Share

About Roy

Roy sebenarnya adalah anak yang baik. Ia memang sering bercanda seolah menindas teman-temannya di sekolah. Namun, semua itu ia lakukan lantaran ia ingin akrab dengan teman-temannya. Sayangnya, banyak dari mereka malah salah paham dengan cara bercandanya. Mereka bahkan takut untuk dekat dengannya mengetahui dirinya adalah anak dari pemilik sekolah.

Di sisi lain, sudah lama ia tertarik dengan seorang gadis di sekolahnya, gadis itu tak lain adalah Luna. Ia sering mengerjai Luna seolah seperti menindasnya. Entah mengapa, ia senang melihat ekspresi Luna yang lucu saat ia mengerjainya.

Hari itu, saat para pria berbaju serba hitam lengkap dengan senjata yang tampak mengerikan datang menyerang Luna. Roy merasa sangat khawatir tidak akan bisa melihat Luna lagi. 

Setelah kejadian itu, Luna bahkan sama sekali tidak terlihat di sekolah. Hal itu membuat Roy begitu takut. Ia bahkan melihat berita di tv tentang penangkapan penjahat yang melibatkan keluarga Luna.

Karena kejadian itu, Roy berpikir untuk mencari cara agar bisa terus terhubung dengan Luna. Hingga akhirnya ia menemukan gelang pasangan berteknologi canggih berbalut emas murni yang bisa menyala saat ditekan.

Beruntung beberapa hari kemudian ia bisa melihat Luna lagi di sekolah. Sehingga ia memiliki kesempatan untuk memberikan gelang itu pada Luna. Perasaan Roy begitu lega saat melihat gadis itu. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk mulai memperlakukan Luna dengan baik.

"Berhenti bercanda! Hahaha." Luna terkekeh. Ia kemudian menjauhkan tubuh Roy darinya.

"Apa aku tampak bercanda sekarang?" Roy kembali menarik tangan Luna. Raut wajahnya terlihat serius membuat Luna menghentikan tawanya.

"Sudahlah! Aku harus pergi sekarang. Aku benar-benar akan pindah dari kota ini." Luna berusaha memberitahu Roy kembali. Namun, raut wajah Roy benar-benar tampak menyedihkan seakan tidak mau berpisah dengannya lagi.

"Kumohon jangan pergi! Tetaplah di sini. Aku berjanji akan memperlakukanmu dengan baik mulai saat ini." Roy menggenggam erat tangan Luna.

"Harusnya dari dulu kau memperlakukanku dengan baik." Luna mencoba melepaskan tangan Roy perlahan.

"Ingatlah untuk menekan gelang ini saat kau merindukanku dan jangan pernah melepaskannya!" Kini Roy memeluk tubuh Luna dengan erat, membuat wajahnya tenggelam di dada bidangnya.

"Lepaskan! Aku benar-benar harus pergi." Luna berusaha keras melepaskan pelukan Roy sembari melirik ke arah di mana sang Ayah berada. Ia takut akan ada yang melihatnya tengah berpelukan dengan Roy. Terlebih Sang Ayah dan Tuan Hendrik berada di tempat yang tidak jauh darinya. Kedua pria itu terlihat sedang terlibat dalam perbincangan serius.

"Maaf aku terlambat mengenalimu Kai." Tuan Hendrik menepuk pundak Kai dengan penuh tekanan.

"Apa maksud anda, Tuan?" Kai mengerutkan keningnya. Ia tidak mengerti dengan maksud ucapan Tuan Hendrik.

"Sebenarnya akulah client TIS yang memintamu untuk menghabisi Jarwo dan anggotanya 20 tahun yang lalu." Tuan Hendrik menatap wajah Kai dengan tatapan tajam.

"Benarkah?" Kedua mata Kai terbelalak. Ia terkejut mendengar ucapan Tuan Hendrik.

"Benar, aku tidak menyangka pria itu masih menyulitkanmu hingga saat ini. Keparat itu bahkan hampir mencelakai keluargamu. Maafkan aku, Kai." Tuan Hendrik menarik napas dalam.

"Ah, kau tidak perlu meminta maaf. Itu sudah menjadi tugasku. Akulah yang ceroboh, tidak melaksanakan tugas dengan baik." Kai bahkan menyunggingkan senyuman pada Tuan Hendrik yang terlihat penuh penyesalan. Ia sendiri tengah mengutuki kecerobohannya karena telah gagal menghabisi Jarwo saat itu.

