Share

Bab 4

Suara Di Bilik Iparku (4)

(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)

**

"Istri nggak ada guna! Ditinggal cari nafkah malah selingkuh. Tak main-main selingkuhnya sama kakak kandungku sendiri. Dasar murah*n!" hardik Bara saat ia telah sampai di rumahku pukul sembilan pagi.

Sejak Subuh tadi aku tak beranjak dari tempat dudukku selain hanya mengerjakan sholat Subuh. Sedangkan Mas Agus dan Mbak Mawar hanya pulang sebentar untuk mengurusi anak-anak mereka yang hendak berangkat ke sekolah.

Pernikahanku dan Mas Akbar yang berjalan hampir dua tahun ini juga belum dikaruniai seorang anak, pun begitu juga dengan pernikahan Hanum dan Bara. Mereka menikah setahun yang lalu, tapi Tuhan belum menitipkan buah hati pada mereka.

"Mas, maaf. Aku khilaf," bela Hanum ketika kedua mata Bara mulai memerah karena amarah pada istrinya itu.

Mas Akbar hanya tertunduk dalam, sepertinya ia benar-benar telah menyesali perbuatan hinanya itu. Tapi entah, ia hanya berpura-pura menyesal atau memang menyesal.

"Khilaf katamu? Bahkan aku pun tak tahu kamu sudah melakukannya berapa kali," tandas Bara lagi, membuat suasana semakin panas.

Aku hanya bergantian menatap Mas Akbar dan Hanum, mereka bagai pesakitan yang tengah diadili di tengah pengadilan.

"Mas Akbar. Kataka dengan jujur, sudah berapa lama kalian berhubungan?" ucapku menanyai suamiku tercinta itu karena aku merasa kedekatan mereka selama ini tak begitu berarti. Aku hanya menganggapnya wajar karena memang Mas Akbar adalah tipe seorang kakak yang pandai mengayomi adik-adiknya.

"Dek, sudahlah. Maafkan aku dan Hanum. Kami tidak akan mengulanginya lagi," elaknya tak mau menjawab pertanyaanku.

Aku melengos, tak puas dengan jawabannya. "Berapa lama?" tandasku lagi menegaskan.

"Dua bulan."

Kami serentak mengucap istighfar saat Mas Akbar mengatakan kesaksiannya bahwa hubungan mereka telah terjalin selama dua bulan ini. Mereja benar-benar keterlaluan, bahkan saat Bara belum meninggalkan Hanum ternyata mereka telah memiliki hubungan spesial di belakang kami.

"Oh, jadi ini alasanmu merengek minta tinggal di tempat Mbak Anisa dan kakak lelaki ku ini?" tandas Bara kepada istrinya.

Kami semua tahu, Bara orangnya keras, galak dan garang. Ia tak akan segan marah oada seseorang jika orang itu telah terbukti bersalah, meskipun anggota keluarganya sendiri pasti ia akan memarahinya.

Baru kenal dua tahun saja aku sudah hafal sifatnya, lantas bagaimana dengan Hanum selaku istrinya? Seharusnya ia lebih hafal dengan sifat suaminya, tapi bagaimana bisa ia melakukan perbuatan buruk seperti ini?

"Tidak, Mas. Aku memang takut tinggal di rumah sendirian."

"Bohong!"

Kami semua terdiam saat Bara membentak istrinya, bahkan segarang-garangnya Mas Akbar ia sama sekali tak pernah membentakku seperti itu.

"Kemasi barang-barangmu, kita pulang sekarang. Selesaikan di rumah!" Lagi, Bara membentak Hanum hingga istrinya itu beringsut mundur dari tempatnya semula berdiri.

"Aku sebagai kakak tertua di keluarga ini memohon dengan sangat agar berita ini tak tersebar ke telinga orang tua kita masing-masing. Cukup lah menjadi pelajaran untuk kita semua agar tak terulang di kemudian hari. Perkara bagaimana kelanjutan rumah tangga kalian, itu hak kalian masing-masing. Yang pasti, selesaikan masalah kalian dengan kepala dingin dan jangan lantas menghubungi orang tua dengan alasan perselingkuhan kalian. Kalau pun nantinya orang tua kita masing-masing tahu, setidaknya jangan sampai membuat mereka terbebani dengan aib kalian. Bicarakan masalah ini jika waktunya sudah tepat."

