Share

Bab 4 Kegalauan

Sudah seminggu sejak keluar dari rumah sakit, Kayla tidak berjumpa dengan nenek Emeline dan cucunya. Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu.

Tok – Tok

“Pasti mau menagih kontrakan,” ujar Kayla yang sedang menyisir rambutnya yang basah.

“Selamat pagi,” ucap Steven yang telah berada di depan pintu kontrakan Kayla.

“Pak Steven,” ucap Kayla bingung.

Steven meminggirkan tubuhnya ke arah kanan memberi jalan untuk seseorang di belakangnya maju. Nenek Emeline berada di belakang Steven tanpa perban di kepalanya.

Kayla terkejut dengan kehadiran nenek Emeline di rumah kontrakannya.

“Nenek,” ucap Kayla dengan mimik wajah terkejut.

“Iya, kenapa sayang? Kamu terkejut ya?” tanya nenek Emeline dengan senyumannya.

“Silakan masuk nek,” ujar Kayla mempersilahkan nenek Emeline masuk ke rumahnya sambil mendekat ke arah nenek Emeline dan meraih tangannya untuk menyalaminya. Kayla mencium tangan nenek Emeline sebagai bentuk dirinya menghormati orang yang lebih tua.

Nenek Emeline masuk dan bingung harus duduk di mana. Ada tikar di sudut ruangan. Kayla mengerti maksud pandangan sang nenek.

“Maaf nek, inilah gubuk yang Kay mampu tempati,” ucap Kayla sambil memaksakan tersenyum.

“Tidak masalah Kay, nenek duduk di sini saja,” ucap nenek Emeline yang duduk di lantai bersama dengan Steven.

“Sebentar nek, Kay bentangkan tikar dulu,” ujar Kayla sebelum nenek Emeline duduk.

Nenek Emeline memandangi Kayla yang sibuk mengambil tikar lalu membentanginya. Setelah tiker itu di bentangkan Steven dan nenek duduk di atasnya.

“Nenek tahu dari mana, Kay tinggal di sini?” tanya Kayla yang duduk berhadapan dengan nenek.

“Tahu dari—” ucapan nenek emeline terpotong.

Ucapan nenek Emeline terpotong ketika pemilik rumah telah masuk ke rumah kontrakan Kayla. Pemilik kontrakan melihat dari kejauhan pintu rumah Kayla terbuka. Segera pemilik rumah menghampiri Kayla.

“Kebetulan sekali, kamu lagi di rumah,” ucap Ibu pemilik kontrakan langsung menyela ucapan nenek Emeline.

“Ibu. Maaf, Kay belum bisa bayar uang kontrakan, Kayla janji minggu depan Kay lunasi,” ujar Kayla dengan rasa takut setelah memasang tikar di lantai.

Nenek Emeline hanya diam dan melihat percakapan di hadapannya.

“Kamu ini janji! Janji! Janji ! Terus,” ujar ibu pemilik kontrakan dengan mimik wajah tidak senang.

“Kali ini Kayla tidak hanya berjanji, Kay pasti akan bayar,” ujar Kayla dengan wajah memohon.

“Awas saja! jika kamu tidak menepati janji, aku akan usir kamu hari itu juga,” ujar ibu kontrakan marah lalu pergi.

“Maaf nek, tadi ada yang mengganggu,” ucap Kayla tidak enak hati.

“Kamu kenapa menolak uang kompensasi yang nenek kasih, setidaknya kamu bisa ambil kredit rumah dan sebagian bayar kontrakan ini,” ujar nenek Emeline dengan lembut.

“Aku menolong nenek tanpa minta balasan kok,” ujar Kayla.

“Tapi, kamu membutuhkannya sayang!” ucap nenek Emeline dengan tatapan lembutnya.

“Tidak kenapa nek, nenek jangan khawatir,” ujar Kayla dengan senyuman.

“ Tapi Kay—” ucapan nenek terpotong kembali oleh tetangga Kayla yang tiba-tiba datang ke rumah Kayla.

"Permisi, Kay ada telepon dari pihak rumah sakit," ujar tetangga Kayla memberikan ponselnya.

Wajah Kayla terlihat begitu serius ketika mendapatkan telepon dari pihak rumah sakit.

