Evelyn sangat paham bahwa akibat dari berhubungan badan tanpa memakai pengaman adalah sebuah kehamilan. Namun, ia terlena ketika Damian yang melakukan hal itu padanya. Cinta itu pembodohan, dan Evelyn membenarkannya ketika dirinya harus melahirkan seorang diri di usia yang masih sangat muda. Damian, pria itu menghilang saat Evelyn mengetahui fakta bahwa dirinya tengah berbadan dua. Siapa sangka bahwa bertahun-tahun kemudian mereka kembali berjumpa? Keadaan kini sudah berbeda, Damian telah memiliki tambatan hati lain, telah bertunangan dan akan segera menikah. Sedangkan buah cinta Evelyn dengan pria itu pun sudah mulai tumbuh sebagai seorang balita. Akankah Evelyn meminta pertanggungjawabannya? Ataukah wanita itu justru memilih untuk tetap menjaga rahasia dengan terus menganggap balita cantik itu sebagai adiknya? "Namanya Luna. Dia ... adikku." - Evelyn.
Lihat lebih banyak[Bisakah kita bertemu? Ada sesuatu yang harus kubicarakan denganmu.]Pesan itu masuk beberapa menit yang lalu, sukses membuat senyum tipis terukir di bibir merah kecokelatan pria itu. Dadanya bertalu tanpa tahu malu, akan bertemu dengan Evelyn membuatnya merasa begitu bahagia.Yah, meskipun ia memiliki firasat bahwa apa yang akan Evelyn bicarakan dengannya akan berakhir luka. Agaknya hanya akan ada kemustahilan jika Evelyn memberikan kesempatan untuknya.[Wanderlust Coffee Shop pukul 7 malam.]Damian segera mengirim balasan pesan. Baru saja ponsel ia letakkan di atas permukaan meja, bel apartemennya berdenting keras. Ia beranjak dari tempat duduknya, mengayunkan langkah kakinya menuju pintu. Dan ... pria itu terkejut karena ternyata sang ibu-lah yang berdiri di sana, di balik pintunya. Ada plastik besar yang dijinjing di tangan kiri. Kernyit di dahi itu tak mampu Damian sembunyikan ketika mereka saling menatap. "Untuk apa datang ke sini?""Bukankah harusnya kau berkata, 'silakan masu
Kiara berdiri di depan gerbang tinggi itu, dengan syal yang melilit di leher guna melawan hawa dingin. Ada bimbang bercampur pedih pada raut wajah pasinya ketika menatap sepasang ibu dan anak yang tampak tersenyum bahagia di dalam sana. Mereka sedang menyiram bunga di taman kecil di depan hunian nan megah. Mereka ... Evelyn dan Luna.Ya, Kiara memang sengaja mendatangi Evelyn. Ia ingin meminta tolong pada wanita yang dicintai mantan calon suaminya. Sungguh, ia tak terpikirkan nama lain selain wanita itu. Pikirannya buntu, seiring tubuhnya yang melemah akibat patah hati yang ia rasa. Ia sakit dan tubuhnya semakin kurus karena tak berselera makan.Berbekal dengan ingatan ketika beberapa waktu lalu ia sempat membuntuti Damian saat pria itu mengantarkan Evelyn pulang dari kampus, ia datang ke alamat di mana si wanita tinggal. Dan di sinilah ia, berdiri mematung seraya mengumpulkan keyakinan untuk membunyikan lonceng yang di pasang di sisi gerbang, sebab pos satpam di sana tampak kosong."
