Suara Di Bilik Iparku (3)
(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**
Hari sudah menjelang pagi saat Mas Akbar dan Hanum sampai kembali di rumah usai diarak warga karena hubungan terlarang yang mereka lakukan di rumahku dan Mas Akbar. Hanum tampak pucat, sepertinya sepanjang jalan banyak pasang mata yang menyaksikan saat mereka tengah diarak karena ketahuan berselingkuh.
Mas Agus menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu, begitu pun Mas Akbar dan Hanum. Sedangkan Pak RT hanya berdiri di samping Mas Akbar sampai aku memberikan tempat untuknya.
"Mbak Anisa, maaf jika saya selaku RT melakukan hal ini. Tapi saya harap kejadian ini tak terulang lagi," tuturnya dengan nada rendah.
Aku bisa paham, kejadian seperti ini merupakan aib keluarga. Tak seharusnya banyak pasang mata menyaksikan akibat perbuatan mereka, tapi aku sungguh tidak mau jika suatu saat nanti mereka akan melakukan hal yang sama.
"Mas Agus, Mbak Mawar, maaf juga jika saya ada kekeliruan," ungkapnya lagi saat aku hanya menganggukkan kepala saat beliau meminta maaf padaku.
"Tak masalah, Pak. Memang orang seperti ini pantas di hukum, mereka sudah melakukan perbuatan yang jauh lebih hina dari seekor binatang," tandas Mas Agus dengan diikuti anggukan kepala pula oleh Mbak Mawar, istrinya.
Aku menghela nafas panjang, kepalaku sangat pening akibat hanya tidur beberapa jam lalu mendapati perbuatan menjijikkan seperti ini.
"Tidak apa-apa, Pak. Justru saya sangat berterimakasih pada Bapak dan para warga yang mau memberikan efek jera pada mereka berdua. Menurut saya, ini pun belum seberapa dengan apa yang telah mereka lakukan kepadaku dan Bara," kataku, membuat Hanum seketika mendongakkan kepala.
Sepertinya ia lupa bahwa saat ini ia masih berstatus sah sebagai istri Bara. Betapa dangkal sekali otaknya, melakukan perbuatan tak senonoh itu di dalam rumah istri sahnya. Bahkan apakah ia sama sekali tak memikirkan bagaimana nantinya jika Bara, suaminya akan tahu perbuatan mereka?
Kita semua tahu bahwa Bara adalah seorang pria tempramental, terlebih jika ia disakiti sedalam ini. Entah apa jadinya Hanum nanti di tangan Bara.
"Baik kalau begitu. Saya pamit dulu, semoga kejadian ini tak akan terulang lagi. Dan juga kedua pelaku mendapat efek jera dan bisa berubah menjadi lebih baik lagi," ucap Pak RT undur diri.
Beliau pun bersalaman dengan kami semua lalu pamit meninggalkan rumahku. Aku hanya diam membisu sampai Adzan Subuh berkumandang. Rasanya mulutku terasa berat untuk mengajak bicara mereka berdua.
Mas Agus dan Mbak Mawar memilih duduk dan bersandar pada kursi sofa hingga Adzan Subuh selesai berkumandang. Air mataku pun telah kering meski luka di dalam hatiku masih menganga.
"Dek, ayo sholat dulu. Lalu kita pulang," ajak Mas Agus pada istrinya.
Mbak Mawar pun berdiri mengikuti suaminya, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambik air wudhu.
"Anisa, kamu nggak sholat sekalian?" tanya Mbak Mawar usai mengambil wudhu.
Aku mengalihkan pandangan, menatap Mbak Mawar yang telah basah oleh air wudhu, "nanti saja Mbak, aku sholat sendirian." Aku menjawabnya pelan.
"Sama aku aja, Dek."
Aku tersenyum miring, melirik sekilas pada pria yang baru saja menawarkan ajakannya.
"Maaf, aku tidak akan mau sholat dengan orang yang telah melakukan perbuatan hina, bahkan saat ia belum melakukan mandi besar," tandasku, membuat Mas Akbar kembali menundukkan kepala.
Namun tidak dengan Hanum, ia terlihat sangat berbeda saat masih di tengah kerumunan warga. Ia menatapku tajam, kedua manik matanya menyiratkan amarah yang sangat besar kepadaku.
"Seharusnya kamu itu ngaca dulu. Kenapa bisa suamimu sampai selingkuh denganku? Apa selama ini kamu sudah cukup memuaskannya atau belum. Jangan main hakim sendiri dengan memanggil warga dan mengarak kami berdua!" ucap Hanum sukses memancing amarahku lagi.
Aku kembali menatapnya nanar, gumuruh emosi menggebu di dalam hatiku.
"Apa? Katakan sekali lagi? Pandai sekali kamu bicara!" tandasku tanpa mengalihakan pandangan darinya.
