Share

8. Bukti Pertama

"Maaf Nyonya .. tapi ini berkaitan dengan posisi saya di hotel ini, jadi saya ...."

"Tolong saya Tuan Ankara.. saya bisa menjamin keamanan Anda. Saya mohon..."

Tak ada cara lain yang bisa Maudy lakukan selain memohon kepada si manajer. Ia tahu jika dahulunya Tuan Ankara telah menjalin hubungan yang baik dengan suaminya.

"Baiklah ..."

Suara Tuan Ankara seperti oase bagi Maudy. Kedua tangan mungilnya menggenggam tangan Tuan Ankara dan mengucapkan terima kasih.

Ia sangat bersyukur bahwa Tuan Ankara merupakan rekan baik suaminya. Namun Maudy lebih bersyukur jika kasus kecelakaan suaminya terungkap dan Bima dijebloskan masuk ke penjara. Itu saja.

Sehabis menemui manajer Hotel Raffles, Maudy memutuskan untuk melihat lokasi kejadian kecelakaan suaminya, Arga. Sebuah ruangan VVIP yang biasanta hanya disewakan untuk acara-acara penting pejabat.

Terlihat dari pintunya yang mewah bergaya klasik dan warna-warna kontras emas yang digunakan telah menambah kemegahan ruangan itu.

Satu langkah kakinya mencoba masuk. Tidak ada apa-apa selain bau keputusasaan dan rasa dendam yang berkali-kali membebani dirinya.

Sambil melihat ke luar jendela besar, Maudy melongok ke bawah.

"Tinggi sekali .. bagaimana kau bisa jatuh dari tempat setinggi ini? Apa ada yang mendorongmu jatuh suamiku?" tanyanya pada diri sendiri.

Tanpa sadar sudut matanya berair. Ia menangis sambil sesekali meninju dinding pertanda kesal dan marah.

"Aku akan membalaskan dendammu Arga .. laki-laki jahat itu akan mendapatkan balasan yang setimpal. Percayakan padaku."

Dalam keputusasaan itu Maudy tetap akan mengusahakan apa pun demi membalaskan dendam kepada Bima.

"Agenda selanjutnya adalah bertemu dengan pengacara pilihan Bredy," ucapnya sambil berlalu pergi meninggalkan hotel itu.

**

Telepon dari Bredy berkali-kali masuk namun Maudy lebih ingin fokus menyetir. Hingga akhirnya ia sampai di depan perusahaan suaminya, Argawica Group.

"Sudah lama aku tidak menginjakan kaki di gedung ini sebagai diriku sendiri, Maudy istri dari Arga."

Langkah kakinya dengan pasti memasuki kerajaan dari suaminya yang merupakan salah satu CEO di perusahaan yang sekarang kepemimpinannya dialihkan kepada Bredy.

Tak ada yang berubah kecuali semakin ramainya aktivitas lalu lalang para investor yang mulai tertarik dengan Argawica Group.

Maudy berjalan memasuki ruang kerja suaminya yang sudah lama dibiarkan kosong. Tersimpan banyak memori antara ia dan suaminya dahulu di ruangan itu.

"Selamat siang Nyonya ..." Bredy dengan sigap memberi salam kepada Maudy dan mempersilakannya duduk.

Tak lupa dengan pengacara yang langsung berdiri menyalami Maudy sambil memperkenalkan dirinya.

"Selamat siang Nyonya Maudy .. perkenalkan saya Abraham," sapa si pengacara sambil menyalami Maudy.

Terlihat Bredy tampak berkali-kali mengamati Maudy seperti menemukan sesuatu yang aneh padanya.

"Kenapa Bred? Apa ada yang salah denganku?" Maudy yang menyadari hal itu pun langsung saja menanyakannya.

"Ah tidak Nyonya .. hanya saja Nyonya Maudy terlihat sedikit berbeda." Bredy sedikit menundukan wajahnya karena tak enak telah mengatakan hal itu kepada Maudy.

Mendengar perkataan Bredy membuat Maudy menyadari sesuatu. Rambut fuchsia yang ia sembunyikan dengan wig berwarna hitam ternyata tetap tidak dapat mengembalikan penampilannya seperti Maudy yang dulu.

"Ah begitu ya? Haha .. mungkin karena aku kesulitan karen belum bisa mengungkap kasus suamiku."

"Omong-omong bagaimana kondisi Tuan Arga di sana? Apakah beliau baik-baik saja?" tanya Bredy yang tak sabar mendengar jawaban dari Maudy.

Maudy melirik sebentar ke arah si pengacara yang terlihat juga menyimak pertanyaan dari Bredy.

"Baik .. suamiku kondisinya tentu saja baik jadi tidak usah khawatir. Dan kabar baik lainnya adalah aku mendapatkan bukti baru untuk memperkuat penyelidikan ulang kasus kecelakaan suamiku."

Dengan bangganya Maudy mengeluarkan flashdisk ke depan Bredy dan si pengacara.

"Aku ingin masalah ini diusut sampai tuntas karena ada seseorang yang aku curigai dan memang benar dia orangnya."

Bredy mematung tak percaya dengan perkataan Maudy.

"Maksud Nyonya petinggi perusahaan sebelah itu?" tanya Bredy.

Maudy mengangguk. Terlihat wajah bingung Bredy dan si pengacara.

Mereka keheranan dan tidak menyangka jika Maudy mengambil banyak peran dan effort untuk kasus ini.

**

Senyum cerah menghiasi wajah Maudy. Perasaan gelisahnya perlahan luntur bersamaan dengan diterimanya laporan penyelidikan ulang di kantor polisi.

Ia telah mempertaruhkan segalanya. Oleh karena itu ia tidak boleh gagal.

Di depan layar laptopnya ia masih terus mencari tahu keberlangsungan perusahaan Bima. Sejak benerapa menit laporan penyelidikan ulang itu diterima, dalam sekejap juga langsung bermunculan artikel dan berita mengenai Bima.

"Awal yang bagus!" soraknya kegirangan.

Berkali-kali Maudy mencoba untuk menenangkan dirinya dan jangan terlalu gegabah. Rencananya belum selesai.

Tak berapa lama setelah ia berniat untuk makan malam, bel apartemennya berbunyi. Dahi Maudy berkerut, bertanya-tanya siapa yang mengunjunginya. Karena apartemennya yang satu ini tidak banyak yang tahu dan hanya beberapa orang saja.

Ting .. Tong ..

Bunyi bel dipencet berkali-kali membuat Maudy mau tak mau harus membukakannya. Namun terlebih dahulu dirinya melihat dari monitor keamanan dan hanya gelap, seperti sengaja ditutupi oleh sesuatu.

"Siapa ya?" Maudy membukakan pintu dan terlihat sosok Bima dengan pakaian yang serba tertutup lengkap dengan masker dan topi itu berdiri di depan Maudy.

'Benar .. laki-laki ini pernah mengantarku pulang, dia mengetahui alamatku.' batinnya.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba datang? Kan sudah aku bilang agar ja-"

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status