Share

Bab 7

Suara Di Bilik Iparku (7)

(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)

**

Minta maaf katanya? Mudah sekali ia bicara tanpa memikirkan perasaanku yang telah dilukainya dengan perselingkuhan yang ia lakukan dengan ipar sendiri. Jika semudah itu ia mengucapkan maaf, maka seharusnya pula aku mempersulit keadaannya.

"Dek, aku minta maaf," ucap Mas Akbar lagi ketika aku tak kunjung menjawab perkataannya.

Aku melepas tangannya, lalu mundur selangkah darinya.

"Kenapa? Kamu takut kalau orang tuamu tahu tentang perbuatanmu itu? Maaf, sayangnya teleponku sudah terhubung," jawabku dengan menunjukkan layar ponsel yang sudah terhubung ke nomor ibu mertuaku.

Dia boleh berbuat salah dan juga menyakiti hatiku, tapi dia lupa kalau setiap orang punya batas kesabaran dan rasa dendam masing-masing. Aku tak dendam, hanya ingin dia merasakan sakit seperti apa yang aku rasakan.

"Hallo," ucap seseorang di seberang sana membuat kedua netra Mas Akbar melebar.

Ia lantas berdiri dan berusaha merebut ponselku, tapi secepat kilat aku lantas menjauhkannya dari Mas Akbar.

"Hallo, Bu. Apa kabar?"

"Baik, Nak. Kalian apa kabar? Tumben telepon Ibu, ada apa? Kalian baik-baik saja, kan?" tutur ibu dari seberang.

Mas Akbar terlihat marah, mungkin ia berfikir bahwa aku tak menghargai permintaan maafnya. Tapi apa peduliku? Saat ia sendiri saja tak menghargaiku sebagai seorang istri.

"Em, tidak, Bu. Anisa hanya kangen, sama mau mengabarkan sesuatu," ungkapku dengan terus melihat ke arah Mas Akbar.

Aku ingin lihat, seberapa takut ia jika kabar ini kusampaikan pada orang tuanya. Terlebih ibunya punya riwayat jantung. Seharusnya ia tak macam-macam, apalagi selingkuh dengan istri adiknya sendiri. Dasar menjijikkan!

"Ya, katakan saja. Ada apa?"

"Jadi begini, Bu. Mas Akbar dan Hanum kedapatan ...."

Tutt tutt tutt

"Astaghfirullah ...." Aku memekik saat tanganku ditangkis oleh Mas Akbar hingga ponselku terjatuh dan sambungan telepon terputus.

Kedua netraku lantas menatapnya tajam, ia sudah benar-benar keterlaluan. Tak hanya menyakitiku secara fisik dengan tamparannya beberapa saat yang lalu, melainkan juga hatiku yang berulang kali ia porak-porandakan.

"Lancang kamu, ya!" hardik Mas Akbar dengan mengepalkan tangannya.

Dulu, aku memang seorang istri yang sangat penurut, lemah lembut dan sangat menyayanginya beserta semua keluarganya. Tapi dua tahun pernikahan ini, kerap kudapatkan sikap acuh darinya. Bahkan lebih parahnya setelah ia ketahuan tengah berselingkuh dengan iparnya sendiri. Aku sudah muak, rasa di hatiku sudah mulai terkikis karena sikapnya.

"Kenapa? Mau menamparku? Atau mau memukulku? Silahkan! Apa belum puas kamu menyakiti hatiku dengan menuduri istri adikmu sendiri? Selama ini aku sudah sabar dengan semua sikap acuhmu, tapi apa aku harus terus menerus bersabar? Terlebih saat semua kebusukanmu terbongkar, kamu malah dengan beringasnya menghancurkan rumah dan bahkan menamparku. Lalu, kamu mau apa lagi? Silahkan kalau mau menamparku lagi? Sekalian aku buat bukti ke kantor polisi!" cecarku panjang lebar membuatnya membisu seketika.

