Share

BAB 2. Aku Pemain Depan

Ali menjatuhkan tubuhnya ke lantai, matanya pun saat ini menjadi lesu hingga kelopak matanya diturunkan sedikit menjadi sayu.

Ting!

[Sistem Aktif]

[Selamat Datang Tuan]

[Permainan Baru]

Karena kaget Ali terbelalak kembali ketika melihat hologram itu.

Ting!

[Sistem Non Aktif]

Ali tertegun, "Sepertinya aku mempunyai perasaan yang bagus mengenai hal ini." ucapnya yang sepertinya ia sudah mengetahui cara untuk mengaktifkan hologram di hadapan matanya.

Ali mengambil nafas panjang, dan kembali menurunkan kelopak matanya pelan-pelan menjadi sayu.

Dan ...

Ting!

[Sistem Aktif]

Ali pun menaikkan kelopak matanya dengan cepat.

Ting!

[Sistem Non Aktif]

"Ahh! Akhirnya aku sudah tahu cara mengaktifkan Sistem ini!" gumamnya senang, "Aku akan turunkan kelopak mataku sedikit menjadi sayu lagi." lanjutnya, dan ...

Ting!

[Sistem Aktif]

[Selamat Datang Tuan]

[Permainan Baru]

"Ternyata cara mengaktifkan Sistem ini adalah dengan cara mata sayu." gumam Ali puas, "Okey, aku pilih Permainan Baru." lanjutnya.

[Permainan Baru Dipilih]

[Silahkan Pilih Posisi]

-[Kiper]

-[Pemain Belakang]

-[Pemain Tengah]

-[Pemain Depan]

"Hemm Aku tidak mau jadi kiper lagi." ucapnya yang mulai memilih posisi pemain yang ada di dalam hologram di depan matanya, "Karena aku penggemar Filippo Inzaghi, aku akan pilih pemain depan."

Filippo Inzaghi adalah pemain sepak bola besar yang berposisi sebagai penyerang handal dan sangat terkenal di seluruh dunia.

[Pemain Depan Dipilih]

[Posisi awal Kiper Diganti Menjadi Posisi Pemain Depan]

[Tantangan Bilang Kepada Ayah Ingin Pindah Posisi]

"Maksudmu aku harus bilang ke Ayahku? Kalau aku ingin pindah posisi menjadi pemain depan!"

[Ya]

"Waduuuuh!"

.

Keesokan malam hari di rumah Ali, sepulangnya ia dari tempat latihan sepak bola.

Terdengar suara mobil masuk ke dalam halaman garasi rumah Ali. Mobil itu adalah kendaraan yang dipakai Ayah Ali untuk bekerja.

Ali yang berada di kamarnya di lantai 2 langsung turun berlari untuk menyambut Ayahnya itu. Sesampainya di halaman garasi, ia langsung menutup garasi mobil.

Ayah Ali yang memiliki nama Abdul Ottmar Benson setelah pensiun muda dari dunia sepak bola, ia lebih memilih untuk bekerja kantoran dan memang hampir setiap hari pulang jam 7 atau jam 8 malam, ia selalu lembur di kantor untuk mendapatkan bonus dari proyek kantor. Ia masih harus bekerja keras karena memiliki beban hutang mobil dan rumah yang masih belum lunas.

Ibu Ali yang bernama Liana Odelia terlihat membawakan sup yang masih hangat dan menyajikannya di meja makan keluarga.

Setelah selesai membersihkan diri Abdul langsung menuju meja makan dan menyantap sup hangat buatan istrinya.

Srruuup ....

"Puiih, sup ini masih kurang garam dan tidak ada rasanya!" seru Abdul yang geram karena sup buatan Liana menurutnya masih kurang garam dan tidak enak.

Liana dengan tenang langsung mengambil mangkuk sup hangat itu dari Abdul dan bergegas menggantinya dengan sup hangat yang sudah di tambah garam dan penyedap rasa.

Abdul memang mempunyai masalah dengan temperamennya yang tinggi, tidak boleh ada kesalahan sedikit pun yang terjadi di rumahnya. Namun, beruntung ia memiliki Liana sebagai seorang istri yang penyabar dan selalu mengerti akan keadaan suaminya, ia tidak pernah melepaskan emosinya di rumah dan selalu menjadi Ibu rumah tangga yang tenang dan lembut.

Sebenarnya Ali selalu merasa kesal apabila melihat Abdul Ayahnya yang selalu pulang dengan amarahnya, sebaliknya ia pun merasa kasihan apabila melihat Liana sang ibu yang selalu sabar dalam melayani Abdul Ayahnya.

Ali saat ini sedang mempersiapkan mentalnya untuk bisa berbicara dengan Abdul. Ia menunggu saat yang tepat untuk mengungkapkan keinginannya menjadi seorang pemain depan dari tim sepak bolanya Phoenix FC U19, yaitu ketika Abdul sudah selesai menghabiskan sup hangat buatan Liana.

Dan, ketika Abdul sudah menghabiskan sup hangat itu, Ali berjalan perlahan untuk mendekati Abdul. Melihat Ali mendekatinya, Abdul pun langsung bertanya, "Kenapa kamu?" Matanya tajam menatap Ali

Ali yang terlihat masih ragu, akhirnya memberanikan diri untuk mengungkapkan keinginannya, "Ayah, aku ingin menjadi pemain depan!" ucapnya tegas.

Mendengar keinginan dari Ali, Abdul sebenarnya merasa sangat terpukul dan sangat terkejut, tetapi ia berusaha untuk menutupi amarahnya dan menahan emosinya agar bisa terlihat lebih tenang dan bersahaja di hadapan anaknya itu.

"Sudah Ayah katakan beberapa kali kepada kamu, bahwa hanya Ayah yang bisa membuatmu menjadi pemain sepak bola handal dan hanya Ayah yang tahu posisi mana yang terbaik untukmu!" terang Abdul menjelaskan.

Abdul kembali menjelaskan bahwa sewaktu muda ia adalah kiper terbaik di klub Phoenix FC bahkan saking hebatnya ia pernah dalam 50 kali pertandingan tanpa pernah kebobolan satu gol pun dari tim yang menjadi lawannya.

Abdul menjelaskan karena cedera parah yang ia dapatkan yang membuat karirnya tenggelam di kancah internasional, "Kamu akan menuruni kemampuan Ayah! Walaupun kemarin kamu kebobolan 8 kali, itu hanya karena kamu belum terbiasa bermain sebagai kiper inti, Kamu masih bisa meningkatkan kualitas kamu sebagai kiper," jelas Abdul kembali berusaha meyakinkan Ali untuk tetap menjadi kiper.

Ali dengan tegas menyanggahnya, "Sudah sangat jelas kemarin aku kebobolan 8 gol dan telah membuat Ayah malu, itu bukti kalau aku tidak mempunyai bakat untuk menjadi seorang kiper hebat seperti Ayah!"

Mendengar penjelasannya disanggah oleh Ali, Abdul terlihat tidak bisa menahan amarahnya dan akhirnya melepas emosinya dengan memukul meja makan.

Braaak!

"Menjadi kiper atau kamu tinggalkan impianmu menjadi pemain sepak bola!" ancam Abdul kepada Ali.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status