Marcel berteriak memanggil nama sang asisten.Seorang pria muda langsung datang dengan tergopoh-gopoh.Menahan rasa terkejutnya melihat sang tuan membopong tubuh seorang gadis Peter pun bertanya, "Ada apa, Tuan?""Cepat siapkan mobil!"Mendengar perintah i
Lagi, Marcel kembali melangkah keluar dengan gontai. Pria itu duduk di kursi tunggu dengan wajah kuyu dan pikiran tidak menentu.Siang nanti adalah hari pertunangannya dengan Celina, tapi hari ini dia melihat luka di wajah wanita lain karena perbuatannya."Tuan...."Marcel seketika mendongak, menatap wajah sang asisten pribadi yang berdiri di hadapannya."Ada apa?" tanya Marcel tidak bersemangat."Acara pertunangan Anda akan digelar beberapa jam lagi. Sebaiknya, Tuan segera bersiap," jawab Peter dengan hati-hati.Marcel mengusap wajahnya kasar, sedikit mendongak ke atas sembari menghela nafas panjang dengan kedua mata terpejam.Dari kecil, ia sudah dididik akan sikap tanggung jawab. Tidak mungkin ia akan membiarkan wanita yang sudah di sakiti olehnya begitu saja. Namun, bila membatalkan acara pertunangannya dengan Celina demi wanita lain, itu juga seperti lari dari tanggung jawab!"Kita bisa mengurusnya nanti. Aku akan meminta Helena untuk menanganinya terlebih dahulu. Sekarang yang
Marcel memeluk erat tubuh Raya dari belakang. Terlambat sedikit saja sudah dapat dipastikan jika Marcell akan melihat mayat wanita itu saat ini."Tolong jangan berpikir untuk mengakhiri hidup. Aku bersalah padamu. Kalau kau mengakhiri hidup, maka aku adalah orang yang paling bersalah," ucap Marcel dengan suara bergetar, penuh penyesalan.Raya sontak menangis. Tubuhnya bergetar di dalam pelukan Marcel. Rasa bersalah pria itu semakin terasa, mendengar tangis pilu yang nyaring di telinganya."Maafkan aku. Aku bersalah padamu." Bergetar suara Marcel kembali meminta maaf meski pria itu tahu bahwa berjuta kata maaf pun tidak akan mampu mengobati luka yang begitu perih dan amat membekas di hati wanita itu.Benar saja, rangis pilu itu kembali terdengar, menumpuk rasa bersalah dan penyesalan di hati Marcel.Perlahan Marcel mengurai pelukannya, memutar tubuh saling berhadapan.Terenyuh hatinya menatap wajah rapuh wanita itu. Mengabaikan tatapan membunuh yang sarat akan kebencian dari wanita di