"Bagaimanapun juga, aku tetap harus minta maaf padamu. Mari terus berhubungan baik mulai hari ini. Aku harap kau dan keluargamu hidup bahagia. Jika kau membutuhkan bantuan apapun, katakan saja padaku!" ucap Tuan Hendrik tulus.

"Terima kasih Tuan. Kau baik sekali padaku. Aku sangat menghargai itu." Kedua pria itu kini terlihat saling melemparkan senyuman satu sama lain.

"Panggil saja namaku!" Tuan Hendrik kembali menekankan suaranya agar Kai mau menurutinya.

"Baiklah Hen! Hahaha." Kini keduanya tenggelam dalam tawa.

"Ayah!" Luna akhirnya berhasil melepaskan diri dari Roy. Ia pun bergegas berlari meninggalkan Roy begitu saja mendekati sang Ayah. 

"Ah, kau datang bersama Roy?" Tak lama setelah itu, Roy terlihat berjalan di belakang Luna mendekati mereka. Luna pun melirik ke arah Roy sejenak.

"Halo Om, saya Roy." Tanpa menunggu perintah dari sang Ayah, Roy langsung berinisiatif untuk memperkenalkan diri pada Kai.

"Wah senang bertemu denganmu Roy, bukankah kita pernah bertemu sebelumnya?" Pernah sekali Kai datang ke sekolah saat Luna mendapat masalah dengan teman-temannya. Saat itu juga Roy lah yang berani meminta maaf pada Kai meski bukan dirinya yang mengerjai Luna.

"Ah iya Om, maafkan saya waktu itu." Roy menunduk malu mengingat kejadian sebelumnya.

"Tidak masalah, dulu aku juga senakal kau saat masih seusiamu hahaha." Kai terkekeh seraya menepuk pundak Roy beberapa kali.

"Apa? Dasar anak nakal! Bagaimana bisa kau menyulitkan anak perempuan seperti itu?" Hal itu tiba-tiba membuat kemarahan Tuan Hendrik tersulut. Ia bahkan hendak memukul punggung Roy.

"Ah hentikan, Hen! Hentikan! Itu tidak seperti yang kau pikirkan. Roy adalah anak yang bertanggung jawab. Dia bahkan berani meminta maaf padaku atas nama teman-temannya." Kai berusaha menepis tangan Tuan Hendrik yang hendak memukul tubuh sang anak.

"Begitukah? Kau tidak membohongiku bukan?" Tuan Hendrik masih terlihat tidak percaya pada anaknya.

"Kau membesarkannya dengan baik, Hen." Kini Kai merangkul tubuh Tuan Hendrik dan membawanya menjauh dari anaknya.

Kedua pria itu berjalan menuju parkiran. Luna pun hendak mengikutinya. Ia juga pergi meninggalkan sekolah mengikuti sang ayah karena sudah mendapat ijin pemindahan.

"Lunaaa!" Roy memanggil nama gadis itu untuk pertama kalinya, membuat Luna menghentikan langkahnya. Perlahan ia memutar kepala ke belakang.

"Ke-kenapa?" Kedua bola mata Luna membulat dengan sempurna menatap pria yang ada di hadapannya.

"Kemana pun kau pergi, aku pasti akan menemukanmu." Roy menyunggingkan senyum termanis pada gadis yang ia sukai itu. Ia bahkan terus menatapnya tanpa berkedip. 

"Coba saja! Kau tak akan menemukanku dengan mudah." Luna kemudian membalikkan tubuhnya begitu saja tanpa menyahuti perkataan Roy lagi. Gadis itu tersipu malu. Cepat-cepat ia ingin menyembunyikan wajahnya yang berubah merah dari Roy.

Luna pun kembali melanjutkan langkahnya meninggalkan Roy yang masih tak bergeming di tempatnya. Ia cukup lama terdiam di halaman sekolah yang luas itu sambil terus memandang punggung gadis yang terlihat semakin menjauh dan hilang dari pandangannya. Ia bahkan tak peduli dengan terik matahari yang menyengat kulitnya.

Sejak saat itu, gadis itu tak pernah terlihat lagi di sekolah. Roy pun menjalani hari-hari di sekolahnya dengan penuh rasa kesepian hingga hari kelulusan. Ternyata memang tidak mudah untuk menemukan keberadaan Luna. Ternyata perkataan gadis itu memanglah benar meski berbagai cara telah Roy lakukan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status