Suara Di Bilik Iparku (6)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**
Tubuhku masih tertegun di depan pintu masuk rumah saat baru saja pulang dari rumah Bu Wati. Tepatnya setelah mengikuti Mas Akbar yang baru saja melabraknya yang sudah menyebarkan videonya saat diarak warga karena berselingkuh.
Pikiranku berkecamuk, memikirkan perkataan Bu Wati mengenai rumah tanggaku dan Mas Akbar.
Aku menarik nafas panjang, saat mengingat kejadian beberapa saat yang lalu.
"Mbak, sebenarnya gimana, sih? Kok Mas Akbar bisa selingkuh? Sama iparnya pula."
Astaga. Aku kira mau membicarakan apa, ternyata dia hanya ingin mengorek informasi dariku. Belum juga kering luka di dalam hatiku, Bu Wati sudah berusaha memperdalam lukanya lagi.
Bu Wati, adalah seorang janda dengan harta yang terbilang cukup banyak di lingkungan ini. Berbekal dengan usaha tinggalan suaminya yang telah meninggal, ia tak perlu repot-repot lagi mencari uang meski anak-anaknya masih sekolah di perguruan tinggi.
"Em ... Aku nggak tau, Bu. Semua terjadi begitu aja," jawabku singkat karena memang sedang tak ingin membahas masalah itu lagi.
Bu Wati mencebik, lalu mengibaskan tangannya yang ada beberapa gelang terpasang di sana.
"Lho, kok bisa nggak tau. Jadi istri itu yang peka, ngerti sama gelagat suaminya yang mencurigakan. Masa bisa sampai kecolongan seperti itu. Di rumah sendiri pula," tandasnya semakin memojokkanku.
"Kalau jadi aku ya, Mbak. Punya suami itu dijaga, diperhatiin, biar kalau ada apa-apa yang mencurigakan aku bisa langsung paham," ujarnya lagi.
"Introspeksi diri sendiri, kurangnya apa, kok bisa suaminya selingkuh. Terlebih sama iparnya sendiri. Parah banget."
"Sudah, Bu? Kalau sudah saya mau pamit pulang dulu," kataku tanpa memperdulikan semua perkataannya.
Bukan aku tak bisa menjawab tuduhan dan pernyataannya tentangku, tapi memang saat ini aku benar-benar sedang tak ingin berdebat dengan siapapun. Lagipula, menurutku Bu Wati terlalu lancang dengan mencampuri urusan rumah tanggaku.
"Lhooo ... Diajak ngobrol malah ngibrit pergi. Nggak sopan. Pantas aja suamimu selingkuh! Kamunya aja ternyata kaya gitu!" teriak Bu Wati ketika aku telah berhasil melewati pagar rumahnya.
Hatiku kembali geram, ternyata apa yang terjadi dalam rumah tanggaku ini ada pihak yang juga menyalahkanku.
Benarkah kalau memang karena sikapku sendiri? Sehingga Mas Akbar selingkuh dengan Hanum?
Huufftt haaahh
Kudorong pintu rumah pelan, berusaha menahan air mata yang telah menggenang di pelupuk mata. Tak ada seorang pun yang tau tentang seluk beluk rumah tanggaku, pun bagaimana sikap Mas Akbar kepadaku saat di rumah.
Memang kuakui di mata masyarakat Mas Akbar adalah sosok lelaki yang sangat dikagumi banyak orang. Pembawaannya yang santai dan wibawa membuatnya sangat disegani oleh para tetangga sekitar.
Namun, apa yang terjadi di dalam rumah nyatanya sangat berbanding terbalik dengan apa yang ia suguhkan di luar rumah. Bagai bermuka dua, saat Mas Akbar terlihat manis ketika dihadapan orang tapi terlihat acuh ketika bersamaku, istrinya.
Meskipun begitu, tak jarang Mas Akbar juga bersikap manis kepadaku meskipun hanya bisa dihitung dengan jari.
"Astaga. Apa-apaan ini?" kataku ketika melihat seisi rumah berantakan bak kapal pecah sedangkan tak kulihat keberadaan Mas Akbar.