"Kayla, jika ada yang bisa kami bantu ke rumah saja ya, aku pulang dulu. Maaf ganggu," ucap tetangga Kayla lalu pergi meninggalkan mereka.

"Ada kabar apa Kay? kamu beneran tidak punya ponsel?" tanya nenek heran karena yang mengabari Kayla adalah tetangganya.

"Dulu pernah ada nek, tapi sudah Kay jual. maka ketika ibu masuk ke rumah sakit, Kay mendaftarkan nomor telepon tetangga, agar ada yang bisa mengabari jika terjadi sesuatu dengan ibu di rumah sakit," ujar Kayla menjabarkan apa yang baru saja terjadi.

“Ya ampun Kay. Begitu malang takdirmu sayang,” ujar nenek bersimpati dengan kehidupan Kayla. Kayla membalas ucapan nenek dengan senyuman.

Kayla teringat kembali kepada kenyataan yang terjadi sekarang, bahwa ia harus segera ke rumah sakit.

“O ya nek... maaf. Kay harus ke rumah sakit untuk melihat kondisi ibu,” ucap Kayla dengan raut wajah sedihnya.

“Biar kami antar! Agar kamu bisa cepat sampai,” ujar nenek.

“Boleh nek. Maaf merepotkan nenek dan pak Steven,” ucap Kayla.

“Kamu bisa panggil aku ... kakak saja jangan bapak karena terkesan terlalu tua,” ucap Steven.

“Jika begitu terima kasih kak atas bantuannya,” ucap Kayla ramah .

Mereka bertiga berangkat ke rumah sakit di mana ibu Kayla di rawat. Kayla duduk di kursi penumpang bersama sang nenek.

Kayla tidak banyak bicara karena ia begitu khawatir dengan keadaan sang ibu.

“Sejak kapan ibu kamu masuk rumah sakit?” tanya nenek Emeline.

“Sekitar 1 tahun yang lalu nek,” ujar Kayla.

“Maaf bukan bermaksud ikut campur dengan urusan keluargamu, tapi nenek cuma ingin tahu saja. Ibumu sakit apa Kay?” tanya nenek Emeline berusaha sesopan mungkin bertanya takutnya Kayla tersinggung.

“Penyumbatan di Jantung, sebenarnya Kayla tidak mengerti juga dengan penyakit ibu,” ucap Kayla.

Nenek Emeline langsung menelepon dokter pribadinya. Untuk membicarakan tentang penyakit ibunya Kayla. Mereka membuat janji untuk bertemu di pukul 10 pagi, setelah menemani Kayla ke rumah sakit menemui ibunya.

Kayla hanya bisa mendengar tanpa kata-kata.

“Kay, kamu tahu? nenek sebenarnya ingin sekali kamu jadi cucu mantu nenek,” ucap sang nenek sambil menggenggam tangan Kayla.

“Nek. Kita bisa jadi keluarga bahkan tanpa ikatan pernikahan,” ujar Kayla menolak.

“Tapi Kay, nenek ingin sekali kamu jadi istri Carlo, nenek khawatir dengan kondisi anak itu,” ungkap nenek yang sengaja ingin menyebabkan Kayla simpati.

“Khawatir tentang apa nek?” tanya Kayla dengan wajah serius.

“Nenek khawatir dia tidak suka wanita Kay,” ucap nenek dengan wajah melas.

Wajah Kayla terkejut, dan membuat Steven tertawa mendengar kakaknya di tuduh homo oleh neneknya.

“Nenek, jangan sampai kakak mendengarnya,” ucap Steven dengan tawanya.

“Kalau kamu tidak kasih tahu dia, Ya dari mana dia tahu? kamu fokus nyetir saja Steven," ucap nenek menahan tawa.

Kayla bingung dengan ucapan nenek Emeline.

“Kay, nenek mohon! Menikahlah dengan Carlo,” ucap nenek.

“Nanti Kay pertimbangkan," ucap Kayla singkat.

Di kepala Kayla penuh dengan kekhawatiran akan keadaan ibunya. Mereka bertiga saling diam di dalam mobil ketika masuk halaman parkir rumah sakit.

Kayla dan nenek turun di pintu utama sedangkan Steven membawa mobilnya menuju ke parkir mobil.

