“Papa senang kau pulang, Sam.” Ucap Kenzo Alberto, melirik putranya dari yang saat ini sedang sibuk dengan beberapa dokumen, di sebelahnya.
“Mana mungkin aku berani untuk tidak pulang begitu yang mulia Kenzo Alberto menurunkan titahnya.” Balas Sam, tersenyum kecil sambil meneruskan memeriksa semua berkas yang dibawanya dari perusahaannya di Sydney. Bagaimanapun, kepulangannya yang begitu mendadak ke Jakarta, tentu saja berdampak bagi perusahaan. Jadi wajar jika ada banyak berkas yang tidak rela berpipsah begitu saja dari dirinya.
“Papa sangat bangga melihat mu tumbuh menjadi seorang CEO yang sangat bertanggung jawab seperti ini. Dengan begini papa tidak ragu untuk meminta mu menjaga Oliv.” Seru Kenzo yang kali ini memandang serius kearah Samuel.
Samuel sangat tahu kalau ujung dari basa basi sang papa pasti akan ke bocah yang akan di titipkan kepadanya itu. “Untuk bocah itu papa jangan khawatir. Walaupun Sam belum berpengalaman sebagai ayah, tapi Sam rasa Sam bisa untuk menjadi seorang papa muda. Ya siapa tahu, di sekolahnya kelak ada ibu guru kece yang bisa Sam kecani, kan lumayan, pa.” Ujar Sam, yang tidak terlalu menanggapi serius perkataan sang ayah.
“Sam, sepertinya kau telah salah akan sesuatu. Anak dari mendiang dari James bukan–“ ucap Kenzo terputus sebab putranya itu langsung menyalip ucapannya.
“Bukan anak sekolah maksud papa? Hmm-kalau dia masih kecil.. Hmmm kalau begitu Sam akan carikan babysitter untuknya. Papa tenang saja. Oh ya, papa sudah bertemu denganya?” Tanya Samuel tanpa mengalihkan fokusnya dari semua berkas yang dia periksa.
“Papa sudah bertemu dengannya. Dandi sudah membawanya ke rumah ini, dan papa minta dia untuk istirahat di kamar tamu. Tapi Sam, sepertinya kau-“
“Pa, kalau memang bocah itu sudah ada di rumah ini, ayo tunggu apa lagi. Ayo kita temui dia sekarang. Lagi pula ini sudah masuk jam makan malam.” Lagi-lagi Samuel dengan seenaknya menyalip omongan sang ayah, yang akhirnya membuat Kenzo berpikir lebih baik dia membiarkan Samuel dan Olivia bertemu terlebih dahulu.
"Semoga kau tidak kaget saat melihat keponakan mu, Sam!" Seru Kenzo dalam hati.
***
Di dalam kamar yang super mewah itu, Olivia memandangi foto-foto mendiang ayahnya bersama pria yang bernama Kenzo Alberto yang mengaku sebagai ayah angkat dari sang papa.
Olivia merasa lega, ternyata langkahnya untuk tetap berangkat ke Jakarta adalah sebuah langkah yang tepat. Siapa sangka ternyata di Jakarta dia tidak jadi menjadi gelandangan. Nasib memang berpihak padanya kali ini.
Olivia melihat jam tangannya. Saat ini sudah jam untuk makan malam. Dan sesuai dengan instruksi sang kakek, mereka akan bertemu lagi di meja makan.
Sang kakek akan memperkenal Olivia pada putra sang kakek yang otomatis menjadi om nya Olivia sekaligus wali resmi Olivia mulai saat ini hingga seterusnya. “Sebaiknya aku turun sekarang.” Ucap Olivia kemudian bangkit dan duduknya dan meletakan album foto itu ke atas tempat tidur.
Olivia menuruni tangga dengan penuh semangat. Dia tidak sabar untuk melihat seperti apa gerangan pria yang akan akan menjadi walinya. Karena tadi sang kakek sempat mengatakan kalau Olivia akan tinggal bersama pria itu, di rumah pria itu, bukan di rumah ini.
"Semoga dia sebaik papa." Seru Olivia penuh harap sambil menuruni anak tangga.
