Share

Tough Girl Luna
Tough Girl Luna
Penulis: Meybutjuly

Junior High School

Beberapa pasang tatapan mata tajam menghujani seorang gadis yang tengah berjalan memasuki gerbang Sekolah Menengah Pertama. Bisikan demi bisikan terdengar bersamaan dengan hentakan kaki di sepanjang lorong bangunan sekolah.

Sedangkan Luna, gadis culun yang tak begitu mempedulikan penampilannya itu, hanya tertunduk dan menyembunyikan wajahnya di balik penutup kepala pada jaket hoodie berwarna hitam berukuran besar yang membalut tubuh mungilnya.

"Hei, kau! Gadis bodoh!" Seorang murid laki-laki tiba-tiba menarik penutup kepalanya dengan kuat hingga membuat beberapa helai rambutnya ikut tercabut dari kepalanya.

"Aw, sakit!" Luna meringis kesakitan seraya memegang puncak kepalanya yang terasa pedih. Ia menyipitkan kedua matanya sambil menatap pria yang baru saja menyakitinya.

"Melihat wajahmu yang tidak menarik, membuatku sama sekali tak merasa bersalah telah menyakitimu. Hahaha." Roy, murid laki-laki yang tengah berdiri di hadapan Luna terlihat menyeringai padanya. Tampak jelas kepuasan di wajah tampannya.

Beberapa siswa yang ada di tempat itu hanya menertawakannya. Mereka seakan sedang melihat tontonan yang begitu menyenangkan di pagi hari. Tak ada satu pun murid yang mau menolong gadis malang itu.

Byur! 

Beberapa murid tiba-tiba mengguyurnya dengan satu ember penuh air dingin. Kejadian itu semakin membuat suasana sekolah di pagi hari menjadi begitu menyenangkan.

Luna hanya terdiam, ia mengusap wajahnya dengan kedua tangannya. Mencoba mengeringkan pakaiannya yang basah. Ia pasrah, bagaimanapun juga ia tidak akan mungkin mampu melawan teman-teman sekolahnya seorang diri. Terlebih, Roy adalah anak dari pemilik sekolah. Ia tidak ingin membuat masalah dengannya yang dapat menyulitkan kedua orang tuanya nanti.

Tring! (suara bel pertanda kelas segera dimulai)

"Ayo kita pergi Roy! Untuk apa membuang waktu di dekat gadis itu." Setelah puas mengerjai Luna, mereka pun bergegas pergi meninggalkan gadis malang itu dengan kondisi yang masih basah kuyup.

Luna hanya menarik napasnya dalam agar energinya kembali terisi tanpa melakukan perlawanan apa pun pada teman-temannya. "Tenang Luna, tinggal beberapa hari lagi semua penderitaanmu akan berakhir." Ia menatap punggung teman-temannya sambil bergumam seorang diri, berusaha menghibur dirinya sendiri. Ia sadar harus sedikit lagi bersabar seiring menunggu hari kelulusannya tiba.

Luna akhirnya memutuskan untuk masuk ke dalam kamar mandi terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kelas. Ia menatap pantulan dirinya yang terlihat berantakan di depan cermin washtafel sejenak, kemudian melepas jaket hoodienya yang basah lalu sedikit merapikan pakaian dan rambutnya.

Meski ia tahu sudah terlambat, namun ia tidak punya pilihan lain karena tidak mungkin masuk ke dalam kelas dalam kondisi yang berantakan.

Beberapa saat kemudian, ia melangkahkan kakinya ke dalam pintu ruang kelasnya dengan langkah pelan. Lagi-lagi nasib sial menghampirinya, guru yang tengah mengajar di kelasnya menatapnya dengan tatapan tidak suka.

"Permisi Bu, ma-maaf saya terlambat." Luna menggenggam kedua tangannya di depan dengan erat saat berdiri di hadapan guru itu. Bibirnya bergetar, ia bahkan takut menatap wajahnya.

"Beri hukuman pada murid yang terlambat, Bu! Sekolah kita harus menerapkan kedisiplinan!" Roy tiba-tiba beranjak dari duduknya, ia berkacak pinggang seraya menatap lekat ke arah gadis lemah itu.

"Ba-baiklah, Tuan Roy." Guru itu pun menganggukkan kepalanya dengan cepat, menuruti perkataan anak dari pemilik sekolah tempatnya mencari nafkah.

"Sekarang kamu keluar dari kelas ini! Bersihkan semua sampah di lapangan dan seluruh halaman sekolah ini!" Sang guru berucap dengan nada yang tegas.

"Baiklah, Bu." Luna pun lagi-lagi harus menerima ketidakadilan di sekolahnya. Di mana, murid yang kaya dan memiliki kuasa selalu diperlakukan dengan baik sedangkan dirinya yang bukan siapa-siapa harus selalu menerima perlakuan yang tidak menyenangkan.

