TETANGGA DARI NERAKA

TETANGGA DARI NERAKA

By:  Maulina Fikriyah  Completed
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel12goodnovel
10
7 ratings
13Chapters
3.0Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
Leave your review on App

Bertetangga memang harus saling tolong menolong, tapi bagaimana jadinya jika tetangga depan rumahmu seperti Bu Nurma? Tetangga dari Neraka, yang mana dia selalu merasakan kepanasan saat tetangganya yang lain memiliki hidup yang lebih baik darinya

View More
TETANGGA DARI NERAKA Novels Online Free PDF Download

Latest chapter

Interesting books of the same period

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments
user avatar
Irene Tobing
Thor ini ceritanya sampai sini aja nih? ga ada lanjutan lagi?? udah seru banget nih Thor..
2023-11-04 14:30:14
0
default avatar
widha.87
ini masih lanjut gak thor?? udah nanggung neh trlanjur baca dan trlanjur suka sma ceritanya.. bikin gemes,, emosi,, tapi bikin ngakak juga... baca judulnya aja jadi inget game PC jaman dulu... smangat author!!
2023-02-01 18:14:55
1
user avatar
Husna Mufida
updatenya kapan thor ? ko yang update dikira miskin saat pulang kampung terus
2022-07-30 13:21:14
0
user avatar
Husna Mufida
lama sekali updatenya thor cerita yang ini padahal ditunggu tunggu
2022-06-04 08:29:53
1
user avatar
Purnama Merindu
ditunggu kelanjutannya Thor ......
2022-05-12 00:10:41
1
user avatar
Husna Mufida
bagus banget
2022-05-08 19:49:16
1
user avatar
Maulina Fikriyah
Yuk, baca cerita baruku...️
2022-05-05 05:27:05
0
13 Chapters
Nyinyiran Tetangga
 ***"Wah, ada Neng Nina. Mau belanja apa nih, biar Mamang siapkan!" Mamang Sayur tersenyum ramah di depanku. Suasana gerobak Tukan Sayur yang kebetulan sedang sepi, membuatku leluasa memilih sayuran segar untuk memasak hari ini. Jika dihitung, ini adalah kali kedua aku kembali pulang ke kampung setelah 3 tahun aku mengabdikan diri di kota seberang. Bukan tanpa alasan, aku bekerja banting tulang untuk menyokong hidup Bapak dan Ibu, serta biaya sekolah kedua adikku, Sari dan Dana. Ayah yang notabenenya hanyalah seorang tukang becak, seringkali penghasilannya tidak menentu. Apalagi sekarang Dana sudah menginjak kelas tiga Sekolah Menengah Pertama, dan Sari yang setahun lagi lulus Sekolah Menengah Atas. Setelah lulus Sekolah Menengah Atas, aku berangkat ke kota untuk mengadu nasib. Terbayang wajah Ayah dan Ibu jika aku harus berdiam diri di rumah hanya menunggu jodoh datang. Sudah menja
Read more
Tuduhan hamil
 ***Sepulang dari berbelanja, aku memilih bungkam atas apa yang sudah aku dengar di tempat Mamang. Sekalipun ingin rasanya aku menceritakan pada Ibu apa yang sudah Bu Nurma katakan tentang keluarga kami. Tapi, melihat Ibu yang masih lemas dengan wajah yang semakin memucat, aku lebih memilih menelan semua ucapan pedas Bu Nurma.  Ibu menungguku memasak di dapur. Terkadang aku merasa tidak berguna sebagai seorang anak, bahkan untuk mengolah masakan saja harus dipandu Ibu tentang bumbu-bumbu apa saja yang harus aku pakai. Tapi jujur, aku memang tidak pandai memasak.  "Enak, Mbak?" tanya Sari, dia menarik satu kursi dan mendaratkan bokongnya disana. "Tentu, siapa dulu dong yang masak?" Aku mengangkat kerah baju dan membusungkan dada. "Halah, sama aja kayak Ibu yang masak. Nasib amat punya Mbak nggak bisa masak!" cibir Dana. Aku melayangkan tinju ke le
Read more
Menghadapi Tetangga julid