Suara ketukan di pintu yang tiba-tiba terdengar membuyarkan konsentrasi Damian pada barisan kata dan angka dalam monitor laptopnya. Di balik lensa kacamata, pria itu melirik ke arah pintu ruangan. Ada siluet yang tampak pada kaca buram, sepertinya perempuan."Masuk!" Damian berucap cukup lantang, mempersilakan seseorang di depan pintunya untuk masuk ke dalam ruangannya.Dan sosok itu ternyata Sasmitha, wanita yang melahirkan pria itu ke dunia. Meskipun cukup terkejut, namun Damian tetap berusaha bersikap sewajarnya."Mama datang membawakanmu makan siang, Sayang." Wajah yang masih cantik nan elok dipandang itu menciptakan senyuman ceria saat melangkah masuk mendekati sang putra.Sedangkan Damian hanya menaikkan salah satu sudut bibirnya sebelum kembali menjatuhkan atensi pada layar monitor yang menyala, seakan mengabaikan kehadiran ibunya. "Tumben sekali.""Mama hanya merasa khawatir, anak lelaki Mama satu-satunya tidak pulang ke rumah." Saat mengatakannya, Sasmitha sudah berdiri di de
Menghabiskan waktu bersama merupakan hal yang begitu berharga bagi sebuah keluarga, termasuk bagi Evelyn. Ruang keluarga itu diisi oleh semua anggota keluarga yang tinggal serumah; ada Evelyn beserta si kecil Luna yang tidur berbantalkan paha wanita itu, juga Arjuna dan istrinya yang duduk bersisian seraya menikmati camilan keripik kentang.Namun, kumpul bersama hanyalah sekedar kumpul bersama. Meskipun Evelyn sebisa mungkin mencoba untuk masuk ke dalam obrolan mereka, nyatanya pikiran wanita itu justru melanglang buana pada kejadian tadi siang. Ya, pada pertemuannya dengan pria berambut pirang berdarah Jerman. Entah bagaimana, ucapan Damian terus saja berputar di kepalanya, berulang-ulang bagaikan kaset rusak.'Aku pergi, bukan untuk lari. Kita melakukan kesalahan yang sama, harusnya kita menanggungnya bersama, Eve. Aku mencintaimu.'Tanpa sadar Evelyn memejamkan erat kedua matanya, menahan gejolak sesak yang perlahan seakan meremas dadanya. Sudah terlambat. Takdir memang tak pernah
Langkah kaki panjang itu tampak gontai kala memasuki hunian mewah tempat dirinya tinggal. Wajah tampan itu tak lagi cerah ceria, ia kehilangan cahayanya akhir-akhir ini. Perasaan Damian sedang kacau sekarang, terlebih saat ia kembali mengingat bahwa dirinya gagal membuat Evelyn membatalkan rencana pernikahannya, pun meninggalkan calon suaminya, seperti apa yang ia lakukan pada Kiara."Masih memiliki muka untuk pulang ternyata."Suara dingin yang baru saja terdengar sukses memaku langkah kaki bersepatu pantofel si pria keturunan Jerman. Damian berhenti lalu menoleh ke asal suara, ada Benedict yang duduk di sofa, baru saja mengempaskan sebuah majalah di atas meja kaca dengan kasar. Apakah sesuatu telah terjadi?"Apa maksudmu?""Bukankah harusnya aku yang bertanya begitu?" Benedict, sang ayah justru kembali bertanya. Dari raut wajah yang ayahnya tampakkan, Damian bisa membaca kekesalan yang menumpuk di sana. Dan hal itu cukup membuat Damian malas untuk menanggapinya, terlebih dengan sua
"Baiklah, sampai bertemu besok di restoran, Eve. Seseorang sudah menunggumu di sana." Ina mengedikkan kepala, menunjuk seseorang yang berdiri di sisi mobil hitam, tepat di sebelah kanan gerbang universitas tempat mereka belajar. Gadis itu terkekeh merdu sebelum melambaikan tangannya, berbelok ke sebelah kiri, berlawanan arah dengan posisi si pria bertubuh menjulang tinggi itu.Dengan spontan Evelyn menoleh pada arah yang ditunjuk oleh Ina, seketika kedua mata indahnya membeliak saat menemukan satu presensi tak asing. Seorang pria yang sedang ia hindari. "Damian?" secara refleks Evelyn menyebut nama si pria, begitu lirih. Karena ingin menghindar, ia memilih untuk membelokkan langkah dan pura-pura tak melihatnya.Namun, bukan Damian jika dirinya mudah dikelabui. Melihat gelagat Evelyn, pria itu segera bergerak dari tempatnya, kemudian melangkah mendekati posisi wanita itu dengan cepat. "Tunggu, Eve. Kau kira kau akan ke mana?" dan tentu saja Damian berhasil mencekal pergelangan tangan
