Share

Previous

Bugh! Bugh! Bugh!

"Bangun Sayang! Dasar pemalas! Kenapa kau sulit sekali untuk bangun pagi?" Regina memukul bahu suaminya beberapa kali dengan kedua tangannya untuk membuatnya bangun.

"Aaaargh sakit. Pelankan tanganmu!" Kai pun spontan beranjak dari tempat tidur sembari menyipitkan kedua matanya.

"Cepat mandi!" Regina kembali mengeraskan suaranya saat sang suami terlihat mendudukkan tubuhnya. Ia kemudian bergegas menuju pintu kamar putrinya dan meninggalkan Kai begitu saja.

Ceklek!

"Lunaaa! Cepat pergi sarapan!" Luna sudah terlihat rapi dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya saat sang Ibu membuka pintu kamar.

"Yes, Mommy." Luna menyahut dengan nada santai lalu segera keluar dari dalam kamar.

Hari itu adalah aktifitas di pagi hari yang selalu terjadi. Tugas Regina seperti biasa, membangunkan anak dan suaminya. Lalu menyiapkan sarapan dan persiapan lainnya untuk mereka.

Setelah selesai sarapan, Luna segera masuk ke dalam mobil Kai untuk berangkat sekolah. Tempat kerja Kai yang searah dengan tujuan Luna, membuat mereka selalu berangkat bersama setiap hari.

"Kami pergi dulu, Bu." Luna dan Kai mencium pipi Regina secara bergantian sebelum pergi.

"Hati-hati." Regina melambaikan tangan pada keduanya saat Kai mulai melajukan kendaraan meninggalkan tempat tinggalnya itu.

Beberapa saat kemudian, Kai menghentikan laju mobil bututnya tepat di depan pintu gerbang sekolah Luna. Ia pun kembali melajukannya setelah Luna turun dan masuk ke pintu gerbang sekolah.

Tak butuh waktu lama untuknya tiba di tempat kerja karena jarak tempuh yang tidak terlalu jauh. Hari ini Kai mendapat tugas mengirimkan beberapa paket di rute area barat. Ia mulai memindahkan paket-paket tersebut ke dalam truk. Setelah semua paket masuk, ia pun segera pergi meninggalkan tempat kerjanya dan mulai mengantarkan paket satu persatu ke alamat penerima. 

Waktu terus berjalan hingga Kai menyelesaikan pengiriman dan tibalah pada alamat terakhir saat waktu sudah semakin larut. Dengan semangat, ia turun dari truk dan berjalan sambil menggenggam paket terakhir.

Ia harus berjalan kaki karena letak alamatnya berada di dalam gang sempit yang tak bisa dilalui kendaraan roda 4. Terlebih ia harus menaiki tangga yang cukup tinggi untuk sampai ke bangunan itu.

Kai melangkahkan kedua kakinya pelan seraya memperhatikan sekeliling. Setelah berjalan beberapa langkah, betapa takjubnya ketika ia melihat bangunan yang sangat megah tersembunyi di dalam gang sempit yang lumayan kumuh itu.

"Waaah..." Kai bahkan membuka mulutnya lebar-lebar sambil membulatkan kedua matanya dengan sempurna.

Ia kemudian menekan tombol bel yang terletak tepat di samping pintu bangunan mewah tersebut. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya keluarlah sang pemilik rumah.

"Ka-kau?" Seorang pria muncul dari balik pintu, ia terlihat tak asing bagi Kai. Pria itu berucap dengan nada tinggi.

Seketika Kai terkejut melihat pria yang tengah membukakan pintu untuknya. Ia pun menjatuhkan paket yang ia bawa di tangannya ke lantai dan berlari meninggalkan bangunan itu begitu saja.

"Kejar dia!" Suaranya yang menggelegar, berhasil membuat seluruh anak buahnya yang sedang berkumpul di dalam rumah terjingkat.

Beberapa pria dengan pakaian serba hitam lengkap dengan senjata bergegas mengejar Kai setelah mendapat perintah dari Jarwo. Namun, beruntung Kai berhasil menghindar. Kai berhasil kembali masuk ke dalam truknya dan meninggalkan tempat itu.

Sepanjang perjalanan, ia berpikir sangat keras mengingat-ingat siapa pria yang tidak asing baginya itu. Ia sangat sulit mengenalinya karena separuh wajah pria yang ia temui dipenuhi bekas luka bakar. Hingga ia menemukan satu nama.

"Jarwo? Ah tidak mungkin, harusnya dia sudah mati bersamaan dengan bom yang aku ledakkan di markasnya."

