Share

Suara Di Bilik Iparku
Suara Di Bilik Iparku
Penulis: Jingga Amelia

Bab 1

Suara Di Bilik Iparku

(Suamiku di arak warga karena berselingkuh)

**

"Hanum, aku begitu mencintaimu. Kamu bagai candu buatku. Aku harap hubungan kita tidak sampai ketahuan oleh Anisa, istriku. Untung saja Anisa tidurnya kaya kebo, mau gempa sebesar apapun nggak bakal bangun. Jadi aku bisa bermesraan denganmu."

Kuremas dadaku sendiri ketika kudengar suara Mas Akbar merayu Hanum, iparku, istri adiknya sendiri di dalam bilik Hanum yang tengah ditinggal oleh suaminya pergi keluar kota. Aku terbangun saat kurasakan perutku mulas ingin ke kamar mandi, tapi langkahku terhenti ketika mendengar suara mesra dari dalam bilik iparku.

Sejak kapan mereka memiliki hubungan terlarang ini? Bahkan kini mereka berani bermesraan di belakangku. Tega sekali!

Aku yang masih mendekatkan telingaku di daun pintu bilik Hanum seakan lemas tak bertenaga. Bingung, entah apa yang harus aku lakukan sekarang. 

"Tidak akan, Sayang. Hubungan kita akan aman dari Mbak Anisa dan Mas Bara. Mereka tidak akan curiga kalau sikap kita tidak mencurigakan," tandas Anisa dari balik pintu itu, membuatku semakin muak.

Berani sekali ia tidur dengan suamiku, sedang suaminya sendiri tengah mencari nafkah untuknya. Dasar benalu, Bara menitipkannya di rumah ini karena ia tak tega istrinya ada di rumah sendirian, bukan untuk menggoda suamiku!

Ternyata aku salah dengan membiarkan Hanum tinggal di rumah ini, kebaikanku nyatanya dibalas dusta sedalam ini. Jika tahu begini sebulan yang lalu aku tak akan sudi menerimanya di rumah ini.

Tanpa pikir panjang lagi aku lantas mengambil ponsel dan menekan nomor Mbak Mawar, kakak kandung Mas Akbar yang rumahnya bersebelahan denganku.

Kutunggu sejenak hingga telepon di seberang sana di angkat oleh Mbak Mawar.

"Hallo, Nis. Ada apa malam-malam telepon?"

Kulirik jam yang terpasang di dinding. Pukul setengah satu dini hari. Wajar jika Mbak Mawar menanyakan perihal aku menghubunginya.

"Emm ... Anu, Mbak. Tolong, Mbak sama Mas Agus bisa datang ke rumah nggak? Tapi lewat belakang aja, terus jangan berisik. Ada hal penting yang mau aku sampaikan," tuturku sepelan mungkin agar Mas Akbar dan Hanum tak mendengarnya.

Kudengar samar Mbak Mawar membangunkan suaminya, lalu beralih Mas Agus yang berbicara denganku. Kujelaskan detail kejadian yang terjadi beberapa saat yang lalu.

Meski awalnya mereka tak percaya, tapi akhirnya mereka mau menuruti apa yang aku bicarakan.

Aku lantas menunggu mereka di pintu belakang dan berjalan mengendap ke depan bilik yang kusediakan khusus untuk Hanum selama tinggal di rumah ini. Dadaku berdetak cepat, ketika masih kudengar suara menjijikkan dari dalam sana.

Mbak Mawar dan Mas Agus pun saling berpandangan, lalu sedetik kemudian di elus lembut bahuku oleh Mbak Mawar.

Mas Agus mondar-mandir di depan pintu kamar Hanum, sedang Mbak Mawar memegang bahuku yang naik turun karena menahan isak tangis. Hingga akhirnya aku tak sabar dengan sikap kedua manusia yang ada di dalam sana.

Mas Agus pun sepertinya paham dengan perasaanku. Ia lantas mendekat ke arah pintu kamar Hanum dan berteriak.

"Hanum, kamu di dalam?" teriak Mas Agus lantang.

Namun, tak ada jawaban dari dalam bilik itu. Aku yakin di dalam sana Mas Akbar dan Hanum tengah kebingungan karena ada suara Mas Agus.

Hingga akhirnya Mas Agus memutuskan untuk mendobrak pintu kamar Hanum dan nampaklah dua orang yang sangat kami kenal itu tengah berpelukan.

"Astaghfirullah ...." gumam Mas Agus dan Mbak Mawar serentak.

Sedangkan dua manusia yang tengah kedapatan berselingkuh itu hanya bisa duduk di atas ranjang dengan pasrah.

"Apa-apaan ini, Bar, Num?" hardik Mas Agus, dengan menyeret mereka berdua dari dalam kamar.

"Kalian berselingkuh? Perbuatan apa ini? Menjijikkan sekali!" cecar Mbak Mawar.

Amarah mereka semakin terpancing ketika dua manusia itu tak mengelak dengan tuduhan yang dilayangkan Mbak Mawar.

Aku kembali menangis sesegukan, tapi kali ini bukanlah sandiwara melainkan benar dari hati bahwa aku tengah menangis dan sakit hati dengan sikap mereka.

"Tak bermoral! Panggil para tetangga, Dek!" perintah Mas Agus kepada istrinya.

"Mas tolong, jangan. Biar kita selesaikan secara kekeluargaan saja." Mas Akbar memohon, tapi sedikitpun sudah tidak ada lagi rasa kasihan dalam hatiku.

"Persetan dengan kekeluargaan. Sikapmu ini sudah lebih rendah dari binatang. Biar kalian rasakan sendiri, bagaimana rasanya malu. Atau mungkin sudah putus urat malu kalian. Tega berselingkuh di belakang pasangan kalian!" tutur Mas Agus tegas, sedang dua orang itu tak lagi bisa bersuara.

Mbak Mawar lantas menuruti apa yang dikatakan suaminya, membangunkan para tetangga dan ketua RT setempat. Meskipun Mas Akbar adalah adiknya, tapi sepertinya rasa kemanusiaannya lebih unggul dari pada persaudaraannya. Buktinya, Mbak Mawar dan Mas Agus lebih memilih memberikan efek jera pada adiknya sendiri.

Biarlah, aku pun setuju jika manusia tak bermoral seperti ini mendapat balasan yang setimpal atas perbuatan mereka.

"Arak saja! Arak keliling desa!" teriak beberapa tetangga yang telah berkumpul di rumahku.

Mereka berdua gugup, mohon ampun padaku dan juga Mbak Mawar serta Mas Agus. 

"Bagaimana, Anisa?" tanya Mas Agus padaku.

Aku diam sesaat, memandang Mas Akbar nanar. Sedangkan ia mengisyaratkan permintaan maaf kepadaku.

"Arak saja, Mbak, Mas. Aku ridho," tuturku final, membuat suami dan iparku itu tertunduk semakin dalam.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sri Wahyuni
Manusia laknat, telanjangi dan arak aja
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status