"Apa ini yang kudapatkan atas semua baktiku padamu selama ini?" Lagi, aku memarahinya tanpa ampun.

Bukan perihal tentang perselingkuhan ini saja, tapi sikapnya yang arogan membuatku sangat tak ingin lagi bersikap sabar terhadapnya. Sudah cukup penindasan yang ia lakukan padaku, sudah saatnya aku bangkit.

"Ini bukan Anisa yang aku kenal," jawabnya singkat dengan tetap menatapku marah.

Aku tak lantas takut dengan tatapannya yang terlihat garang itu, justru hal itu semakin membuatku berani untuk terus melawan penindasan ini. 

"Sama! Ini juga bukan Mas Akbar yang kukenal, di mana dengan rendahnya ia berani meniduri istri dari adiknya sendiri. Dasar murahan!" bentakku, lalu aku beranjak menjauh darinya. Masuk ke dalam kamar dan membanting pintunya kasar.

Bahuku terguncang, dadaku terasa sangat sesak setelah dengan susah payah aku menahan tangis sejak tadi. Wanita mana yang kuat jika suaminya berbuat demikian kepadanya? Sekuat-kuatnya wanita, pasti ia akan menangis pula bukan jika disakiti sedalam ini?

Kutumpahkan segala rasa di dalam hatiku hingga air mataku tak keluar lagi dari kedua mataku. Hatiku perih, terlebih saat mengingat ketika Mas Agus mendobrak pintu kamar Hanum dan mendapati mereka tengah memadu kasih.

"Ya Tuhan ... Apa salahku, sehingga suamiku bersikap demikian padaku," gumamku lirih dengan perasaan yang telah benar-benar hancur.

Aku bangkit setelah beberapa saat terbaring di atas ranjang dengan air mata yang telah membasahinya. Kupandangi diriku sendiri di depan cermin.

Usiaku masih terbilang muda, hanya berjarak sekitar dua tahun dari Hanum. Badanku juga masih bagus seperti Hanum karena kami sama-sama belum menikah. Lalu, kenapa Mas Akbar memilih berselingkuh dengannya? Apa kurangku? Seharusnya ia membicarakan hal ini baik-baik, bukan? Tidak lantas dengan gampangnya berselingkuh dan lebih parahnya tidur dengan wanita lain.

Tunggu, sepertinya ada hal yang harus aku urus terlebih dahulu. Jangan-jangan selama ini Mas Akbar pun juga mengirimi Hanum uang? Karena tidak menutup kemungkinan ia juga akan mengirim uang pada selingkuhannya itu.

Gegas aku mengambil buku rekening milik Mas Akbar dan juga surat kuasa yang telah ia buatkan untukku jika sewaktu-waktu rekeningnya bermasalah dan harus melibatkanku. Syukurlah, seakan Tuhan juga merestuiku ketika perbuatan buruk Mas Akbar terbongkar.

Kubuka kenop pintu kamar, suasana rumah masih sama berantakannya dengan tadi. Sedangkan si pembuat onar tak kulihat keberadaannya. Mungkin ia tengah menerung meratapi kesalahannya, atau bahkan mungkin ia hanya pura-pura merasa bersalah. Entah.

"Mau kemana?" bentak Mas Akbar ketika aku akan melangkah keluar rumah.

Aku menghentikan langkahku, lalu berbalik menatapnya yang sepertinya baru saja selesai mandi. Rambutnya masih basah, bajunya pun kulihat sudah berbeda.

Hatiku berdesir, ketika lagi-lagi ia keluar dari kamar yang pernah ditinggali oleh Hanum. 

"Itu baju siapa?" tanyaku karena sebelumnya aku tak pernah melihat baju itu di almarinya.

Ia menatap baju yang ia kenakan, lalu tersenyum miring.

"Tentu dari kekasihku, dia sangat perhatian dengan membelikanku baju dan parfum yang selalu membuatku merasa dekat dengannya."

Biad*p! Ingin rasanya aku memenggal kepalanya sekarang juga!

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status