“Siapa wanita itu?”
Maudy menajamkan telinganya saat mendengar kalimat manja seorang wanita. Tidak lama, suara laki-laki yang Maudy tunggu kedatangannya sedari tadi terdengar."Kenapa kembali secepat ini?"‘Sial*an! Ke mana dia ketika aku memanggilnya?!’ Maudy menggerutu, tetapi masih mendengarkan percakapan dua orang di dalam kamar sana."Aku ini tunanganmu! Kenapa kau harus tanya seperti itu? Apa kau masih belum bisa mencintaiku?"Kalimat-kalimat yang diucapkan oleh si wanita membuat Maudy semakin jijik dengan Bima. Bagaimana bisa ia sudah bertunangan dan masih saja rakus untuk mendekati wanita lain?"Jelas aku masih belajar mencintaimu, Selly. Kau tahu kan, cinta pertamaku sudah mati sia-sia dan aku masih belum bisa melupakannya.""Selalu begitu jawabanmu! Bae ... aku kan lebih baik daripada wanita itu! Jelas-jelas aku lebih cantik!"Terdengar kekehan Bima yang hanya beberapa detik dan setelahnya suara itu digantikan oleh suara ciuman keduanya dan juga desahan yang berlarut cukup panjang.Dari balik pintu kamar mandi dan lantai marmer yang dingin, Maudy hanya diam. Ia masih memikirkan perkataan Bima yang menyebutkan mengenai cinta pertamanya yang mati sia-sia.'Apa dia sudah membunuh wanita itu? Lalu siapa wanita yang dimaksud?' batinnya.Suara yang berasal dari hubungan keduanya semakin membuat Maudy jijik. Terlebih menyadari jika dirinya juga sudah melakukan hal itu bersama Bima.Ia akhirnya berusaha menutup telinganya rapat-rapat dengan kedua tangannya dan berakhir tertidur di atas lantai dingin itu."Bae, aku mau ke toilet.""Yang di lantai bawah aja, toilet di kamar ini rusak."Suara samar-samar itu membangunkan Maudy yang ketiduran. Ia sedikit kebingungan hingga akhirnya menyadari jika dirinya masih terkunci di dalam kamar mandi.Bagaimanapun, Maudy harus segera memakai bajunya lagi, ia kedinginan dan merasa sangat lelah. Ia hanya ingin keluar dari rumah itu sekarang juga.Baru saja berdiri, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki pelan menuju kamar mandi dan kemudian terdengar suara pintu yang dibuka dari luar.“Gawat!” Maudy tidak bisa sembunyi lagi. Kini dirinya mau tidak mau harus berhadapan dengan wanita itu.Dilihatnya lekat-lekat wanita itu. Barangkali ada sesuatu yang bisa Maudy simpulkan atau barangkali ia mengenal wanita itu.Wanita di depannya kini terlihat sangat cantik, kulitnya seputih susu dan matanya sebiru kristal. Walaupun kini ia hanya berpakaian piyama sutra, kecantikan alami dan keindahan tubuhnya mampu membuat siapa saja terpana saat melihatnya.Maudy dan wanita yang bernama Selly itu saling bertatapan sejenak, hingga akhirnya batas emosi Selly sudah tidak bisa lagi terbendung."Brengsek kau Bima! Jauh-jauh aku datang dari Swiss menemuimu, ternyata kau malah menyimpan wanita murahan ini di rumahmu?!"Maudy kaget dengan omongan Selly, ia merasa sangat terhina. Namun lagi-lagi ia harus menahan diri agar semua rencananya berjalan lancar.Diam-diam Maudy melirik ke arah Bima dan anehnya si brengsek itu masih santai saja dengan kejadian ini. Laki-laki itu bahkan tidak merasa bersalah."Aku kesepian, Selly. Kau berada di Swiss hampir dua tahun dan aku tidak bisa hidup tanpa wanita, jadi … aku tidak salah."Sedangkan Selly terlihat sesenggukan dan mengepalkan tangannya lebih kencang untuk menahan emosinya."Kenapa kau memilih si rambut pink aneh ini? Apa kau gila