Share

Bab 5

Suara Di Bilik Iparku (5)

(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)

**

Aku tak tahu bagaimana jalan fikiran Mas Akbar, bisa-bisanya ia akan melabrak Bu Wati yang sudah mengunggah video saat ia tengah diarak warga karena kedapatan selingkuh dengan Hanum, Iparku. Seharusnya ia malu, bukannya malah melabrak Bu Wati. Aneh memang.

Mas Akbar terlihat sangat marah dan lantas berjalan ke arah rumah Bu Wati yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Aku hanya mengikutinya dari belakang tanpa berniat mencegahnya yang hendak melabrak tetangga kami itu.

"Bu ... Bu Wati. Keluar!" teriaknya lantang di depan pintu rumah Bu Wati, membuatku berhenti seketika di depan pagar rumah Bu Wati.

Tak puas dengan panggilannya yang memekakkan telinga, Mas Akbar pun juga menggedor pintu rumahnya kasar bak orang kesetanan. Hingga tak berselang lama, keluar lah sang tuan rumah dengan wajah tak kalah garangnya dengan Mas Akbar.

"Lho, Mas Akbar. Ngapain, to? Kok berisik banget di depan rumah orang?" ucap Bu Wati marah karena Mas Akbar telah membuat keributan di rumahnya.

"Bu. Sebenarnya apa mau anda sampai menyebarkan video tentang saya semalam?" cecar Mas Akbar sukses membuat para tetangga lainnya ikut keluar lagi dan menghampirinya yang sedang marah-marah di tempat Bu Wati.

Bu Wati tertawa, lalu menyilangkan tangannya di dada.

"Lha memangnya kenapa? Emang semua itu benar, kan? Fakta? Aku nggak mengada-ada, lho," jawab Bu Wati santai.

Memang selama ini beliau terkenal sebagai seorang warga yang kerap membuat keributan dengan menyebar berita-berita yang sedang hangat di lingkungan. Wajar, jika kejadian besar semacam ini tak luput dari bahannya bergosip.

Mas Akbar terlihat semakin marah, ia menatap perempuan yang lebih tua darinya itu dengan tajam. Bahkan sebelum ini kami sangat sopan padanya meskipun ia kerap bergosip yang tidak penting.

"Tapi tidak lantas menyebarkan video itu juga, Bu!"

Aku hanya menggelengkan kepala melihat tingkah mereka berdua, terlebih Mas Akbar. Sepertinya urat malunya sudah benar-benar putus.

Hampir semua tetangga kembali mengerubuti Mas Akbar, tapi kali ini dengan kasus yang berbeda yaitu melabrak tetangganya yang telah memviralkan perbuatannya. Lucu memang.

"Halah memangnya kenapa? Emang dasarnya punya kelakukan bej*t ya sudah ngaku saja, terima konsekuensinya."

"Hapus video itu atau aku akan berbuat yang tidak kamu inginkan, Bu!" hardik Mas Akbar murka.

Bu Wati ikut terpancing, beliau menyingsingkan lengan bajunya dan maju selangkah.

"Apa yang mau kamu perbuat? Katakan? Bahkan seluruh warga di sini pun sudah tau perbuatanmu itu, Mas Akbar yang terlihat berwibawa tapi ternyata berkelakuan busuk," ujar Bu Wati dengan penuh penekanan di akhir kalimatnya.

"Iya, betul."

"Betul banget, tuh."

"Bisa-bisanya selingkuh sama iparnya sendiri, di dalam rumahnya lagi. Nggak punya perasaan."

"Lebih baik ngaca sama perbuatanmu itu, Pak. Nggak usah koar-koar di rumah orang."

Riuh para warga menghakimi Mas Akbar lagi. Aku hanya bisa terdiam melihat kejadian ini dari kejauhan. Sebetulnya aku senang, tanpa perlu turun tangan sendiri nyatanya bisa membuat Mas Akbar malu dan terlihat buruk di hadapan orang lain. Tapi bukankah memang itu atas perbuatannya sendiri? 

Jika sebelum ini mereka sangat memandang hormat Mas Akbar, semenjak kejadian ini sepertinya mereka tak lagi akan memiliki rasa sungkan padanya lagi.

"Kurang bersyukur apa dapet istri Mbak Anisa, bisa-bisanya masih selingkuh sama ipar."

"Kelakuan binatang."

"Sudah Bu Wati, unggah semua videonya ke sosial media biar dia kapok."

Aku tertegun dengan reaksi para warga dengan perbuatan Mas Akbar. Terlebih baru kali ini mereka seakan mendukung aksi Bu Wati gemar menggosip itu. Mungkin perbuatan Mas Akbar benar-benar membuat mereka murka.

Mas Akbar pias, sepertinya ia mulai menyadari bahwa tindakannya keliru. Justru hal ini membuatnya semakin malu.

Ia beringsut mundur, lalu berjalan melewati kerumunan para warga yang didominan oleh para ibu-ibu.

"Eh, mau kemana, Mas Akbar? Malu, ya? Nggak jadi ngelabrak saya?" teriak Bu Watu dari terasnya.

Sedangkan para warga lainnya menyoraki Mas Akbar yang telah berlalu dengan muka merah padam menahan amarah.

"Kalian semua dengar! Akan aku tandai siapa saja yang sudah mengejekku kali ini maka suatu saat kalian akan meminta maaf padaku!" tandas Mas Akbar semakin tak punya rasa malu.

"Huuu dasar pezina!"

"Nggak punya malu!"

Sorak para warga lagi ketika Mas Akbar melewati mereka yang masih berkerumun.

Terbuat dari apa Mas hatimu itu? Seharusnya kejadian ini bisa menjadi pelajaran untukmu, tidak malah menjadikanmu merasa semakin sombong.

"Anisa! Pulang!" teriak Mas Akbar ketika ia sampai di depan pagar rumah kami.

Tak kusangka, ia masih bersikap semena-mena denganku setelah kejadian ini. Apa kejadian ini belum cukup membuatnya sadar? Jika memang iya, akan aku lakukan sampai ia merasa sangat menyesal.

"Mbak Anisa, saya ikut prihatin atas semua yang terjadi semalam. Kami yakin Mbak Anisa pasti kuat," tutur salah seorang ibu-ibu padaku dengan diikuti anggukan kepala oleh beberapa teman lainnya.

Aku hanya tersenyum tipis, membalas perkataan mereka yang begitu tulus memberiku semangat. Tak kusangka, yang awalnya kukira aku pun akan ikut dikucilkan nyatanya mereka malah sangat prihatin kepadaku.

Mereka pun lantas membubarkan diri saat Mas Akbar telah benar-benar masuk ke dalam rumah kami lagi dan tak berani keluar. Namun, aku yang juga hendak meninggalkan rumah Bu Watu tiba-tiba saja terhenti saat sang pemilik rumah memanggilku.

"Ya, ada apa, Bu Wati?"

"Sini dulu, Mbak. Kita ngobrol sebentar," ucapnya dengan mengayunkan sebelah tangannya agar aku mendekat.

Terpaksa, aku pun menurutinya dengan mendekat kearahnya yang masih berdiri di teras.

Dahiku berkerut, apa yang mau Bu Wati bicarakan. Biasanya dia selalu membuat keonaran di lingkungan ini.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status