 *** Aku tertawa mendengar penuturannya. Wanita yang kutaksir seumuran dengan Ayah itu mengerutkan keningnya melihat ke arahku. Mungkin dia pikir aku akan terpancing emosi dan marah-marah nggak jelas karena di tuduh hamil? Oh, tentu tidak! Itu hanya akan membuat orang lain membenarkan ucapan Bu Nurma. Pelan-pelan aku menjelaskan pada ibu-ibu yang kebetulan sedang berbelanja kalau memang kemarin sedang masuk angin saja, buka hamil. Beberapa nampak percaya dengan ucapanku, dan benar saja, beberapa yang lain nampak meragukan kebenaran yang kuucap, terbukti dari bibir mereka yang mencebik. "Jangan suka suudzon, Bu Nur! Hati-hati loh, Putri kan juga perempuan." Bu Tari mulai menimpali. "Ya beda dong! Jangan samakan Putri dengan Nina, lagipula nih ya, Putri itu enggak merantau, kalau hangout juga masih saya pantau. Asal Bu Tari tau, teman-temannya aja berkelas." 
Read more
Dihina Norak
 ***Sesampainya di depan gedung tinggi nan menjulang, aku segera memarkirkan motor dan membawa langkah kaki dengan gesit menuju tempat berlangsungnya interview. Benar saja, ada Putri yang sudah duduk dengan anggun di salah satu kursi tunggu bagi kami, para pejuang amplok coklat. Debar demi debar di dada kurasakan dengan nikmat. Satu per satu dari kami masuk ke dalam ruangan. Hingga tibalah giliranku, setelah Putri yang lebih dulu masuk barusan. "Dih, norak banget! Nggak bakalan deh keterima, gayanya aja kampungan!" cibir Putri lirih, namun indra pendengarku menangkap jelas ucapannya. Aku mengedikkan bahu, malas saja jika harus berdebat di tempat umum begini. Jangan sampai aku memberikan kesan yang buruk padahal diterima kerja juga belum. Melihatku berlalu tanpa menanggapi ucapannya, kulirik Putri mengehentak-hentakkan kakinya. 
Read more
Rejeki tidak Tertukar
 ***Seharian kemarin aku menunggu kabar dari Perusahaan tempatku melamar kerja, tapi memang mungkin benar kata Ibu jika rejekiku bukan disana. Akhirnya hari ini aku memutuskan untuk kembali ke kota mengingat cuti libur yang aku terima sudah usai.Ibu sudah berkutat di dapur menyiapkan segala keperluan yang akan kubawa untuk kembali merantau. Aku membantunya memasak cukup banyak hari ini, karena memang sudah menjadi kebiasaan kalau aku akan kembali ke kota, banyak sekali makanan yang Ibu bawakan mengingat teman-teman di indekos memang terbilang cukup banyak. Agar bisa berbagi, kata Ibu. Dan aku mengiyakan."Kak, hape nya bunyi tuh." Sari keluar dari kamar dan menepuk pundakku lembut. "Daritadi juga, masa nggak dengar?" Aku menggeleng dan berlalu menuju kamar sementara Sari menggantikan posisiku di dapur membantu Ibu.Aku memang masih satu kamar dengan Sari. Meskipun sudah sama-sama dewasa, kami memang masih tidur seranjang m
Read more
PoV Nurma
 Namaku Nurma.Nurma Nur Madinah. Ibu rumah tangga dengan satu orang anak bernama Putri. Suamiku bekerja sebagai supir truk. Seringkali pergi ke luar kota untuk mengirim barang membuatnya pulang terkadang sebulan sekali. Tidak masalah, bagiku uang mengalir deras lebih penting daripada suami di rumah tapi tidak ada penghasilan. Tuh, persis tetangga depan rumah!Keluarga miskin tapi sok terlihat harmonis. Bikin gedek lihatnya. Mentang-mentang aku dan suami lagi berjauhan, tapi kami masih romantis kok. Serius! Yang bikin lebih gedek lagi, anaknya yang sepantaran sama Putri udah pulang dari kota. Lagaknya sok kaya padahal mah miskin ya miskin aja. Lagipula untuk apa anak perempuan bekerja jauh-jauh, bisa-bisa dia hamil di luar nikah kalau pergaulan terlalu bebas. Anakku dong, dia hanya di rumah dan kadang pergi sama teman-temannya yang katanya mau nongkrong. Biar, biar dia merasakan masa muda lebih dulu. Aku bu
Read more
PoV Nurma (2)