Bima! Paling tidak carilah yang normal. Apa kau gi–Argh, lepaskan!"Belum selesai Selly melanjutkan perkataannya, terlebih dahulu Maudy menjambak rambut pirang Selly dengan kuat. Maudy mendadak menjadi lebih agresif."Hey, kau pikir rambutmu itu tidak aneh?” Ia melirik sinis pada Selly. “Lalu apa di atas bibirmu tahi lalat? Aku kira choco chips yang tertinggal. Dasar aneh!" Bima masih tidak merespons teriakan kesakitan dari Selly. Laki-laki itu justru terlihat menikmati keributan dua wanita di hadapannya."Kau gila, ya?! Siapa kau berani menarik rambutku dengan tangan kotormu itu, hah? Kau cuma perempuan murahan! Berapa banyak Bima membayarmu setiap malam? Pergilah jangan datang lagi! Aku akan membayarmu!"Tanpa ingin memperpanjang perdebatan lagi, Maudy hanya memutar bola matanya malas dan beranjak pergi. “Aku pulang, Bima.”"Aku akan menghubungimu nanti," bisik Bima yang membuat Selly semakin emosi.Pintu utama pada rumah mewah itu sedikit berdecit saat Maudy dengan cepat membukanya. Seakan ikut memberi ucapan selamat karena telah keluar dari rumah ini.Tidak begitu jauh dari tempatnya berdiri, terlihat mobil jemputan Maudy telah datang. Begitu mobil tersebut tiba, ia segera membuka pintu mobil sambil sedikit membantingnya."Ada apa Nyonya? Ada masalah serius?" tanya Karen, asisten pribadi Maudy."Nanti aku ceritakan, kita pulang saja dulu.""Baik Nyonya, tapi omong-omong Tuan Arga sedikit demi sedikit sudah bisa menggerakan jari telunjuknya."Maudy terperanjat. Perasaan marah sekaligus lelahnya langsung berganti menjadi perasaan bahagia. Ini waktu yang ditunggu-tunggu Maudy.Sambil menepuk bahu Karen, ia kemudian memberikan instruksi untuk langsung melaju ke arah bandara."Persiapkan juga tiket untuk keberangkatan tercepat hari ini. Aku tak sabar ingin melihat kondisi suamiku.""Baik Nyonya."Maudy memberi jeda beberapa detik, sebelum menatap sang asisten dengan pandangan serius. "Karen, kau tahu kan, kalau cuma kamu yang tahu rencana penyamaranku ini. Jadi, tolong atur semuanya dengan baik … termasuk menutup mulut jika si brengsek itu menanyakan keberadaanku."‘Bima Anggara is calling ….’Sepanjang perjalanan, dering ponsel selalu menemaninya. Maudy sedikit kesal saat si brengsek itu berkali-kali mencoba menghubunginya.Ia berpikir untuk menghindari Bima dengan menonaktifkan ponselnya. Namun jarinya terhenti saat melihat pesan masuk dari Bima yang cukup mengagetkan.'Kenapa tidak menjawab teleponku? Kau mau kabur ke mana?' Hal itu membuat Maudy kaget dan tidak habis pikir. Ia setengah panik sambil terus memperhatikan sekitar, barangkali ada mata-mata yang mengikutinya sejak tadi."Karen .. apakah aku ketahuan? Kenapa si brengsek ini mengirimiku pesan seperti ini?"Si asisten akhirnya memberikan Maudy scarf untuk menutupi kepalanya. "Mungkin harus seperti ini dulu Nyonya, penampilan Nyonya sedikit terlalu mencolok." Karen berpikiran, rambut fuschia milik Maudy-lah yang membuat majikannya itu mudah sekali dikenali."Apa aku harus membalas pesannya?" tanya Maudy kepada Karen yang masih fokus mengemudikan mobil."Saya rasa Nyonya Maudy har
