Share

Bab 3

Suara Di Bilik Iparku (3)

(Suamiku diarak warga karena berselingkuh)

**

Hari sudah menjelang pagi saat Mas Akbar dan Hanum sampai kembali di rumah usai diarak warga karena hubungan terlarang yang mereka lakukan di rumahku dan Mas Akbar. Hanum tampak pucat, sepertinya sepanjang jalan banyak pasang mata yang menyaksikan saat mereka tengah diarak karena ketahuan berselingkuh.

Mas Agus menjatuhkan tubuhnya di atas sofa ruang tamu, begitu pun Mas Akbar dan Hanum. Sedangkan Pak RT hanya berdiri di samping Mas Akbar sampai aku memberikan tempat untuknya.

"Mbak Anisa, maaf jika saya selaku RT melakukan hal ini. Tapi saya harap kejadian ini tak terulang lagi," tuturnya dengan nada rendah.

Aku bisa paham, kejadian seperti ini merupakan aib keluarga. Tak seharusnya banyak pasang mata menyaksikan akibat perbuatan mereka, tapi aku sungguh tidak mau jika suatu saat nanti mereka akan melakukan hal yang sama.

"Mas Agus, Mbak Mawar, maaf juga jika saya ada kekeliruan," ungkapnya lagi saat aku hanya menganggukkan kepala saat beliau meminta maaf padaku.

"Tak masalah, Pak. Memang orang seperti ini pantas di hukum, mereka sudah melakukan perbuatan yang jauh lebih hina dari seekor binatang," tandas Mas Agus dengan diikuti anggukan kepala pula oleh Mbak Mawar, istrinya.

Aku menghela nafas panjang, kepalaku sangat pening akibat hanya tidur beberapa jam lalu mendapati perbuatan menjijikkan seperti ini.

"Tidak apa-apa, Pak. Justru saya sangat berterimakasih pada Bapak dan para warga yang mau memberikan efek jera pada mereka berdua. Menurut saya, ini pun belum seberapa dengan apa yang telah mereka lakukan kepadaku dan Bara," kataku, membuat Hanum seketika mendongakkan kepala.

Sepertinya ia lupa bahwa saat ini ia masih berstatus sah sebagai istri Bara. Betapa dangkal sekali otaknya, melakukan perbuatan tak senonoh itu di dalam rumah istri sahnya. Bahkan apakah ia sama sekali tak memikirkan bagaimana nantinya jika Bara, suaminya akan tahu perbuatan mereka?

Kita semua tahu bahwa Bara adalah seorang pria tempramental, terlebih jika ia disakiti sedalam ini. Entah apa jadinya Hanum nanti di tangan Bara.

"Baik kalau begitu. Saya pamit dulu, semoga kejadian ini tak akan terulang lagi. Dan juga kedua pelaku mendapat efek jera dan bisa berubah menjadi lebih baik lagi," ucap Pak RT undur diri.

Beliau pun bersalaman dengan kami semua lalu pamit meninggalkan rumahku. Aku hanya diam membisu sampai Adzan Subuh berkumandang. Rasanya mulutku terasa berat untuk mengajak bicara mereka berdua.

Mas Agus dan Mbak Mawar memilih duduk dan bersandar pada kursi sofa hingga Adzan Subuh selesai berkumandang. Air mataku pun telah kering meski luka di dalam hatiku masih menganga.

"Dek, ayo sholat dulu. Lalu kita pulang," ajak Mas Agus pada istrinya.

Mbak Mawar pun berdiri mengikuti suaminya, lalu berjalan ke arah kamar mandi untuk mengambik air wudhu.

"Anisa, kamu nggak sholat sekalian?" tanya Mbak Mawar usai mengambil wudhu.

Aku mengalihkan pandangan, menatap Mbak Mawar yang telah basah oleh air wudhu, "nanti saja Mbak, aku sholat sendirian." Aku menjawabnya pelan.

"Sama aku aja, Dek."

Aku tersenyum miring, melirik sekilas pada pria yang baru saja menawarkan ajakannya.

"Maaf, aku tidak akan mau sholat dengan orang yang telah melakukan perbuatan hina, bahkan saat ia belum melakukan mandi besar," tandasku, membuat Mas Akbar kembali menundukkan kepala.

Namun tidak dengan Hanum, ia terlihat sangat berbeda saat masih di tengah kerumunan warga. Ia menatapku tajam, kedua manik matanya menyiratkan amarah yang sangat besar kepadaku.

"Seharusnya kamu itu ngaca dulu. Kenapa bisa suamimu sampai selingkuh denganku? Apa selama ini kamu sudah cukup memuaskannya atau belum. Jangan main hakim sendiri dengan memanggil warga dan mengarak kami berdua!" ucap Hanum sukses memancing amarahku lagi.

Aku kembali menatapnya nanar, gumuruh emosi menggebu di dalam hatiku.

"Apa? Katakan sekali lagi? Pandai sekali kamu bicara!" tandasku tanpa mengalihakan pandangan darinya.

"Dasar tidak tau diuntung! Kita lihat saja nanti kalau Bara pulang, kamu masih bicara seperti itu atau tidak," lanjutku bergantian membuat nyali Hanum menciut.

"Dek, kamu bilang sama Bara?" Mas Akbar mengajukan pertanyaan bod*h. Mana mungkin aku tak memberitahu Bara, sedang ia juga berhak tahu tentang perbuatan istrinya.

"Dia pantas tau dan memang harus tau!" bentak Mas Agus dari depan kamar mandi, lagi-lagi membuat Mas Akbar dan Hanum terdiam.

Sedang aku memilih memandang mereka sinis lalu kembali pada layar ponsel yang sejak tadi kugenggam. Menunggu kedatangan Bara yang mungkin sebentar lagi akan sampai di rumahku.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Lea Octa
Hanum parah bisa²nya sinis dan nyalahin Anisa dasar lo#te ga ada otak ...pengen nabok rasanya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status