Share

3. Bertemu Tunangan Bima

“Siapa wanita itu?”

Maudy menajamkan telinganya saat mendengar kalimat manja seorang wanita. Tidak lama, suara laki-laki yang Maudy tunggu kedatangannya sedari tadi terdengar.

"Kenapa kembali secepat ini?"

‘Sial*an! Ke mana dia ketika aku memanggilnya?!’ Maudy menggerutu, tetapi masih mendengarkan percakapan dua orang di dalam kamar sana.

"Aku ini tunanganmu! Kenapa kau harus tanya seperti itu? Apa kau masih belum bisa mencintaiku?"

Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si wanita membuat Maudy semakin jijik dengan Bima. Bagaimana bisa ia sudah bertunangan dan masih saja rakus untuk mendekati wanita lain?

"Jelas aku masih belajar mencintaimu, Selly. Kau tahu kan, cinta pertamaku sudah mati sia-sia dan aku masih belum bisa melupakannya."

"Selalu begitu jawabanmu! Bae ... aku kan lebih baik daripada wanita itu! Jelas-jelas aku lebih cantik!"

Terdengar kekehan Bima yang hanya beberapa detik dan setelahnya suara itu digantikan oleh suara ciuman keduanya dan juga desahan yang berlarut cukup panjang.

Dari balik pintu kamar mandi dan lantai marmer yang dingin, Maudy hanya diam. Ia masih memikirkan perkataan Bima yang menyebutkan mengenai cinta pertamanya yang mati sia-sia.

'Apa dia sudah membunuh wanita itu? Lalu siapa wanita yang dimaksud?' batinnya.

Suara yang berasal dari hubungan keduanya semakin membuat Maudy jijik. Terlebih menyadari jika dirinya juga sudah melakukan hal itu bersama Bima.

Ia akhirnya berusaha menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya dan berakhir tertidur di atas lantai dingin itu.

"Bae, aku mau ke toilet."

"Yang di lantai bawah aja, toilet di kamar ini rusak."

Suara samar-samar itu membangunkan Maudy yang ketiduran. Ia sedikit kebingungan hingga akhirnya menyadari jika dirinya masih terkunci di dalam kamar mandi.

Bagaimanapun, Maudy harus segera memakai bajunya lagi, ia kedinginan dan merasa sangat lelah. Ia hanya ingin keluar dari rumah itu sekarang juga.

Baru saja berdiri, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki pelan menuju kamar mandi dan kemudian terdengar suara pintu yang dibuka dari luar.

“Gawat!” Maudy tidak bisa sembunyi lagi. Kini dirinya mau tidak mau harus berhadapan dengan wanita itu.

Dilihatnya lekat-lekat wanita itu. Barangkali ada sesuatu yang bisa Maudy simpulkan atau barangkali ia mengenal wanita itu.

Wanita di depannya kini terlihat sangat cantik, kulitnya seputih susu dan matanya sebiru kristal. Walaupun kini ia hanya berpakaian piyama sutra, kecantikan alami dan keindahan tubuhnya mampu membuat siapa saja terpana saat melihatnya.

Maudy dan wanita yang bernama Selly itu saling bertatapan sejenak, hingga akhirnya batas emosi Selly sudah tidak bisa lagi terbendung.

"Brengsek kau Bima! Jauh-jauh aku datang dari Swiss menemuimu, ternyata kau malah menyimpan wanita murahan ini di rumahmu?!"

Maudy kaget dengan omongan Selly, ia merasa sangat terhina. Namun lagi-lagi ia harus menahan diri agar semua rencananya berjalan lancar.

Diam-diam Maudy melirik ke arah Bima dan anehnya si brengsek itu masih santai saja dengan kejadian ini. Laki-laki itu bahkan tidak merasa bersalah.

"Aku kesepian, Selly. Kau berada di Swiss hampir dua tahun dan aku tidak bisa hidup tanpa wanita, jadi … aku tidak salah."

Sedangkan Selly terlihat sesenggukan dan mengepalkan tangannya lebih kencang untuk menahan emosinya.

"Kenapa kau memilih si rambut pink aneh ini? Apa kau gila Bima! Paling tidak carilah yang normal. Apa kau gi–Argh, lepaskan!"

Belum selesai Selly melanjutkan perkataannya, terlebih dahulu Maudy menjambak rambut pirang Selly dengan kuat. Maudy mendadak menjadi lebih agresif.

"Hey, kau pikir rambutmu itu tidak aneh?” Ia melirik sinis pada Selly. “Lalu apa di atas bibirmu tahi lalat? Aku kira choco chips yang tertinggal. Dasar aneh!"

Bima masih tidak merespons teriakan kesakitan dari Selly. Laki-laki itu justru terlihat menikmati keributan dua wanita di hadapannya.

"Kau gila, ya?! Siapa kau berani menarik rambutku dengan tangan kotormu itu, hah? Kau cuma perempuan murahan! Berapa banyak Bima membayarmu setiap malam? Pergilah jangan datang lagi! Aku akan membayarmu!"

Tanpa ingin memperpanjang perdebatan lagi, Maudy hanya memutar bola matanya malas dan beranjak pergi. “Aku pulang, Bima.”

"Aku akan menghubungimu nanti," bisik Bima yang membuat Selly semakin emosi.

Pintu utama pada rumah mewah itu sedikit berdecit saat Maudy dengan cepat membukanya. Seakan ikut memberi ucapan selamat karena telah keluar dari rumah ini.

Tidak begitu jauh dari tempatnya berdiri, terlihat mobil jemputan Maudy telah datang. Begitu mobil tersebut tiba, ia segera membuka pintu mobil sambil sedikit membantingnya.

"Ada apa Nyonya? Ada masalah serius?" tanya Karen, asisten pribadi Maudy.

"Nanti aku ceritakan, kita pulang saja dulu."

"Baik Nyonya, tapi omong-omong Tuan Arga sedikit demi sedikit sudah bisa menggerakan jari telunjuknya."

Maudy terperanjat. Perasaan marah sekaligus lelahnya langsung berganti menjadi perasaan bahagia. Ini waktu yang ditunggu-tunggu Maudy.

Sambil menepuk bahu Karen, ia kemudian memberikan instruksi untuk langsung melaju ke arah bandara.

"Persiapkan juga tiket untuk keberangkatan tercepat hari ini. Aku tak sabar ingin melihat kondisi suamiku."

"Baik Nyonya."

Maudy memberi jeda beberapa detik, sebelum menatap sang asisten dengan pandangan serius. "Karen, kau tahu kan, kalau cuma kamu yang tahu rencana penyamaranku ini. Jadi, tolong atur semuanya dengan baik … termasuk menutup mulut jika si brengsek itu menanyakan keberadaanku."

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status