"Dasar tidak tau diuntung! Kita lihat saja nanti kalau Bara pulang, kamu masih bicara seperti itu atau tidak," lanjutku bergantian membuat nyali Hanum menciut.
"Dek, kamu bilang sama Bara?" Mas Akbar mengajukan pertanyaan bod*h. Mana mungkin aku tak memberitahu Bara, sedang ia juga berhak tahu tentang perbuatan istrinya.
"Dia pantas tau dan memang harus tau!" bentak Mas Agus dari depan kamar mandi, lagi-lagi membuat Mas Akbar dan Hanum terdiam.
Sedang aku memilih memandang mereka sinis lalu kembali pada layar ponsel yang sejak tadi kugenggam. Menunggu kedatangan Bara yang mungkin sebentar lagi akan sampai di rumahku.
Suara Di Bilik Iparku (4)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Istri nggak ada guna! Ditinggal cari nafkah malah selingkuh. Tak main-main selingkuhnya sama kakak kandungku sendiri. Dasar murah*n!" hardik Bara saat ia telah sampai di rumahku pukul sembilan pagi.Sejak Subuh tadi aku tak beranjak dari tempat dudukku selain hanya mengerjakan sholat Subuh. Sedangkan Mas Agus dan Mbak Mawar hanya pulang sebentar untuk mengurusi anak-anak mereka yang hendak berangkat ke sekolah.Pernikahanku dan Mas Akbar yang berjalan hampir dua tahun ini juga belum dikaruniai seorang anak, pun begitu juga dengan pernikahan Hanum dan Bara. Mereka menikah setahun yang lalu, tapi Tuhan belum menitipkan buah hati pada mereka."Mas, maaf. Aku khilaf," bela Hanum ketika kedua mata Bara mulai memerah karena amarah pada istrinya itu.Mas Akbar hanya tertunduk dalam, sepertinya ia benar-benar telah menyesali perbuatan hinanya it
Suara Di Bilik Iparku (5)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Aku tak tahu bagaimana jalan fikiran Mas Akbar, bisa-bisanya ia akan melabrak Bu Wati yang sudah mengunggah video saat ia tengah diarak warga karena kedapatan selingkuh dengan Hanum, Iparku. Seharusnya ia malu, bukannya malah melabrak Bu Wati. Aneh memang.Mas Akbar terlihat sangat marah dan lantas berjalan ke arah rumah Bu Wati yang jaraknya tak terlalu jauh dari rumah. Aku hanya mengikutinya dari belakang tanpa berniat mencegahnya yang hendak melabrak tetangga kami itu."Bu ... Bu Wati. Keluar!" teriaknya lantang di depan pintu rumah Bu Wati, membuatku berhenti seketika di depan pagar rumah Bu Wati.Tak puas dengan panggilannya yang memekakkan telinga, Mas Akbar pun juga menggedor pintu rumahnya kasar bak orang kesetanan. Hingga tak berselang lama, keluar lah sang tuan rumah dengan wajah tak kalah garangnya dengan Mas Akbar."Lho, Mas A
Suara Di Bilik Iparku (6)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Tubuhku masih tertegun di depan pintu masuk rumah saat baru saja pulang dari rumah Bu Wati. Tepatnya setelah mengikuti Mas Akbar yang baru saja melabraknya yang sudah menyebarkan videonya saat diarak warga karena berselingkuh.Pikiranku berkecamuk, memikirkan perkataan Bu Wati mengenai rumah tanggaku dan Mas Akbar.Aku menarik nafas panjang, saat mengingat kejadian beberapa saat yang lalu."Mbak, sebenarnya gimana, sih? Kok Mas Akbar bisa selingkuh? Sama iparnya pula."Astaga. Aku kira mau membicarakan apa, ternyata dia hanya ingin mengorek informasi dariku. Belum juga kering luka di dalam hatiku, Bu Wati sudah berusaha memperdalam lukanya lagi.Bu Wati, adalah seorang janda dengan harta yang terbilang cukup banyak di lingkungan ini. Berbekal dengan usaha tinggalan suaminya yang telah meninggal, ia tak perlu repot-repot lagi mencari uang meski anak-anaknya ma
Suara Di Bilik Iparku (7)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Minta maaf katanya? Mudah sekali ia bicara tanpa memikirkan perasaanku yang telah dilukainya dengan perselingkuhan yang ia lakukan dengan ipar sendiri. Jika semudah itu ia mengucapkan maaf, maka seharusnya pula aku mempersulit keadaannya."Dek, aku minta maaf," ucap Mas Akbar lagi ketika aku tak kunjung menjawab perkataannya.Aku melepas tangannya, lalu mundur selangkah darinya."Kenapa? Kamu takut kalau orang tuamu tahu tentang perbuatanmu itu? Maaf, sayangnya teleponku sudah terhubung," jawabku dengan menunjukkan layar ponsel yang sudah terhubung ke nomor ibu mertuaku.Dia boleh berbuat salah dan juga menyakiti hatiku, tapi dia lupa kalau setiap orang punya batas kesabaran dan rasa dendam masing-masing. Aku tak dendam, hanya ingin dia merasakan sakit seperti apa yang aku rasakan."Hallo," ucap seseorang di seberang sana membuat k