Olivia yang sudah sampai di anak tangga terakhir, langsung melemparkan senyum termanisnya pada sang kakek sambil matanya sesekali melihat ke arah pria yang sedang duduk di depan sang kakek yang otomatis hanya punggungnya saja yang bisa Olivia lihat. "Apa dia orangnya?" seru Olivia dalam dati.
“Nah! Akhirnya kau turun juga, Olivia! Ayo kemari. Kakek kenalkan pada om mu!” Panggil Kenzo penuh semangat saat melihat Olivia sudah tiba di ruang makan.
“Ya kek.” Jawab Olivia yang masih dengan sebuah senyum di bibirnya.
"Ternyata memang dia orangnya." Seru Olivia dalam hati dengan seribu tanda tanya tentang pria yang hanya terlihat punggungnya itu.
"Kakek sudah lama di sini?" Tanya Olivia berusaha mengakrabkan diri. Bagaimana pun, pria tua inilah tempatnya berlindung mulai saat ini.
Tapi siapa sangka suara Olivia malah membuat Samuel yang tengah fokus dengan email pekerjaannya tersentak dan reflek berhenti dari semua hal yang sedang ia lakukan.
“Tunggu!! Suara ini?” Seru Samuel dalam hati dan langsung menoleh ke arah Olivia yang sedang berjalan ke arah sofa.
“Kau-?” Samuel dan Olivia sama-sama berdecak kaget saat mata mereka bertemu.
“Kalian saling kenal?” tanya Kenzo saat melihat kejanggalan antara Samuel dan Olivia.
“Tidak!” jawab Olivia cepat.
“Ya!” Jawab Samuel, tidak kalah cepatnya.
Mata Olivia langsung mempelototin Samuel, yang saat ini sedang menatapnya sebuah senyum yang penuh arti.
“Apa kau mengenal Olivia, Sam?” tanya Kenzo bingung setelah mendengar jawaban yang saling kontradiktif dari Samuel dan Olivia.
“Aku memang tidak mengetahui siapa namanya, tapi yang pasti kami pernah-“
“Kami pernah bertemu di sebuah swalayan di Sydney, sebelumnya.” Potong Olivia cepat, sebelum mulut lemes Samuel membuatnya terlihat buruk di mata sang kakek. Olivia tidak ingin karena perkataan yang keluar dari mulut Samuel, dia jadi kehilangan pelindungnya.
Mata Olivia terus mengawasi Samuel. Sementara saat ini, Samuel terus menatap penuh arti ke arah Olivia.
Di dalam pikiran Samuel sebenarnya dia merasa antusias bisa bertemu kembali dengan Olivia. Secara semua kenikmatan malam itu memang sulit dia lupakan.
Tapi di sisi lain, di mata Samuel, sebagai seorang Alberto, Samuel tidak ingin ada cewek gampangan di dalam keluarganya. Hal itu akan merusak reputasi keluarga Alberto. Dan Olivia, di mata Samuel tidak lebih dari seorang cewek gampangan yang sudah di perawaninya. Lantas bagaimana bisa cewek gampangan seperti Olivia menjadi bagian dari keluarga Alberto?
"Jangan pikir karena telah menghabiskan satu malam bersama dengan ku, kau bisa dengan mudah menjadi bagian keluarga ini!" seru Samuel pada Olivia melalui tatapan mata sinisnya.
Samuel memang seorang casanova yang suka bergonta ganti wanita, tapi bukan berarti dia seorang pria yang mengagung-agungkan wanita atau dengan mudah di atur-atur oleh wanita.
Di mata Samuel, semua wanita tidak lebih dari penghangat ranjangnya.
Semua wanita sama! Sama-sama gampangan! Kalau mereka tidak butuh uang, maka artinya mereka tidak lebih dari wanita penggila sebuah percintaan panas di atas ranjang alias hipersex.
Dalam pikiran Samuel, tidak ada wanita yang benar-benar memiliki rasa cinta. Bahkan ibunya pun begitu. Dia tega meninggalkan Samuel yang masih kecil hanya demi seorang pria yang lebih muda dari ayah Samuel. Jadi wajar jika Samuel menganggap semua wanita tidak ada yang baik. Memperlakukan wanita sebagai alat pemuas nafsunya di atas ranjang saja, itu sudah merupakan perlakukan yang sangat terhormat bagi mereka di mata Samuel.
