Share

Pura-Pura Single
Pura-Pura Single
Author: Strawberry_nezz

1. Pertama Kali Dia Menyentuhku

Pada lorong yang menghubungkan dua lantai di salah satu hotel mewah bintang lima, suara sepatu heels saling menyahut.

Para petinggi perusahaan yang baru saja selesai dengan sebuah acara di ballroom hotel berbintang tersebut beberapa di antaranya memutuskan menginap. Tentu, ditemani seorang wanita dengan dress anggun, yang entah mereka adalah istri sah, selingkuhan, maupun wanita bayaran.

Tak terkecuali Maudy yang tampak anggun dengan balutan mini dress warna mint kesukaannya. Sejak tadi hatinya berdegup tak keruan. Ia sangat gugup sekaligus takut karena ini pertama kalinya ia menemani mengenal Bima Anggara, CEO Bimara Group di hotel sejak pertama kali mengenal.

Dari jauh terlihat sosok yang sejak tadi ia tunggu. Maudy pun langsung berteriak kecil sambil melambaikan tangannya.

"Tuan Bima!"

Terlihat laki-laki parlente dengan setelan kemeja serta jam tangan mewah berjalan ke arah Maudy. Hanya barang branded yang menempel di tubuh laki-laki itu.

Maudy merapatkan bibirnya, tak kuasa menahan gugupnya sedari tadi. Ia lantas langsung memeluk Bima dengan penuh kasih sayang.

"Sudah lama menunggu?" tanya Bima.

Maudy mengangguk dan merasakan getaran yang tak biasa saat rambut fuchsia miliknya dibelai oleh Bima. Hingga ia juga merasakan dinginnya bibir Bima menempel pada keningnya yang rata.

Sebelum berlanjut menjadi semakin panas, keduanya memasuki luxury room hotel dan menutup pintu.

Bima mulai menanggalkan kemejanya. Bima juga memberikan paper bag berlogo salah satu merek mewah kepada Maudy. Sedangkan Maudy sendiri tengah berusaha untuk melupakan segala perbuatan kejam yang telah laki-laki bernama Bima ini lakukan demi aktingnya yang totalitas.

"Aku beli ini untukmu, sangat cocok dengan warna rambutmu," ucap Bima sambil membelai pipi merah Maudy.

Tanpa bertanya Maudy langsung bergegas membuka paper bag dan mengeluarkan isinya. Ia sudah menduga dengan apa yang diberikan Bima.

"Lingerie? Maaf Tuan. Saya tahu jika ini tidak sopan, tapi ... ini terlalu berlebihan.” Maudy berujar dengan nada bergetar. “Jadi tanpa mengurangi rasa hormat saya tidak bisa menerima bingkisan ini.”

Maudy mendongak dan melihat Bima hanya tersenyum masam. Ia tahu jika perkataannya akan menyinggung hati laki-laki nomor satu dari Bimara Group itu.

"Tak usah malu. Aku tahu kau pasti mau, kan? Ini waktu yang sudah kau tunggu-tunggu, jadi, jangan menolak!"

Tanpa Maudy sadari, Bima mendorong badannya perlahan ke atas ranjang king size dan mengunci tangannya rapat-rapat.

"Kali ini puaskan aku, Maudy! Aku mencintaimu, dan kau juga mencintaiku bukan? Malam ini waktu yang tepat untuk menikmati kebersamaan kita."

Entah apa yang membentengi hati Maudy sekarang, padahal sejak awal mendekati Bima, niatnya adalah membuat laki-laki itu mencintainya. Sekarang, usahanya sudah membuahkan hasil. Ia hanya perlu bermain mengikuti alur saja. Namun, seperti ada beban berat yang membuatnya bersalah melakukan hal ini.

Hasrat yang tadinya ia kunci rapat seakan roboh begitu saja saat Bima mulai mengecupi lehernya. Maudy tahu ia tidak dapat mengelak lagi selain melewati malam ini dengan lancar.

"Kau tahu kenapa aku menyukaimu?" tanya Bima.

"Tidak tahu, Tuan ..."

Tiba-tiba secepat kilat tanpa Maudy sadari, Bima telah menanggalkan dress yang dipakainya.

"Karena hanya kamu yang selalu menarik perhatianku, Maudy!"

Maudy seperti kehilangan arah. Sadar pikirannya nyaris hilang, ia tiba-tiba mendorong badan Bima yang sedang mengungkungnya dengan rapat.

"Tidak sekarang, Tuan. Saya tidak bisa," ucap Maudy setengah panik.

"Kamu tidak bisa kabur lagi, Maudy! Puaskan aku sekarang dan aku akan menyetujui proyek yang kau tawarkan."

Maudy terdiam mematung, membuat Bima kehabisan kesabaran dan lagi-lagi mendorong badannya ke atas king size bed pada ruangan itu.

"Tu-Tuan, tolong jangan begini, saya ..." Maudy menjadi semakin panik saat tiba-tiba saja Bima hanya memandangi wajahnya hampir selama beberapa menit.

Tanpa ia sadari, Bima tengah memperhatikan wajah Maudy lekat-lekat, kemudian mulai mengerutkan dahinya.