"Bi .. Bima?" Seketika ia menyesal setengah mati karena kebodohannya dengan terlalu menonjolkan diri. Laki-laki itu mengangguk santai, mengedik ke arah Maudy yang begitu shock melihatnya di Singapura. "Bagaimana kau bisa ada di sini, hm?"Maudy memikirkan banyak cara untuk menjawab pertanyaan Bima. Ia pun berpura-pura tidak terjadi hal apa pun selain hanya ingin pergi berlibur."Aku hanya ingin berlibur .. itu saja," pungkasnya singkat sambil berjalan keluar kafe diikuti oleh Bima."Lalu kenapa kau bisa berada di sini? Kau bukan sengaja mengikutiku kan, Tuan Bima?" Mata Maudy berusaha memberikan penekanan agar Bima tidak mencurigainya.Sayang sekali yang di hadapinya adalah Bima, manusia yang hampir tak memiliki perasaan itu."Kau terlalu percaya diri, Maudy.” Laki-laki itu terkekeh pelan sebelum melanjutkan kalimatnya.” Aku hanya mengikuti naluriku, dan voila … aku menemukanmu."Tanpa sadar keduanya telah berjalan menjauh dari keramaian. Maudy yang sadar ia telah terpancing ma
Tatapan intimidasi dari Bima itu cukup membuat Maudy panik. Ia bahkan tidak ingin rencananya gagal secepat ini.Dengan segera Maudy berusaha untuk memungut kertas itu lebih dulu. Ia seperti sedang berlomba dengan Bima yang terlihat akan mengambilnya juga."Bukan apa apa .. ini hanya surat dari salah satu brand langgananku," Maudy perlahan mulai meremas surat itu seperti sesuatu yang tak penting."Mereka memberiku voucher eksklusif," lanjutnya."Buang saja .. aku bisa membelikanmu apa pun. Kau mau apa? Chann*l, B*lgari, atau D*or? Katakan saja."Maudy menghempaskan napasnya lega. Ia tidak percaya jika Bima akan semudah itu percaya padanya."Oh bukan .. bukan begitu. Tapi ya .. ini tidak begitu penting juga. Omong-omong siapa wanita yang sangat kau kagumi itu?"Pertanyaan Maudy membuat Bima mendelik seketika. Sedari tadi laki-laki itu seperti sedang menahan diri untuk tidak bercerita lebih banyak. Namun wajah muramnya yang seperti matahari tenggelam itu lebih kentara dari apapun. Maudy
Maudy mematung seketika. Ia mendadak percaya jika Bima adalah seorang stalker handal. Bagaimana bisa ia selalu berada di tempat yang sama dengan Maudy?"Aku baru saja menjenguk temanku, lalu .. kenapa kamu ada di sini?" tanyanya sambil berjalan meninggalkan area depan ruangan suaminya. Maudy tidak boleh sampai ketahuan. Rencananya bisa hancur seketika jika laki-laki yang dibencinya ini tahu."Aku juga mengunjungi temanku, lalu ..."Belum selesai perkataan Bima, Maudy sudah berlalu dengan agak tergesa-gesa."Hey .. mau kemana? Tunggu aku!"Susah payah Maudy tetap mencoba untuk keluar dari are rumah sakit ini. Hal sekecil apa pun tidak boleh sampai ketahuan."Maaf aku sedang buru-buru untuk pulang.""Kau mau pulang ke Jakarta kan? Bagaimana kalau kamu pulang bersamaku?"Maudy melengos setengah kesal. Ia hampir tidak bisa menghindari Bima di manapun dirinya berada."Kau mau kabur lagi? Apa aku harus berbuat sesuatu untuk menghentikanmu? Akhir-akhir ini kamu terlihat mencurigakan."DEG.M
"Maaf Nyonya .. tapi ini berkaitan dengan posisi saya di hotel ini, jadi saya ....""Tolong saya Tuan Ankara.. saya bisa menjamin keamanan Anda. Saya mohon..."Tak ada cara lain yang bisa Maudy lakukan selain memohon kepada si manajer. Ia tahu jika dahulunya Tuan Ankara telah menjalin hubungan yang baik dengan suaminya."Baiklah ..."Suara Tuan Ankara seperti oase bagi Maudy. Kedua tangan mungilnya menggenggam tangan Tuan Ankara dan mengucapkan terima kasih.Ia sangat bersyukur bahwa Tuan Ankara merupakan rekan baik suaminya. Namun Maudy lebih bersyukur jika kasus kecelakaan suaminya terungkap dan Bima dijebloskan masuk ke penjara. Itu saja.Sehabis menemui manajer Hotel Raffles, Maudy memutuskan untuk melihat lokasi kejadian kecelakaan suaminya, Arga. Sebuah ruangan VVIP yang biasanta hanya disewakan untuk acara-acara penting pejabat.Terlihat dari pintunya yang mewah bergaya klasik dan warna-warna kontras emas yang digunakan telah menambah kemegahan ruangan itu.Satu langkah kakinya