Aku berjalan menyusuri rumah, melihat sekeliling yang sama berantakannya dengan ruang depan.
"Sudah puas kamu!"
Tiba-tiba saja aku terlonjak saat suara bariton Mas Akbar mengagetkanku, rupanya ia tengah terduduk di dalam kamar bekasnya memadu kasih dengan Hanum.
Aku menatapnya yang terlihat sangat marah, "sudah puas kamu membuat suamimu ini malu? Diarak keliling desa, dihina tetangga, direndahkan. Kamu puas sekarang?" cecarnya menghakimiku.
Namun, bukan rasa takut lagi yang aku rasakan. Melainkan rasa puas ketika ia marah karena merasa malu atas perbuatannya.
"Puas, sangat puas. Terlebih saat semua pasang mata melihatmu yang tengah digelandang warga karena perbuatan hinamu dan Hanum. Itu belum seberapa, Mas. Masih ada banyak kejutan yang akan menunggumu setelah ini. Apa kamu tidak berfikir kalau apa yang kamu dapatkan ini adalah hasil dari perbuatanmu sendiri? Semua tak akan seperti ini jika kamu tidak berselingkuh, kan?" tandasku telak.
Ia semakin terlihat marah, lalu berdiri dan menghampiriku. Wajah garangnya terlihat sangat menakutkan, tapi sekarang bukan saatnya lagi aku takut dengannya melainkan perbuatan buruk serta semena-menanya ini harus dilawan. Ternyata diamku selama ini dijadikan hal lumrah untuk Mas Akbar hingga ia berani berbuat curang kepadaku.
"Katakan sekali lagi!" tandasnya saat ia sampai di depanku.
Aku membalas tatapan tajamnya, kini aku bak menjelma seperti seekor singa yang baru saja diberi kebebasan oleh tuannya.
"Aku puas. P-u-a-s! Sangat puas!"
Plakkk
Satu tamparan keras Mas Akbar layangkan di pipi kiriku hingga membuat badanku sedikit terhuyung kesamping.
Kukepalkan tanganku dan beralih menamparnya secara bergantian.
"Panas di pipiku ini tak sebanding dengan rasa sakit dan terbakarnya di dalam hati sini. Kamu dengar! Adapun aku sekarang masih bertahan di rumah ini, semua ini karena orang tuamu yang mengidap penyakit jantung! Andai aku tak punya perasaan pasti saat ini juga aku sudah melabrak kediaman orang tuamu dan mengatakan yang sebenarnya."
Ia terlihat pias ketika aku mengatakan tentang orang tuanya. Apa sebelum ini ia sama sekali tak memikirkan tentang perasaan orang tuanya? Hingga ia dengan teganya meniduri istri adiknya sendiri? Benar-benar bejat.
"Kenapa diam? Jawab! Apa perlu aku menelepon ibumu sekarang? Iya? Baiklah ... Aku akan telepon sekarang, ya," tandasku mengancam, padahal sejujurnya aku pun tak tega jika saat ini harus berkata jujur pada mertuaku.
Mas Akbar bagai orang yang kehilangan akal, sebentar baik, sebentar jahat, bahkan sebentar kasar, sebentar berubah menjadi lembut. Ia jatuh tersungkur di depanku, memegang kedua lulutku dengan air mata menggenang di kedua matanya.
"Maaf, aku minta maaf ...."
Air matanya tumpah, ia menangis sesegukan dengan terus memegangi lututku. Haruskah aku memaafkannya? Tapi, rasa sakit yang ia torehkan ini terlalu dalam untuk kumaafkan.