Jarwo adalah target operasinya dulu ketika ia masih menjadi anggota TIS. Jarwo adalah ketua sindikat narkoba terbesar di wilayah itu. Waktu itu, Kai berhasil menghabisi seluruh anggota sindikat narkoba tersebut dan menghancurkan markasnya hingga rata dengan tanah.

Kai pun pulang dengan raut wajah yang tampak lesu. Ia berusaha menutupinya namun tetap saja kekhawatiran tampak jelas di wajahnya. Bukan dirinya yang ia khawatirkan, melainkan keselamatan keluarga kecilnya.

Kai tahu betul bahwa Jarwo pasti akan mencari tahu semua hal tentang dirinya untuk balas dendam. Terlebih ia sekarang sudah tidak berada dalam naungan TIS lagi, yang artinya ia harus bekerja dan melindungi keluarganya dari penjahat besar itu seorang diri.

Pagi harinya.

"Kau benar-benar tidak akan pergi bekerja hari ini?" Kai hanya menggelengkan kepala tanpa menyahuti pertanyaan istrinya.

"Suhu badanmu sama sekali tidak panas. Awas saja kalau bulan ini kita kekurangan uang untuk bayar semua tagihan." Regina memegang kening Kai sejenak lalu melanjutkan kembali aktifitasnya.

"Ayah, aku akan memesan taksi online hari ini!" Luna beranjak dari kursi sambil terus menatap layar ponsel.

"Baiklah, pulangnya Ayah akan menjemputmu!" Luna berlalu begitu saja menuju pintu keluar hendak meninggalkan kedua orang tuanya.

"Hey hey hey! Dengar kata Ayah? Jangan pulang sendirian! Tunggu Ayah!" Kai mengencangkan suara karena Luna tak menghiraukan perkataannya.

"Iyaaa. Aku tidak congek Ayah." Lagi-lagi Luna menyahuti ucapan orang tuanya dengan nada yang begitu santai.

Brak!

"Dasar anak nakal!" Kai bergumam saat Luna menutup pintu rumah dengan keras.

Kai pun melanjutkan sarapan sambil mendengarkan ocehan dari sang istri. Hingga tiba-tiba ia mendengar suara panggilan dari ponselnya yang membuat ia menghentikan aktivitas sarapan sejenak.

"Kaiiiiii. Tolong aku! Aku belum mau mati!" Terdengar suara pria paruh baya yang tak asing baginya. Suaranya yang bergetar membuat tampak jelas bahwa dirinya tengah ketakutan. Pria di telepon itu adalah manager di tempat Kai bekerja.

"Pak manager? Apa yang terjadi?" Kai pun langsung bisa mengenali suara yang ada di sebrang panggilan.

"Hahaha Kaisar? Apa kabar? Masih ingat denganku? Kudengar kau memiliki gadis kecil, bolehkah aku berkenalan dengannya? Hahaha." Suara Jarwo terdengar penuh ancaman bagi Kai.

Kai panik bukan main saat Jarwo menutup panggilan telepon secara sepihak. Tanpa pikir panjang, Kai pun bergegas menjemput anaknya ke sekolah dengan perasaan penuh khawatir.

"Sayang aku harus pergi menjemput Luna. Kau tetaplah di rumah, jangan pergi kemana pun hingga aku dan Luna kembali!" Kai keluar dari rumah dengan terburu-buru.

Regina hanya mengangguk bingung karena tidak tau apa yang terjadi. Dia pikir itu bukanlah masalah besar karena ia tahu bahwa Luna memang sering diganggu oleh teman-teman sekolahnya dan Kai selalu datang untuk menyelesaikannya.

Regina pun melanjutkan kegiatan yang sebelumnya sempat tertunda tanpa perasaan curiga sedikit pun pada suaminya yang terlihat terburu-buru.

Kai melajukan mobilnya secepat kilat hingga tiba di sekolah Luna. Benar saja, saat sampai di sekolah. Luna tengah ditarik paksa oleh beberapa pria berbaju serba hitam hingga membuat para guru dan murid yang menyaksikan ketakutan lantaran mereka membawa senjata.

Kedua kaki Kai berlari semakin cepat untuk menyelamatkan putri tercintanya. Napasnya yang sangat sesak, ia atur dengan baik sejenak. Kedua tangannya mulai mengepal, bersiap melawan semua pria yang sudah membuat emosinya meluap. Dengan kemampuan bela dirinya, Kai melawan pria-pria itu satu persatu dengan membabi buta. Identitas yang sekian lama ia sembunyikan, kini tidak dipikirkannya lagi. Kemampuannya yang sungguh luar biasa dalam berkelahi, akhirnya diketahui semua orang.

Kali ini jika ada yang berani menyentuh keluarganya, Kai tak akan pernah membiarkannya. Ia harus melindungi keluarganya dengan seluruh kemampuan yang ia miliki.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status