Suara Di Bilik Iparku (8)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**Aku bukan terlalu sabar dan bucin alias budak cinta meskipun telah diselingkuhi oleh suamiku, melainkan aku tak terima saja jika langsung mengajukan perceraian dengan Mas Akbar. Bukannya menuntut balas atas semua perlakuannya jauh lebih menyenangkan?"Oh, baju dan parfum dari adik iparmu, ya? Kasihan sekali ya adikmu, Mas. Harus berbagi istri denganmu. Kakaknya terlalu serakah," ucapku ketika Mas Akbar memamerkan baju serta parfum pemberian Hanum."Mas, Mas ... Selingkuh sama adik ipar sendiri kok bangga. Jadi kakak benar-benar nggak punya hati, ya? Miris banget. Untung adiknya kuat mental," tandasku lagi membuatnya pias seketika.Aku lantas melanjutkan langkah keluar rumah dan bergegas ke kantor bank terdekat guna mengusut isi rekening Mas Akbar. Ia tak akan tahu, kalau diam-diam aku akan mencetak buku rekening miliknya. Dengan begitu, aku bisa
Suara Di Bilik Iparku (9)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)**"Mbak, kalau bisa tolong pindahkan 80% uang di dalam rekening ini ke dalam nomor ini, ya. Maaf, tadi suamiku, yang memiliki rekening ini berpesan begitu. Beliau tidak bisa hadir sendiri ke bank karena sedang ada urusan yang sangat penting," tuturku saat petugas bank itu tengah mengecek rekening Mas Akbar.Aku memang sengaja sedikit berbohong agar semua yang kulakukan ini terlihat lebih meyakinkan.Petugas itu pun mengangguk, lalu kembali fokus pada layar komputernya. Mungkin hal ini bisa saja terjadi karena aku memegang surat kuasa yang ditanda tangani oleh Mas Akbar sendiri. Syukurlah, seakan alam pun ikut merestui ketika aku tengah di sakiti oleh Mas Akbar.Aku tergagap, lamunanku buyar ketika sopir taksi yang kukendarai menginjak pedal rem kuat."Oh, maaf, Mbak. Itu tadi ada anak kecil tiba-tiba lari," katanya meminta maaf padaku
Suara Di Bilik Iparku (10)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Hanum**Aku ingin mati! Tidak ada gunanya aku hidup! Semua sudah sia-sia!"Buka mulutmu! Kamu bisu!" hardik Mas Bara untuk kesekian kalinya ketika ia mendesakku agar berkata jujur perihal hubunganku dengan Mas Akbar, kakak kandungnya.Air mataku sudah tak dapat lagi keluar setelah sepanjang perjalanan pulang Mas Bara memakiku dengan segala sumpah serapah. Kini, aku tengah duduk tersungkur di bawah kakinya yang lagi-lagi memakiku hingga telah habis harga diriku."Dasar murahan, lebih baik kamu kaw*n sana sama kuda jantan biar puas sekalian! Jadi perempuan nggak ada bersyukurnya!" teriak Mas Bara lantang. Memang kuakui aku terlalu gegabah dengan mengikuti alur perasaanku pada kakak iparku, sehingga kini aku menuai apa yang telah kuperbuat."Aku kurang apa? Katakan! Semua kebutuhan dari ujung rambut hingga ujung kaki sudah kupenuhi,
Suara Di Bilik Iparku (11)(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)Pov Hanum II**Aku mengepal tangan kuat ketika Mas Bara lebih membiarkanku mati daripada membelaku. Apa dia sudah tidak cinta denganku sehingga tidak mau memperjuangkanku?Dasar Mbak Anisa, gara-gara dia sekarang aku harus seperti ini. Lagian kenapa sih Mbak Anisa harus sekatrok itu membiarkan aku dan Mas Akbar diarak warga? Bukannya jaman sekarang itu udah biasa seorang suami suka sama perempuan lain? Dianya saja yang tidak bisa memuaskan suaminya, pakai nyuruh-nyuruh Mas Agus sama Mbak Mawar ngarak aku sama Mas Akbar segala. Lihat saja, aku nggak bakal terima kalau sampai rumah tanggaku dengan Mas Bara hancur karena ini!"Kenapa diam? Mati sana kalau mau mati. Mau aku pasangkan dulu talinya buat gantung diri?" cecar Mas Bara membuatku semakin muak.Suami apa dia? Harusnya aku mengancam seperti itu dia luluh, tidak malah menyuruhku seperti