Suara Di Bilik Iparku (7)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Minta maaf katanya? Mudah sekali ia bicara tanpa memikirkan perasaanku yang telah dilukainya dengan perselingkuhan yang ia lakukan dengan ipar sendiri. Jika semudah itu ia mengucapkan maaf, maka seharusnya pula aku mempersulit keadaannya."Dek, aku minta maaf," ucap Mas Akbar lagi ketika aku tak kunjung menjawab perkataannya.Aku melepas tangannya, lalu mundur selangkah darinya."Kenapa? Kamu takut kalau orang tuamu tahu tentang perbuatanmu itu? Maaf, sayangnya teleponku sudah terhubung," jawabku dengan menunjukkan layar ponsel yang sudah terhubung ke nomor ibu mertuaku.Dia boleh berbuat salah dan juga menyakiti hatiku, tapi dia lupa kalau setiap orang punya batas kesabaran dan rasa dendam masing-masing. Aku tak dendam, hanya ingin dia merasakan sakit seperti apa yang aku rasakan."Hallo," ucap seseorang di seberang sana membuat k
Suara Di Bilik Iparku (8)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Aku bukan terlalu sabar dan bucin alias budak cinta meskipun telah diselingkuhi oleh suamiku, melainkan aku tak terima saja jika langsung mengajukan perceraian dengan Mas Akbar. Bukannya menuntut balas atas semua perlakuannya jauh lebih menyenangkan?"Oh, baju dan parfum dari adik iparmu, ya? Kasihan sekali ya adikmu, Mas. Harus berbagi istri denganmu. Kakaknya terlalu serakah," ucapku ketika Mas Akbar memamerkan baju serta parfum pemberian Hanum."Mas, Mas ... Selingkuh sama adik ipar sendiri kok bangga. Jadi kakak benar-benar nggak punya hati, ya? Miris banget. Untung adiknya kuat mental," tandasku lagi membuatnya pias seketika.Aku lantas melanjutkan langkah keluar rumah dan bergegas ke kantor bank terdekat guna mengusut isi rekening Mas Akbar. Ia tak akan tahu, kalau diam-diam aku akan mencetak buku rekening miliknya. Dengan begitu, aku bisa
Suara Di Bilik Iparku (9)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Mbak, kalau bisa tolong pindahkan 80% uang di dalam rekening ini ke dalam nomor ini, ya. Maaf, tadi suamiku, yang memiliki rekening ini berpesan begitu. Beliau tidak bisa hadir sendiri ke bank karena sedang ada urusan yang sangat penting," tuturku saat petugas bank itu tengah mengecek rekening Mas Akbar.Aku memang sengaja sedikit berbohong agar semua yang kulakukan ini terlihat lebih meyakinkan.Petugas itu pun mengangguk, lalu kembali fokus pada layar komputernya. Mungkin hal ini bisa saja terjadi karena aku memegang surat kuasa yang ditanda tangani oleh Mas Akbar sendiri. Syukurlah, seakan alam pun ikut merestui ketika aku tengah di sakiti oleh Mas Akbar.Aku tergagap, lamunanku buyar ketika sopir taksi yang kukendarai menginjak pedal rem kuat."Oh, maaf, Mbak. Itu tadi ada anak kecil tiba-tiba lari," katanya meminta maaf padaku
Suara Di Bilik Iparku (10)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Hanum**Aku ingin mati! Tidak ada gunanya aku hidup! Semua sudah sia-sia!"Buka mulutmu! Kamu bisu!" hardik Mas Bara untuk kesekian kalinya ketika ia mendesakku agar berkata jujur perihal hubunganku dengan Mas Akbar, kakak kandungnya.Air mataku sudah tak dapat lagi keluar setelah sepanjang perjalanan pulang Mas Bara memakiku dengan segala sumpah serapah. Kini, aku tengah duduk tersungkur di bawah kakinya yang lagi-lagi memakiku hingga telah habis harga diriku."Dasar murahan, lebih baik kamu kaw*n sana sama kuda jantan biar puas sekalian! Jadi perempuan nggak ada bersyukurnya!" teriak Mas Bara lantang. Memang kuakui aku terlalu gegabah dengan mengikuti alur perasaanku pada kakak iparku, sehingga kini aku menuai apa yang telah kuperbuat."Aku kurang apa? Katakan! Semua kebutuhan dari ujung rambut hingga ujung kaki sudah kupenuhi,