 Rasanya bosan sekali seharian nunggu Putri pulang dari melamar kerja. Jantungku susah berdebar-debar membayangkan jika dia tidak lolos. Tidak! Semoga anakku yang diterima kerja disana, bukan Nina.Tok ... Tok ... Tok ....Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Suara dan ketukan pintu membuatku berjingkrak dan dengan gegas menarik handel pintu."Ma, buka pintunya!" teriak Putri.Kebiasaan! Selalu saja teriak-teriak! Mana nggak pernah mau ngucapin salam lagi. Kalau aku ke tetangga depan memang nggak pernah ucap salam kalau mau bertamu. Emangnya mereka siapa sampai patut disopanin?"Jangan teriak-teriak bisa nggak sih?" Aku langsung ngedumel saat pintu terbuka lebar. Kulihat Putri mencebik dan melepas sepatunya asal."Aku capek, Ma," keluhnya. "Ambilin makan dong, sekarang!"Jika bukan ingat kalau dia baru saja melamar kerja, sudah kujitak kepalanya sekarang juga. Kebiasaa
Read more
Office Girl?
 Sesampainya di depan gedung menjulang tinggi. Jantungku berdebar padahal ini bukan kali pertama aku melakukan interview lanjutan. Tapi tetap saja aku merasa takut, bahkan kedua tanganku sudah berkeringat sekarang."Bismillahirahmaniraahim," gumamku menguatkan diri. Bagaimanapun hasilnya, terima dengan ikhlas. Begitulah pesan ibu.Setelah bertanya pada satpam, aku melengang menuju tempat yang berbeda dari interview pertama kemarin. Rasa takut kembali menyerang, aku gugup. Tapi lagi-lagi petuah Ibu membuatku sedikit nyaman.Setelah menunggu giliran, terpanggil juga namaku untuk masuk ke ruang HRD. Kurang lebih tiga puluh menit seorang wanita  mengajukan beberapa pertanyaan yang terkadang membuat kita merasa dibingungkan. Apalagi saat pertanyaan yang memaksa kita memilih jawaban antara kepentingan Perusahaan atau urusan pribadi. Beruntung aku sedikit banyak tau tentang pertanyaan-pertanyaan jebakan seperti ini. Semoga saja aku t
Read more
Masa Lalu
***Aku berbalik dan mendapati sosok Putri sedang berlari ke arahku. Mau apa lagi dia? Baru saja ingin kembali berbalik, Putri sudah mencekal pergelangan tanganku lebih dulu."Apa?" Aku terpaksa berhenti dan menatap wajahnya malas. "Kalau cuma mau nyari ribut mending lain kali aja deh, malu dilihat banyak orang," kataku.Putri mengedarkan pandangan. Dilepasnya begitu saja tanganku dari cengkeramannya. "Aku cuma mau mengingatkan, awas saja ya kalau kamu berkoar-koar di rumah pekerjaanku disini sebagai OG. Aku nggak akan tinggal diam, kamu pasti aku pecat kalau jabatanku sudah naik menjadi Assisten HRD nanti. Ingat itu," ancamnya dengan dada naik turun."Bodoh amat!" Aku berlalu meninggalkan Putri yang terlihat semakin kesal. Aku malas meladeni ucapannya saat ini, inginku segera pulang dan memeluk Ibu dengan erat."Brengsek! Awas aja ya kamu, Nina!" teriak Putri lantang. Terserah dia mau bilang apa, lagipula untuk apa aku mengadu pada Bu Nurma tentang anaknya. Salah-salah justru aku ya
Read more
Nyinyir
***"Serius, Yah?"Ayah mengangguk sambil tergelak. Begitupun Ibu, mereka tertawa menceritakan siapa sebenarnya Bu Nurma di masa lalu Ayah."Jadi ceritanya gagal move on?" tanyaku. Ayah mengedikkan bahu, "Tidak. Hanya saja sepertinya dia suka menggoda Ibu. Dia ingin tau sampai batas mana kesabaran istri Ayah," goda Ayah membuat pipi Ibu merona. Aku tertawa. Beruntung sekali Ibu tidak terlalu mempermasalahkan siapa Bu Nurma pada masa lalu Ayah. Lagipula aku yakin Ibu bukan tipe wanita yang mudah cemburu apalagi Ayah pun tidak pernah menyakiti hati Ibu. Meninggikan suara di depan kami saja tidak pernah. Bagiku Ayah adalah imam paling baik di keluarga kami.***Pagi ini rasanya sungguh berbeda. Hari pertama bekerja dari rumah membuatku begitu bersemangat. Untuk urusan pengunduran diri di Perusahaan lama sudah aku kirim lewat email. Jadi tidak perlu bersusah payah kembali ke kota lagi sementara untuk uang pesangon, pihak Perusahaan akan langsung mengirim ke rekening pekerja dengan batas
Read more
DMCA.com Protection Status