Share

Roy's fear

Kai bergegas memarkirkan mobil sesaat setelah Luna pergi. Lahan parkir yang luas itu sudah tampak penuh oleh kendaraan yang berjajar rapi di sana. Membuatnya sedikit kesulitan untuk memarkirkan mobilnya.

"Anda bisa parkir di sebelah sini Pak!" Seorang pria paruh baya tiba-tiba berteriak saat melihat Kai dari balik pintu mobil dengan kaca terbuka yang sedang terlihat kebingungan.

Kai menganggukkan kepala dengan cepat ke arah pria itu seraya menyunggingkan senyuman padanya. Setelah mobilnya berhasil terparkir, Kai keluar dari dalam mobil lalu menghampiri pria itu.

"Terima kasih banyak atas bantuan anda." Kai berjalan mendekati pria yang membantunya tadi.

"Sama-sama, Pak. Apa anda wali murid di sekolah ini?" Pria itu melemparkan pertanyaan pada Kai.

"Iya Pak. Saya datang untuk bertemu kepala sekolah." jawab Kai jujur.

"Oh kebetulan sekali, mari sekalian saya antar. Saya juga akan pergi menemuinya." Pria itu terlihat antusias saat mendengar ucapan Kai. Ia kemudian melangkahkan kaki meninggalkan lahan parkir diikuti oleh Kai di belakangnya.

Dua pria itu melangkahkan kedua kakinya menyusuri lorong sekolah menuju ruang kepala sekolah yang terletak di dekat ruang guru.

Tok! Tok! Tok!

Pria itu mengetuk pintu ruang kepala sekolah beberapa kali sebelum akhirnya pintu terbuka.

"Ah Tuan Hendrik? Silahkan masuk, Tuan." Kepala sekolah terlihat menunduk hormat pada pria yang datang bersama Kai. 

"Ayo! Silahkan masuk, Pak." Tuan Hendrik mempersilahkan Kai yang masih terdiam di ambang pintu.

"Ah anda tidak datang sendiri Tuan?" Kepala Sekolah kembali melemparkan pertanyaan pada Tuan Hendrik saat melihat ada orang lain yang datang bersamanya.

"Permisi, Pak. Saya wali murid." Kai menyapa Kepala Sekolah dengan ramah.

"Ah saya ingat, bukankah anda yang datang kemari tempo hari untuk menyelamatkan Luna?" Kepala Sekolah rupanya mengingat kejadian yang sebelumnya terjadi di sekolah. 

"Masuklah dulu! Sebaiknya kita bicara di dalam." Tuan Hendrik kembali mempersilahkan mereka untuk masuk.

Ketiga pria itu akhirnya duduk di sofa ruang tamu yang ada di dalam ruang Kepala Sekolah.

"Tuan Hendrik ini adalah pemilik sekolah ini, Pak." Kepala Sekolah memberitahu Kai perihal pria yang datang bersamanya.

"Ah maaf saya tidak tahu, Tuan. Perkenalkan saya Kai." Kai menundukkan sedikit kepalanya pada Tuan Hendrik setelah mengetahui bahwa sedari tadi ia bersama dengan sang pemilik sekolah di mana anaknya menimba ilmu.

"Tidak perlu sungkan Kai, panggil saja namaku! Lagipula kita seumuran hahaha." Tuan Hendrik mencoba mencairkan suasana yang canggung di dalam ruangan itu.

"Jadi, anda datang kemari ada perlu apa? Apa yang bisa saya bantu Pak Kai?" Kepala Sekolah kembali menanyakan tujuan kedatangan Kai.

"Ah begini Pak, sebelumnya saya minta maaf telah membuat keributan di sekolah ini. Oleh sebab itu, saya berencana untuk mengundurkan anak saya dari sekolah ini." Kai berterus terang padanya.

"Bukankah anda datang untuk menyelamatkan anak anda, Pak? Kami tidak mempermasalahkan hal itu. Lagipula anda berhasil menangkap para penjahat itu kan? Bukan begitu Tuan Hendrik?" Kepala Sekolah terlihat meminta pendapat dari pemilik sekolah yang kebetulan juga berada di ruangan bersama mereka.

"Benar, Kai. Aku setuju dengan Kepala Sekolah." Tuan Hendrik terlihat menyetujui pendapat orang yang ia percaya sebagai Kepala Sekolah itu.

"Meski begitu, tetap saja kami tidak bisa melanjutkannya. Kami berencana untuk pindah dari kota ini." Perkataan Kai membuat kedua pria yang ada di hadapannya sedikit kecewa.