"Mari kita lihat, seperti apa rencananya sebenarnya? Aku malah ragu dia adalah anak dari mendiang putra angkat papa!" Seru Samuel dalam hati. Samuel yang sudah memiliki tujuan yang jelas saat ini, sementara memilih untuk mengikuti alur yang ada.
“Iya, Pa. Kami memang pernah bertemu di swalayan di Sydney secara tidak sengaja.” Ulang Samuel tapi masih dengan tatapan penuh arti pada Olivia.
“Wah! Kalau begitu! Itu namanya jodoh!” Seru Kenzo senang, karena ternyata Samuel dan Olivia telah pernah berjumpa sebelumnya.
“Nah, Oliv, ini anak kakek. Namanya Samuel Mitchell. Ayo kenalan dulu sama om mu.”
Dengan ragu Olivia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan Samuel. Entah mengapa Olivia merasa Samuel berniat buruk padanya. “Aku Olivia.” Ujar Olivia, waspada.
“Samuel.” Jawab Samuel singkat.
“Ya sudah! Ayo kita makan dulu. Setelah itu Olivia kamu ikut sama om Sam mu ini pulang ke apartemennya. Seperti yang kakek katakan kakek akan ke Belanda.” Ujar Kenzo.
“Kek? Apa tidak bisa malam ini Olivia menginap di rumah kakek saja dulu? Besok pas kakek akan berangkat ke Belanda, Olivia akan tinggal di om Sam.” Usul Olivia sambil diam-diam melirik ke arah Samuel dari ujung matanya.
“Kakek itu berangkatnya malam ini, Oliv. Makanya kakek langsung minta om kamu ini pulang dari Sydney untuk jagain kamu. Kamu tenang aja, om Sam akan menjaga kamu dengan baik. Iya kan, Sam?” Kenzo langsung menepuk pundak putranya.
Detik itu juga, Samuel langsung mengarahkan netranya ke arah Olivia sembari menyeringai. Tatapannya lebih mirip seperti seorang pemangsa ke calon korbanya dari pada tatapan seorang paman ke keponakannya. “Tentu saja pa, Sam akan menjaga nya dengan sangat sangat baik.”
Hai kak.. Jangan lupa follow aku ya ^_^. berikan Vote, komen dan like supaya aku semangat ngegibahin Samuel dan Olivia, hahaha. Dan jangan lupa untuk follow media sosial aku ya? cari nama ku saja.. oke.. Salam kenal semua.. muaach!!!!
"Apa benar kau adalah anak dari anak angkat papa ku?" tanya Samuel penuh selidik saat dirinya dan Olivia di tinggal berduaan di ruang makan oleh Kenzo, yang tiba-tiba harus pergi ke ruang tamu sebab ada koleganya yang datang. Olivia yang merasa saat ini dia tidak perlu menyembunyikan dirinya yang sebenarnya di depan Samuel, dengan ketus menjawab pertanyaan yang Samue berikan. "Kau ini sungguh lucu sekali, om Sam! Bukannya orang suruhan mu yang mencari ku, kenapa kau malah mempertanyakan hal ini padaku? Kalau kau ragu, maka tanyakan langsung pada orang mu! Jangan ke aku!" Balas Olivia ttajam. "Akhirnya kau menunjukkan warna asli mu!" ucap Samuel dengan seringai liciknya. "Tapi asal kau tahu, aku tidak akan membiarkan cewek gampangan sepertimu untuk menjadi anggota keluarga Alberto. Jangan kau kira karena papa ku terlihat sayang padamu maka kau bisa menjadi bagian dari kami. Aku tidak ingin kau bermimpi terlalu jauh!" Dengan angkuh, kata-kata itu meluncur dari mulut Samuel. "Tuan Sam
