Share

Bagian 3: Seseorang dari Masa Lalu

“Mantan memang meresahkan, tapi ada masanya dia hanya menjadi debu yang akan terbang jika ditiup angin.”

~Aleeya Puspita Wulandari~

---

“Kamu benar-benar Aleeya?” ulang pemuda tampan itu lagi.

Aku cepat menyunggingkan senyum. Pertemuan dengan mantan memang meresahkan bagi sebagian orang. Ya, lelaki tampan ini adalah Ardhan, pacar pertama sekaligus terakhirku. Dia memang sudah kehilangan posisi di hatiku, tetapi bertemu kembali tetap membuatku kaget.

“Iya, Dhan. Aku Aleeya. Lama kita nggak ketemu, apa kabar?” Aku berusaha seramah mungkin.

Ardhan terdiam, menatap lekat. Aku mencoba menghangatkan suasana dengan obrolan ringan, tentang pekerjaan, juga hobi balapannya yang ternyata belum berubah. Dia menanggapi antusias meskipun terasa ada kecanggungan.

Obrolan kami hanya terhenti sebentar saat aku harus memeriksa resep-resep terakhir yang masuk. Beberapa kali tangannya tampak seperti hendak meraih tanganku di etalase. Namun, aku cepat menghindar.

Asistenku tiba-tiba mendekat sambil membawa obat. Aku menerima obat yang telah disiapkan asisten. Meskipun tampak penasaran dengan sosok Ardhan, para asistenku harus kembali ke ruang racik karena masih ada banyak pekerjaan di sana.

Aku menoleh ke arah Ardhan. “Kutinggal dulu, ya, Dhan," pamitku.

Ardhan tampak mengangguk. Aku segera menuju loket penyerahan obat dan memanggil nama pasien yang tertera di resep. Seorang wanita paruh baya bertubuh subur mendekat.

Setelah memperkenalkan diri, aku mengajukan three prime question, tentang apakah dokter sudah memberitahukan mengenai penyakit, khasiat obat yang digunakan, dan cara penggunaannya. Jika sudah mendapat informasi, tinggal dipastikan apakah pasien sudah mengerti dan ditambahkan informasi lain seperti penyimpanan misalnya. Jika belum, seorang apoteker harus memberikan penjelasan.

“Ibu sudah pernah menggunakan insulin sebelumnya?” tanyaku sambil menunjuk pen insulin yang diresepkan untuk si pasien.

“Belum, Bu.”

“Baik, saya minta waktunya sebentar untuk menjelaskan tata cara penggunaannya, ya, Bu.”

Pasien mengangguk. Aku pun menjelaskannya tahapan penggunaan insulin. Penjelasan dimulai dari mengatur dosis dan memasang jarum pada pen, persiapan sebelum penyuntikan, area untuk penyuntikan, hingga cara menyuntiknya.

Kebetulan, ibuku juga pernah diresepkan obat jenis hormon ini. Jadi, aku masih menyimpan pen kosong, bisa dipakai untuk peragaan, tentunya setelah jarumnya dicopot.

“Sebelum dibuka, insulin ini bisa disimpan dalam kulkas. Nanti ketika akan digunakan, bisa digosok dengan telapak tangan dulu agar suhunya kembali normal. Jika sudah dibuka, obatnya cukup disimpan di kotak obat," jelasku panjang lebar.

Cara penyimpanan obat tertentu memang perlu ditekankan. Meskipun rata-rata obat disimpan pada suhu ruang, sekitar 25-30 derajat celcius, tapi ada juga yang memerlukan suhu lebih rendah.

“Sudah bisa dipahami, Ibu?” tanyaku meyakinkan sekali lagi.

“Sudah.”

“Baik, ini obat Ibu,” ucapku sembari menyerahkan obat, “semoga lekas sembuh.”

Wanita paruh baya itu pun meninggalkan apotek. Beliau adalah pasien terakhir. Melihatku sudah tak melayani pelanggan, Ardhan kembali mendekat. Obrolan kami pun berlanjut.

"Lho, kalian saling kenal?” Suara Rosa memutus obrolan. Dia baru kembali dari toilet.

Ardhan mengerutkan kening. “Kak Ros, kenal Aleeya?”

“Kenal dong, Upin. Aleeya, kan, teman satu kosan aku.”

Aku seketika melongo. Otak mencerna beberapa saat. Tanganku refleks menepuk kening. Kaget dengan kemunculan Ardhan, aku lupa dia datang ke sini dengan siapa.

Jika si mantan ini adalah adik Rosa, berarti dia juga adik dari Dokter Syahril. Saking cueknya, aku memang tidak pernah kepo berlebihan dengan saudara Rosa. Aku hanya tahu adiknya kuliah di luar negeri yang diolok-oloknya dengan panggilan Upin.

Ya ampun, kenapa hidupku menjadi seperti judul sinetron di saluran TV ikan tongkol? Mantanku adalah adik dari sahabatku dan lelaki yang selalu modus padaku. Halah, banyak sekali serangan -ku dalam kalimatnya.

“Lah, kamu lho, Upin, kenal Aleeya dari mana?” cecar Rosa dengan tatapan menodong,

Gawat! Ardhan tak boleh menceritakan hubungan kami di masa lalu. Bisa terjadi perang saudara jika Rosa mengetahui sebenarnya.

Dulu, saat menjalani terapi, aku tentu jujur juga tentang mantan kekasih yang telah mempermainkan meskipun tidak menyebutkan nama. Apa jadinya jika Rosa tahu lelaki pembuat luka itu adalah adiknya sendiri?

"Ardhan? Jadi, dari mana kamu kenal Aleeya?" ulang Rosa.

Ardhan tampak tersenyum pahit, lalu bergumam pelan, “Kami ...."

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status