BRUK.Bima yang sempoyongan langsung terjatuh. Maudy dapat mencium dari baunya jika Bima sangat mabuk dan hampir tidak sadarkan diri.'Merepotkan saja!'Dengan susah payah ia berusaha mengangkat badan Bima ke atas sofa ruang tamunya. Entah apa yang ada dipikirannya, Maudy hanya ingin melihat Bima hancur namun ia juga tidak ingin Bima datang kepadanya seperti ini."Sialan! Semuanya sialan! Awas kau Arga! Aku akan mencarimu dan membuatmu tidak akan pernah bangun lagi! Selamanya!" teriak Bima secara tiba-tiba.Maudy sudah mengepalkan tangannya, bersiap untuk menghabisi laki-laki brengs*k ini. Namun lagi-lagi akal sehatnya kembali. Ia tidak boleh bertindak gegabah.Maudy merapatkan posisinya di sebelah Bima. Menggenggam tangannya untuk memperlihatkan jika ia peduli. Walaupun dalam hatinya tentu saja berbanding seratus delapan puluh derajat."Arga? Siapa dia?"Bima bergumam tak jelas mengatakan apa. Dia justru menarik badan Maudy agar berada di pelukannya."Dia manusia brengs*k! Bukan .. di
"Jika kau memang lajang .. menikahlah denganku Maudy!"Kedua tangan Bima mencengkeram erat bahu Maudy, menggoncangkannya agar Maudy menuruti apa yang ia mau.Maudy langsung tersadar jika ia tidak boleh lengah. Permintaan gila dari Bima itu harus ditolaknya dengan banyak alasan yang logis.Bagaimana pun juga ia harus tetap mendapat kepercayaan dari Bima agar semua sisi buruk Bima dapat ia korek lebih dalam."Aku akan menepis berita fitnah itu dan mengembalikan kejayaan perusahaanku .. juga nama baikku," Bima terus menatap Maudy dengan tatapan dalam.Maudy terus memberontak dan berusaha melepaskan diri. Semua perkataan sampah yang Bima ucapkan sudah seperti tuas bom yang siap membuatnya meledak kapan saja."Aku sudah menyerah untuk mendekatimu dan mendapatkan kontrak untuk perusahaanku. Lagipula .. sudah tidak tersisa berita baik untukmu."Maudy mendorong Bima jauh darinya. Dalam suasana genting itu terlihat Bima yang seperti sedang menahan amarah dan kekesalan yang mendalam."Jadi ini
Karen dan Bredy saling bertatapan, menunggu seseorang dengan canggung. Asisten pribadi dari masing-masing Maudy dan Arga itu sama sekali tidak tahu-menahu jika Maudy telah mengatur pertemuan untuk mereka bertiga."Sudah lama sekali kita tidak bertemu," ucap Bredy canggung."Ya .. sudah lama sekali."Karen hanya menjawab sesuai porsinya. Hubungan kedua asisten pribadi ini memang kurang begitu baik. Keduanya dulunya adalah sepasang kekasih yang tidak bisa bersama lagi.Melepas segala rasa canggung yang ada, Maudy datang tepat pada waktunya. Tak lupa untuk menyembunyikan penyamarannya pada Bredy, ia selalu menggunakan wig hitam yang mirip dengan model rambut aslinya."Kalian berdua sudah lama?"Karen dan Bredy kompak menggeleng dan berebut untuk menjawab pertanyaan sang Nyonya."Tidak .. maksud saya belum lama Nyonya."Maudy menatap keduanya. Ia teringat kembali dengan cerita dari suaminya mengenai Karen dan Bredy."Tidak usah canggung begitu .. hari ini kita akan membicarakan kemajuan p