Kayla berjalan dengan cepat menuju ruangan ibunya. Setelah sampai di sana. Kayla segera menemui dokter yang menangani penyakit sang ibu. Kayla di temani nenek masuk ke ruangan dokter tersebut.

“Nona Kayla anak ibu Andine?” tanya dokter tersebut.

“Iya saya dok,” Ucap Kayla.

“Ibu kamu sekarang dalam keadaan kritis. Saya sarankan harus segera di operasi jika ingin menyelamatkan nyawa ibu kamu. Saya harap jangan di tunda lagi operasinya karena kasihan dengan pasien, harus segera di berikan alat di jantungnya,” ucap sang dokter.

“Iya dok, nanti saya akan kabari ke dokter segera setelah kami kompromikan dengan keluarga. Kira-kira berapa biaya yang harus di siapkan?” tanya Kayla.

“Biaya yang harus di siapkan sekitar Rp.200-350juta,” ungkap Dokter.

“Boleh di cicil?” tanya Kayla ke dokter.

“Untuk keuangan. Kamu bisa langsung ke admin di bawah,” ucap dokter.

Kayla hanya bisa menarik nafas dalam-dalam.

Kayla dan nenek Emeline akhirnya keluar dari ruangan tersebut. Kayla duduk menghadap ruangan ibunya.

Tubuh ibunya semakin Lemah setiap harinya jika tidak segera di operasi maka ibunya akan meninggal dunia. Kayla memandang ruangan ibunya dengan pandangan nanar, dia tidak mampu mengungkapkan apa yang ia rasakan. Steven dan nenek hanya memperhatikan keadaan Kayla seperti orang kebingungan.

“Kay, boleh nenek bicara dengan kamu?” tanya nenek saat itu.

Kayla menoleh ke arah nenek yang tengah berdiri di depannya. Kayla tersenyum dengan air mata yang ia tahan.

“Steven, kamu belikan kami kopi susu hangat ya!” perintah nenek ke Steven.

Steven mengikuti apa kata sang nenek meninggalkan mereka berdua di depan ruangan.

“Kay, nenek tidak ingin kamu berpikir bahwa nenek mencari kesempatan dalam kesempitan,” ucap nenek dengan pandangan lembut.

“Kayla berusaha tidak berpikir negatif dengan orang-orang yang ada di sekitar Kay,” ucap Kayla.

“Kay, kamu mau ya kali ini! nenek bantu pengobatan ibumu, kamu tenang saja semua ini tidak gratis” ucap nenek serius.

Kayla mengarahkan pandangannya ke arah sang nenek.

“Nenek berkata begitu karena nenek tahu kamu tidak mau ada hutang budi dengan orang lain?” tanya nenek yang hanya di jawab anggukan oleh Kayla.

“Kay, jika kamu setuju, nenek hanya ingin kamu menikahi Carlo,” ucap nenek dengan nada penuh penekanan.

“Kami baru berjumpa di rumah sakit ketika nenek kecelakaan,” ucap Kayla dengan wajah bingung kenapa dia harus di paksa menikah dengan lelaki asing yang baru satu kali bertemu.

“Nenek tahu kamu merasa semua tidak wajar, tapi yakinlah dengan kamu menikahinya kehidupan kamu akan terjamin” ucap nenek.

“Nek, bisa tidak saya ganti dengan bekerja di rumah nenek saja, beres-beres atau membantu nenek melakukan apa pun," ucap Kayla.

“Tapi Kay, ini bukan masalah uang tapi ini masalah hidup mati ibumu," Ucap nenek kembali.

“Aku ingin menyelamatkan ibuku nek, tapi di sisi lain aku tidak bisa menaruhkan kehidupanku untuk lelaki asing yang tidak aku kenal,” ujar Kayla sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Coba kamu pikirkan matang-matang, kamu tidak rugi kok. Uang dan cincin dari nenek dan yang paling utama adalah pengobatan ibumu,” ucap nenek.

“Nenek yakin, jika ibumu sadar pasti menyuruhmu untuk menerima tawaran nenek,” ucap nenek sambil mengelus pucuk kepala Kayla.

Tampak jelas wajah Kayla tanpa senyuman, bimbang dengan tawaran sang nenek.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status