Suara Di Bilik Iparku (11)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Hanum II**Aku mengepal tangan kuat ketika Mas Bara lebih membiarkanku mati daripada membelaku. Apa dia sudah tidak cinta denganku sehingga tidak mau memperjuangkanku?Dasar Mbak Anisa, gara-gara dia sekarang aku harus seperti ini. Lagian kenapa sih Mbak Anisa harus sekatrok itu membiarkan aku dan Mas Akbar diarak warga? Bukannya jaman sekarang itu udah biasa seorang suami suka sama perempuan lain? Dianya saja yang tidak bisa memuaskan suaminya, pakai nyuruh-nyuruh Mas Agus sama Mbak Mawar ngarak aku sama Mas Akbar segala. Lihat saja, aku nggak bakal terima kalau sampai rumah tanggaku dengan Mas Bara hancur karena ini!"Kenapa diam? Mati sana kalau mau mati. Mau aku pasangkan dulu talinya buat gantung diri?" cecar Mas Bara membuatku semakin muak.Suami apa dia? Harusnya aku mengancam seperti itu dia luluh, tidak malah menyuruhku seperti
Suara Di Bilik Iparku (12)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**[Bara, apa kamu tahu kalau setiap bulannya Mas Akbar transfer uang ke rekening Hanum?]SendKuhela nafas panjang, aku harus memastikan apakah Bara tahu tentang uang yang selalu suamiku kirimkan untuk istrinya. Jika ia tidak tahu, maka mereka berdua benar-benar keterlaluan.Tak hanya tubuh saja yang mereka bagi, melainkan juga materi. Apa Mas Akbar dan Hanun sama sekali tidak punya hati? Membagi seluruh kepunyaan kami. Apa belum cukup semua yang telah akudan Bara lakukan kepada mereka. Keterlaluan!Sekitar sepuluh menit, tak kudapatkan balasan dari Bara. Karena hari sudah menjelang malam, aku memutuskan untuk beranjak dan masuk ke dalam kamar mandi untuk membasuh tubuhku yang sangat penat ini.Gemericik air yang mengalir lewat kran membuat pikiranku sedikit lebih tenang, dinginnya air yang mengguyur tubuhku seakan mengangkat sediki
Suara Di Bilik Iparku (13)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Mbak, Mas. Aku sama Anisa ikut mobil kalian saja, ya. Badanku sedikit kurang enak badan, nggak kuat nyetir sendiri," tutur Mas Akbar ketika kami telah berkumpul di depan rumah Mas Agus hendak berangkat ke rumah orang tuanya.Kedua kakaknya itu hanya terdiam, lalu masuk ke dalam mobil fortuner miliknya."Anisa, kamu di belakang sama aku, ya." Mbak Mawar meneriakiku dari seberang mobil, sedangkan Mas Agus telah lebih dulu masuk ke dalamnya.Hatiku miris, ketika melihat Mas Akbar benar-benar diacuhkan oleh kakaknya. Aku hanya tersenyum, lalu masuk ke dalam mobil mengikuti Mbak Mawar. Selama ini Mas Akbar tak pernah mengijinkan aku untuk belajar menyetir mobil, katanya hanya kan membuang anggaran rumah tangga kalau sampai aku minta dibelikan mobil sendiri.Kami berjalan dalam diam, terlebih dengan Mas Agus yang duduk bersebelahan deng
Suara Di Bilik Iparku (14)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Kutundukkan kepalaku di atas pusara ibu mertuaku. Tangisan pilu Mbak Mawar dan Wulan masih terdengar jelas di telingaku.Mereka sangat kehilangan wanita yang telah melahirkannya itu. Terlebih kepergian ibu sangat mendadak dan juga sedikit banyaknya atas tragedi yang menimpa anak lelaki dan menantu perempuannya.Miris, ketika nyawa seorang ibu harus melayang karena ulah anaknya sendiri. Mas Akbar dan Hanum benar-benar tak punya hati. Mereka seakan hanya memperdulikan hasrat dan nafsunya saja tanpa memperdulikan perasaan orang-orang terdekatnya.Entah, akan jadi apa manusia seperti mereka. Kini, bahkan orang yang paling berjasa dalam hidup mereka harus meninggalkan kami terlebih dahulu karena rasa sakit dalam hatinya yang ia bawa sampai mati.Dua hari berselang setelah aku mundur dari menantu keluarga ini ibu sakit parah dan akhirnya mengh