"Hmmm sayang sekali, kalau begitu bisakah aku bertemu dengan anakmu?" Tuan Hendrik terlihat menghembuskan napasnya. Ia kemudian melemparkan senyuman pada Kai.

"Tentu saja, sebentar lagi dia akan datang." Kai melirik ke arah jam yang terletak di dinding yang sudah menunjukkan waktu istirahat.

Tok! Tok! Tok!

Terdengar bunyi ketukan pintu sesaat setelah Kai melihat jam dinding. Ketiga pria itu menoleh ke arah pintu dan tampaklah seorang gadis yang datang dari balik pintu.

"Kemarilah, Nak!" Tuan Hendrik langsung menyapanya dengan ramah. Sedangkan raut wajah Luna terlihat sedikit canggung. Ia menundukkan sedikit kepala dengan sopan dan menyunggingkan sebuah senyuman sebelum melanjutkan langkah kakinya mendekat ke tempat di mana ayahnya berada.

"Silahkan duduk, Nak!" Luna berusaha keras menelan salivannya saat melihat pemilik sekolah yang tak lain adalah Ayah dari Roy,  tengah berada di ruangan itu bersama Ayahnya.

"Apa kau tidak senang belajar di sekolah ini, Nak?" Tuan Hendrik melemparkan pertanyaan pada Luna dengan nada yang lembut.

"Sa-saya senang, Tuan." Luna harus berpura-pura meski sebenarnya ia sering dibully oleh teman-temannya.

"Jangan panggil aku seperti itu, panggil saja Om Hendrik. Lagipula kau teman sekelas Roy, kan?" Luna menganggukkan kepala mengiyakan pertanyaan Tuan Hendrik.

"Benarkah? Wah anak saya beruntung sekali." Kai mengusap bahu Luna. Ia tertawa senang mengetahui Luna berteman dengan putra Tuan Hendrik.

"Beruntung apanya? Anakku pasti sering menyulitkanmu, kan? Aku minta maaf atas nama anakku Roy." Tatapan mata Tuan Hendrik terlihat begitu tulus.

"Tidak Om, Roy anak yang baik." Pada akhirnya, Luna tetap harus memuji Roy di depan orang tuanya. Bagaimanapun juga, terakhir kali Roy memang baik padanya.

Setelah percakapan yang cukup lama terjadi, mereka akhirnya selesai dan memutuskan untuk mengakhirinya. Kai dan Luna segera keluar dari ruangan Kepala Sekolah setelah berhasil mendapat izin untuk mengundurkan diri.

"Tunggu, Kai!" Belum lama Ayah dan Anak itu keluar, Tuan Hendrik memanggil mereka dari kejauhan membuat keduanya harus menghentikan langkah kakinya.

"Sampai nanti, Nak!" Kai menepuk kedua pundak Luna sebelum meninggalkannya dan menghampiri Tuan Hendrik yang terlihat berjalan menghampirinya. Sedangkan Luna menyahutinya hanya dengan anggukan kepala sambil menatap punggung sang Ayah yang berjalan menjauh.

"Ikut aku!" Saat dirinya masih fokus menatap sang Ayah, Roy tiba-tiba menggenggam tangannya dengan erat dan menariknya pergi dari tempat itu.

"E-eh?" Luna masih kebingungan dan terus mengikuti langkah kaki Roy yang panjang.

"Roy! Pelankan langkahmu!" Luna kuwalahan mengikuti langkah kaki Roy.

"Apa yang kau lakukan di sana?" Roy menghentikan langkahnya. Ia kemudian menatap wajah Luna dengan tatapan serius.

"A-aku..." Roy tiba-tiba menangkup wajah Luna dengan kedua tangannya.

"Kau baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Kini tatapannya berubah penuh kekhawatiran.

"Apa maksudmu? Aku hanya mengajukan pemindahanku." Luna menjawabnya dengan raut wajah datar lantaran kedua tangan Roy masih berada di sana.

"Apa? Kenapa kau pindah?" Roy menggenggam tangan Luna dengan erat.

"Sejak kapan itu menjadi urusanmu?" Luna menaikkan nada suaranya karena merasa Roy semakin aneh.

"Dengar! Aku benar-benar takut terjadi sesuatu padamu saat para pria itu berusaha menyakitimu di depan mataku. Aku takut tak bisa melihatmu lagi. Kau tau? Selama ini aku mengganggumu hanya karena ingin mendapat perhatian darimu." Napas Roy terdengar tak beraturan. Ia benar-benar terlihat ketakutan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status