"Brengsek! Aku harus berhati-hati dengan pria tua mesum itu! kalau perlu aku harus tidur dengan mata terbuka." Seru Olivia dalam hati, memandangi Samuel yang pergi menjauh. "Ha?! Aku ada ide!" Olivia mengambil handphonenya, lalu dengan cepat jari-jarinya mencari salah satu online shope yang sudah membumi melangit di negara ini. Seringai licik pun penuh kepuasan pun tersungging di wajah cantik dan imutnya. Sepertinya apa yang dipikirkan oleh otak liciknya, ada di platform yang sewarna dengan baju para tersangka kejahatan di TV-TV. "Aku pesan ini, dan ini!" serunya, masih dengan senyum bak rubah kecil nan licik. "Malam ini aku hanya perlu mencari cara agar om-om mesum itu tidak menerobos masuk ke dalam kamar ku." gumamnya, sambil melihat Samuel yang kini berjalan menuju ke arahnya bersama sang kakek. "Hmm, sepertinya aku ada ide." serunya dalam hati, lalu berlahan tersenyum ramah ke arah sang kakek yang semakin mendekat. "Aku sangat ingin menemani mu lebih lama, Oliv. Tapi apa b
“Turun!!” Seru Samuel dengan tatapan dinginnya ke Olivia. “Disini? Yang benar aja!” balas Olivia tidak percaya kalau Samuel akan menurunkannya di tepi sebuah jalan yang sepi. Mana sudah jam 10 malam! “Aku bilang turun ya turun!” Ulang Samuel, yang sama sekali tidak peduli jika dia tengah menurunkan seorang gadis di tempat yang gila seperti ini. Olivia yang masih punya harga diri pun akhirnya turun dari mobilnya Samuel. “Dasar brengsek!” Seru Olivia sambil menghempaskan pintu mobil Samuel. Samuel menurunkan kaca mobilnya dan menatap Olivia dengan tatapan seorang bajingan yang benar-benar membuat Olivia ingin sekali melemparkan sepatunya ke wajah Samuel. “Alamat rumah ku sudah aku share ke wa mu! Dan satu lagi! Jangan berpikir untuk melaporkan hal ini pada papa ku. Atau kau akan menerima hukuman dari ku! Aku tunggu kau di rumah pukul 11 malam. Kalau kau telat, maka kau tidur di luar.” Seru nya lalu tersenyum bak seorang iblis dan meninggalkan Olivia begitu saja di tepi jalan itu. “
“Hei bro!! Kenapa nggak bilang kalau kau pulang?” seru Bagas sambil menepuk pelan pundak Samuel yang baru saja tiba di diskotik itu. “Mendadak. Maklum bokap.” Balas Samuel Ya, malam itu Samuel tidak pulang ke rumahnya. Dia sengaja mengerjai Olivia untuk lari terbiri-birit ke rumah, sedangkan dirinya malah langsung putar arah ke diskotik yang dikelolah oleh sahabatnya yang bernama Bagas. Diskotik itu sebenarnya satu kesatuan dengan hotel milik keluarga Samuel dan kepulangan Samuel ke Jakarta kali ini salah satunya adalah untuk mengurusi hotel dan diskotik itu. “Bos nggak bilang apa-apa memangnya?” tanya Samuel ke Bryan, tentang kakak tirinya. “Dario, maksud mu?CK! kau ini seperti tidak tahu kelakuan kakak tiri mu itu! Kalau pun dia datang ke hotel atau pun ke bar, kerjanya ya kalau tidak judi, ya paling main wanita sampai pagi.” Jawab Bagas yang terdengar muak membicarakan kakak tiri Samuel. “Kalau begitu aku tidak perlu khawatir. Paling tidak dia masih Dario yang sama.” Sahut Sa
"Sialan!!" Samuel memukul-mukul stir mobilnya berkali-kali saking besarnya rasa kesal yang saat ini di ujung ubun-ubun kepalanya. "Awas saja dia!" serunya masih dengan nada kesal, kemudian melajukan mobilnya untuk pulang ke rumah. Sesampainya di rumah, Samuel langsung melihat tajam ke arah kamar Olivia. "Bagus kalau kau sudah tidur!" ucapnya dengan kilatan mata yang menyimpan sebuah niat nan sangat jahat. Tab.. Tab.. Tab.. Langkah kaki Semuel terdengar sangat jelas di malam nan sunyi dan sepi itu. "Apa dia pikir setelah dia mengadu pada papa, aku tidak mengantarkannya dia sampai rumah malam ini maka malam nya akan berakhir tenang? Bukankah sudah aku katakan jangan mengadu, tapi cewek murahan ini sepertinya sedang menguji ku!! Dikiranya aku main-main dengan ucapanku?" Ndumel Samuel sambil berjalan menuju kamar Olivia. "Kklek.. kleekk!!" Samuel berkali-kali mencoba membuka pintu kamar Olivia tapi sepertinya pintu itu terkunci dari dalam. "Ah, sialan!" umpatnya marah. Tapi kalau