Terpaksa, ia harus menyeret kedua kakinya keluar dari ruang kelasnya. Roy pun kembali duduk di kursinya, ia tampak tersenyum puas dengan penuh kemenangan. Sedangkan semua siswa di kelas itu pun juga ikut menertawakannya.

Sesampainya di halaman, Luna mulai memunguti satu persatu sampah-sampah yang berserakan di lapangan dan halaman sekolahnya yang luas. Peluhnya pun mulai membanjiri wajahnya yang terpapar oleh teriknya sinar matahari langsung. 

Sesekali ia mengusap wajahnya sambil terus menyelesaikan hukumannya hingga tak terasa jam istirahat pun tiba. Ia menghela napas panjang seraya mendudukan tubuhnya di salah satu kursi yang terletak di sudut lapangan.

"Siapa yang mengijinkanmu duduk?" Roy dan beberapa temannya tiba-tiba berjalan menghampirinya saat Luna baru saja duduk. Bahkan belum genap satu menit ia mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

"Minggir! Minggir!" Beberapa pria bertubuh kekar dengan pakaian serba hitam tiba-tiba berjalan cepat menghampiri Luna. Mereka bahkan mendorong Roy dan teman-temannya yang sedang berdiri di hadapan Luna hingga jatuh tersungkur.

"Hei! Apa apaan ini? Siapa kalian?" Roy yang tersungkur seketika berdiri dan berteriak ke arah pria-pria yang sedang sibuk menarik tubuh Luna. Namun, mereka sama sekali tak mempedulikannya.

"Lepaskan! Lepaskan aku! Roy, tolong aku Roy!" Luna yang ketakutan, hanya bisa memohon pertolongan pada Roy karena dialah satu-satunya orang yang sedang berada di dekatnya. Raut wajah Roy pun terlihat panik, namun anak kecil seperti dirinya tidak mungkin mampu melawan para pria mengerikan itu.

Para guru dan murid yang mendengar keributan mulai berdatangan. Namun percuma saja, tidak ada satu pun yang berani menolong Luna. Mereka yang menyaksikannya pun ketakutan lantaran para pria itu membawa senjata.

"Lunaaa!" Kai, Ayah Luna. Tiba-tiba berlari menghampirinya, membuat semua orang yang ada di tempat itu berteriak ketakutan.

"Ayaaah! Tolong aku!" Luna kembali berteriak sambil menangis saat melihat kedatangan sang Ayah.

Kai pun bersiap di tempat untuk menyelamatkan Luna dan melawan pria-pria itu satu persatu. Aksi tak terduga dan sangat luar biasa itu, berhasil membuat semua orang terpaku melihatnya. Hampir semua orang yang ada di tempat itu membulatkan mata mereka menyaksikan aksi Kai. Tanpa membutuhkan waktu lama, Kai akhirnya berhasil melumpuhkan mereka seorang diri tanpa bantuan siapa pun.

Semua guru dan murid pun bertepuk tangan dan bersorak secara bersamaan menyaksikan aksi Kai. Sedangkan Luna yang selama ini menjadi korban bully oleh teman-temannya pun, kini tersenyum bangga melihat aksi sang Ayah. Ia sendiri juga tidak menyangka bahwa Ayah yang selama ini terlihat lemah di depan orang lain, bahkan juga tampak lemah di depan Ibunya sendiri bisa berhasil mengalahkan segerombolan pria seram dengan mudah.

"Apa kau baik-baik saja?" Kai segera menghampiri putrinya setelah berhasil melumpuhkan kawanan pria seram yang mengganggunya. Ia menangkup wajah Luna dengan kedua tangannya untuk memastikan keadaan putrinya. Sedangkan Luna hanya menjawabnya dengan anggukan kepala.

"Ayo cepat! Kita harus pulang sekarang!" Kai menarik tangan Luna dengan kuat dan segera membawanya keluar dari bangunan sekolah.

"A-ayah? Apa kau benar-benar Ayahku?" Luna terus menatap lekat wajah Ayahnya seraya mengikuti langkah kaki Sang ayah, ia masih tak percaya dengan apa yang baru saja ia lihat.

Kai bergegas membawa Luna pulang ke rumah untuk menemui Regina. Regina adalah istri Kai yang juga merupakan Ibu kandung Luna.

Mereka berdua pun melangkahkan kakinya secepat mungkin agar bisa segera tiba di rumah. Namun, saat tiba di rumah, betapa terkejutnya mereka ketika melihat seisi rumahnya telah hancur berantakan. Pikiran Kai pun tak karuan, ia benar-benar takut jika terjadi sesuatu yang buruk pada istri tercintanya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status