"Wah, ternyata Luna sudah pandai menyuap makanannya sendiri, ya? Menggemaskan sekali!" Kiara memekik gemas saat melihat tangan mungil Luna dengan lihai menyuapkan makan siang ke dalam mulut dengan rapi dan tenang. Ini bukanlah basa-basi, tak ada seorang pun yang tak merasa gemas pada balita itu.Ya, mereka berlima akhirnya makan siang bersama, di kafe yang menjadi pilihan Aksa dan Evelyn."Dia memang sudah mandiri sejak masih berumur tiga tahun, Kiara." Evelyn menjawabnya disela suapannya ke dalam mulut. Ia makan dengan anggun tanpa berantakan sedikit pun."Oh, begitu." Kiara mengangguk-angguk, lalu tersenyum menggoda ke arah pasangan di depannya. "Dari jauh, kukira kalian pasangan muda dengan satu orang anak, loh. Kalian sangat serasi.""Benarkah? Wah, aku senang sekali mendengarnya. Yah, tidak lama lagi dugaanmu itu memang akan menjadi kebenaran, Kiara." Aksa yang kali ini bicara, bahkan pria itu sampai harus berhenti menyuap makanan. Ia menjadi sangat tertarik dengan topik pembicar
"Nah, kita sudah sampai!" kalimat itu teralun dari mulut Aksa saat dirinya dan Evelyn beserta Luna sudah menginjak pelataran Supermarket terbesar di ibu kota.Setelah pertemuan keluarga yang berakhir bertunangan secara resmi malam itu di Surabaya, Evelyn memang segera kembali ke Jakarta keesokan harinya. Ia sengaja mengajak Luna, kebetulan sekolah Taman kanak-kanak tempat gadis kecil itu belajar sedang libur cukup panjang.Dan di sinilah mereka sekarang, hendak menghabiskan waktu bersama Luna, sebab gadis kecil itu terus merengek mengajak jalan-jalan."Woah ... besar sekali! Kak, apakah di dalam sana ada wahana permainan?" Luna menatap penuh harap pada kedua mata hitam Aksa, mata biru nan lebar itu berbinar-binar. "Tentu saja ada, Sayang." Dan sapuan tangan besar itu di atas kepala Luna, membuat gadis kecil itu memekik kegirangan."Yeayy~ ayo, kita harus masuk sekarang! Luna mau bermain di kolam bola seperti saat bersama Kak Damian!"Sontak kernyit halus tercipta di dahi Aksa kala me
"Hal kedua yang perlu kita lakukan adalah merekrut karyawan baru untuk cabang baru. Kita harus memiliki tim karyawan yang mau dan mampu bekerja keras." Sebagai pimpinan tertinggi, Damian kembali berbicara dengan berwibawa dalam rapat yang ia pimpin siang ini. Rencana yang sudah digadang-gadang sejak dulu, yakni memperluas cabang perusahaan ke negara lainnya."Saya akan mulai mencari kandidat yang memenuhi kriteria perusahaan. Dan kami akan memastikan bahwa kita akan memiliki tim karyawan yang tangguh." Seorang Manajer Human Resource menimpali dari tempat duduknya.Dan Damian tampak mengangguk puas. "Bagus sekali. Hal terakhir yang perlu kita lakukan adalah menyiapkan anggaran untuk cabang baru. Kita harus memastikan bahwa kita memiliki cukup dana untuk menutupi semua pengeluaran.""Saya akan memulai menghitung anggaran sesegera mungkin." Kini giliran Seorang Manajer keuangan yang menyahuti, seorang pria paruh baya yang masih tampak cekatan dalam bekerja meskipun rambutnya yang semula
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.