"Ah, Shiiiiit!!" Makinya kesal saat melihat bukannya Olivia yang berada di balik selimut yang ia tarik tadi, melainkan bantal guling yang di susun sedemikian rupa agar menyerupai orang yang sedang tidur. “Dasar cewek sialan!”Makinya lagi dan lagi sambil mengenakan kembali celana yang telah dia buka meski hanya bagian atasnya saja. Masih dengan mode mendumel, Samuel mencari kontak lampu untuk melihat dengan jelas seisi kamar. DIMANA CEWEK SIALAN YANG MURAHAN ITU BERADA! Kira-kita itu yang ada di dalam benak Samuel saat ini. “Tek!” Cahaya sinaran dua lampu yang berada di dalam kamar Olivia langsung memperlihatkan pemandanganya yang menjengkelkan untuk Samuel. Dimana ia melihat ada banyak sekali kertas yang di tempel di berbagai tempat di kamar itu. “Kau mencari ku?” Tulis Olivia di sebuah kertas yang di sertai emoticon mengejek. Kertas ini Samuel dapatkan di meja hias di kamar itu. Samuel langsung meremas kertas itu saking kesalnya. Mata nya kini melirik ke arah kertas yang di temp
Kecuali... “Kau mau diam, atau aku harus menyumbat mulut mu dengan mulutku?” Ancam Samuel yang tentunya sangat manjur. Lihatlah, Olivia yang tadinya merontak dan berteriak, kini terdiam seribu bahasa. “Bagus! Artinya kau masih waras!” Celetuk Samuel yang terus membawa Olivia keluar. “Jangan kau kira kau sudah menang om-om mesum! Lihat saja! Begitu kita sudah di luar rumah, akan ku buat kau dipukuli massa!” Seru Olivia dalam hati, penuh tekad. Tapi sayangnya apa yang Olivia harapkan tidak terjadi. Sebab apa? Sebab entah mengapa suasana di luar rumah bik Inem sangat senyap. Olivia yang tadinya berpikir ia bisa meminta bantuan ke orang-orang yang sekitar, auto tertegun diam. “Lah? Ini orang-orang pada kemana?” serunya dalam hati, menatap heran ke sekeliling. “Apa kau kira aku tidak memikirkan hal ini?” Sebuah senyum smirk tergambar jelas di wajah Samuel. Dia sangat puas melihat Olivia terbengong melihat tiada siapa pun di sana. Olivia yang melihat mobil sudah berada di depan matany
“Pinggirkan mobil mu!” Perintah Olivia yang terus mencoba membuka paksa mobil Samuel. Tapi sayangnya mobil itu telah di lengkapi dengan kunci otomatis yang hanya bisa di buka oleh Samuel. “Kau harus ikut dengan ku!” “Ikut dengan mu? Kau pikir aku bodoh!!” Balas Olivia yang sudah sangat yakin kalau Samuel pasti lah akan berbuat sesuatu yang buruk padanya. “Apa kau takut? Seharusnya kalau kau takut, kau tidak perlu banyak tingkah! Sudah untung aku membiarkan mu untuk tinggal di rumah ku, tapi kau malah sengaja mencari gara-gara dengan ku!” Firasat Olivia semakin tidak enak setelah mendengar kata-kata Samuel. Apalagi ketika Samuel tiba-tiba mengarahkan mobilnya ke arah sebuah jalan sepi. Olivia yang melihat jalanan yang dipilih oleh Samuel adalah jalan yang sepi tentunya langsung panik. “Gawat! Pria ini pasti berniat jahat padaku.” Batinnya, menatap takut pada Samuel. “Kau ini mau kemana sebenarnya?” Tanya Olivia dengan tatapan takut, yang tidak dapat dia sembunyikan. Dia sama sekal