"Sepertinya aku pernah melihatmu. Kau mirip dengan ...."

CUP.

Maudy langsung mengecup bibir Bima. Ia membungkam mulut laki-laki itu agar tak dapat mengucapkan kata yang bisa saja mengancam keberhasilannya. Ia takut penyamarannya terbongkar dan seluruh rencananya akan hancur berantakan.

Sambil terus mengalihkan perhatian Bima, Maudy seakan melebur ke dalam alur permainannya sendiri dan membiarkan laki-laki bernama Bima itu menyentuhnya dengan bebas.

"Maafkan aku, suamiku. Aku janji ini hanya sementara saja. Aku akan segera kembali padamu," batinnya sambil mengeluarkan air mata saat Bima berhasil merenggut kehormatannya malam itu.

**

Maudy mengerjap-ngerjapkan matanya setelah setitik cahaya matahari masuk menembus melalui lubang di jendela kamar itu. Ia memperhatikan sekeliling. Tak ada Bima, hanya dirinya seorang.

‘Benar-benar baj*ngan!’ rapalnya dalam hati, merasa tidak berharga karena ditinggalkan di kamar hotel itu setelah puas dipakai semalaman oleh Bima.

Bima adalah rival dari suami. Laki-laki itu telah berkali-kali mencoba menghancurkan kehidupan sang suami dan bahkan hampir membuat nyawa suaminya hilang. Beruntung, Arga–suami Maudy masih selamat walaupun harus mengalami koma hingga pindah ke salah satu rumah sakit di Singapura.

Sambil menggenggam bed cover dengan erat, air matanya mulai turun. Ia menangis sejadi-jadinya. Ia merasa telah menjadi perempuan paling hina yang telah mengkhianati sang suami yang tengah koma.

Seluruh badannya sakit, tetapi ia tidak mau menyerah begitu saja. Rencananya harus berhasil karena ia telah mengorbankan seluruh harga dirinya untuk ini. Ia harus membuat Bima jatuh cinta dan bergantung padanya hingga ia bisa mendapatkan informasi juga rahasia yang Bima simpan setelah menghancurkan suaminya.

‘Bertahanlah sebentar lagi, Maudy.’

Berendam dengan air hangat pada bathtub ternyata cukup merilekskan kembali badannya yang terasa remuk, meski tidak bisa menghapus jejak kepemilikan Bima di sekujur badannya.

Kini Maudy memilih untuk bersantai di restoran hotel. Di antara ramainya pengunjung restoran sore itu, Maudy menyendiri dengan pikiran yang dipenuhi Arga.

Tidak banyak orang tahu perihal pernikahannya dengan Arga karena mereka menikah secara tertutup. Karena hal itulah, Maudy memberanikan diri untuk terjun langsung dalam misi pencarian informasi. Ia yakin, Bima akan sulit mengenalinya. Selain itu, perubahan pada penampilannya–terutama rambut, cukup berhasil mengelabui laki-laki itu.

Maudy menatap ponsel yang sedari tadi digenggamnya. Tertera panggilan masuk dengan nama 'Bredy' pada layar ponselnya.

"Halo?"

"Halo Nyonya, apa kabar?"

"Aku baik-baik saja, udara di Singapura bagus juga untuk menghilangkan penatku," jawab Maudy menanggapi Bredy, asisten suaminya. Ia terpaksa merahasiakan penyamarannya dari siapa pun, termasuk orang-orang terdekatnya demi keberhasilan rencananya.

"Ah begitu .. syukurlah Nyonya baik saja. Bagaimana dengan Tuan Arga, bagaimana perkembangan beliau?"

Maudy terlihat menarik napasnya sedikit, ia mengingat lagi kabar dari orang suruhannya yang bertugas untuk menggantikan dirinya menjaga Arga di Singapura.

"Keadaannya masih sama .. tidak membaik dan tidak memburuk. Tapi aku senang menyadari betapa dia masih bernapas untukku walaupun hanya diam sepanjang hari."

"Baiklah Nyonya, saya turut mendoakan Tuan agar segera sadar dan bisa memimpin perusahaan ini lagi, tapi Nyonya ...." Bredy terdengar sedikit gelisah, dari intonasinya saja Maudy tahu jika asisten suaminya itu sedang menghadapi masalah yang pelik.

"Ada Bredy? Kenapa? Bisa langsung kau jelaskan?"

"Investor asing yang hendak bekerja sama dengan perusahaan mendadak menarik diri dan tidak jadi bergabung dengan perusahaan kita."

Hati Maudy terasa tertumbuk. Sudah lebih dari dua bulan lamanya perusahaan suaminya berjalan tanpa pimpinan yang jelas. Ia hanya mempercayakan semuanya kepada Bredy.

"Bred, bisa tolong kau cari data terbaru mengenai Bimara Group dari orang dalam?"

Belum selesai obrolan keduanya berjalan, tiba-tiba dari arah belakang, Maudy dipeluk oleh seseorang. Tak lupa seseorang itu memberikan kecupan di leher.

"Apa yang sedang kau bicarakan, Maudy? Bimara Group? Kenapa kau membawa-bawa nama perusahaanku?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status