Sungguh bijaksana Mas Agus, meskipun hanya kakak ipar tapi ia sangat bijaksana dan bisa merangkul adik-adiknya. Aku paham, ibu mertuaku punya riwayat penyakit jantung. Itulah sebabnya Mas Agus meminta kami semua untuk bungkam hingga waktunya tepat.

Hanum berjalan tertatih mengikuti suaminya masuk ke dalam mobil, sedang Mbak Mawar memilih bungkam sedari pagi tadi. Aku yakin ia pasti kecewa dengan sikap adiknya yang tak bermoral, terlebih ia adalah kakak tertua di keluarga Mas Akbar.

Rumahku kembali hening setelah kepergian Hanum, Bara, Mas Agus dan Mbak Mawar. Hanya aku dan Mas Akbar yang masih terduduk di sofa ruang tamu sejak tadi. Sebenarnya perutku sudah mulai keroncongan karena kedua mata ini dipaksa harus terjaga sejak pukul setengah satu dini hari tadi. Tapi rasanya mulutku tak berselera makan tiap kali teringat Mas Akbar diikat tangannya dengan Hanum dan di arak keliling desa. Hatiku sakit, patah tak berbentuk.

"Dek ...."

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu lagi, panggil aku Anisa saja," kataku memotong perkataannya.

Bukan tanpa alasan, panggilan itu memang aku yang meminta sejak pertama kali ia meminangku. Dan kini, aku rasa panggilan itu tak perlu lagi ia sebut karena hatinya sudah bukan milikku lagi.

"Tolong. Beri aku ampun. Aku janji akan berubah, tak akan melakukan apapun yang akan menyakiti hatimu," tandasnya dengan mendekat kearahku dan berusaha meraih tanganku, tapi aku lantas menepisnya yang hendak menggenggam telapak tanganku.

Ia kembali tertunduk, selama dua tahun pernikahan ini ia begitu acuh padaku, aku kira ini hanya soal watak, tapi ternyata hatinya pun tak ubahnya seperti serigala berbulu domba. Menusukku secara perlahan tanpa ampun.

Triinngg

Sebuah notifikasi ponselku menyala, aku lantas mengambil benda pipih itu dan melihat siapa yang telah mengirimkan pesan padaku.

Ternyata, bukan seseorang menghubungiku secara pribadi melainkan seseorang mengirimkan sebuah video ke dalam grup ibu-ibu di desaku.

Viral! Mas Bara istri Mbak Anisa tengah diarak warga karena ketahuan berselingkuh dengan iparnya.

Bu Wati mengirimkan sebuah video dengan durasi sepuluh menit dan dengan catatan yang terasa sangat menyayat hati.

"Lihat, kelakuanmu bahkan sudah viral di luar sana."

Kutunjukkan layar ponselku padanya, tepat saat video ketika dirinya dan Hanum di arak oleh warga dengan disumpah serapahi oleh warga lainnya terputar. Hatiku puas sekaligus sakit, ketika aib keluargaku kini menjadi konsumsi warga.

Huufftt haaahh

Biarlah, setidaknya Mas Akbar telah merasakan karma instan dari apa yang telah ia lakukan.

"Kurang ajar! Bu Wati sudah mempermalukanku! Aku akan membuat perhitungan dengannya!" sentak Mas Akbar dengan lantas berdiri dan berjalan ke luar rumah.

Mulutku menganga melihat reaksi Mas Akbar. Apa ia benar-benar yakin, akan melabrak Bu Wati atas penyebaran video ini? Bukannya ia hanya akan malu sendiri nantinya?

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yupah Mae Zikin
masih untung itu baru diarak krn seharusnya pezina dirajam dicambuk dilempari batu dgn keadaan setengah tubuh ditimbun didalam tanah
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status