Share

Bab 6 Kantor

“Nek, aku nanti hanya bisa mengantar kalian sampai depan perusahaan ya, tidak bisa sampai dalam. Karena kelasku sebentar lagi akan di mulai,” ucap Steven sambil memainkan ponselnya di depan mobilnya sebelum masuk ke dalam mobil.

“Ya tidak apa-apa Steven. Kamu mengajar dulu saja,” ujar nenek Emeline lalu masuk ke dalam mobil.

Setelah masuk ke dalam mobil mereka pun pergi menuju kantor Carlo. Steven hanya bisa mengantar Kayla dan nenek sampai pintu utama perusahaannya lalu pergi meninggali dua wanita itu.

Jam menunjukkan waktu makan siang, Nenek menawarkan Kayla makan bersamanya dengan Carlo.

“Kay. Nanti kita makan siang dulu ya sebelum kecatatan sipil, melakukan pendaftaran pernikahanmu,” ujar nenek. Sambil berjalan masuk ke dalam perusahaan. Di lantai dasar mereka bertemu satpam yang memberi hormat kepada mereka berdua.

Kayla sebenarnya sangat bingung dengan keputusannya apakah tepat atau tidak. Kayla memutuskan untuk tidak banyak bicara.

Nenek Emeline mengajak Kayla menuju lantai terakhir yaitu lantai 35. Di lantai itu tidak ada ruangan hanya ada satu ruangan yang besar yaitu ruangan CEO mereka.

“Selamat siang. Bapak ada?” tanya nenek kepada asisten Carlo yang sedang sibuk mengetik di laptop.

Di depan ruangan Carlo terdapat meja besar dengan laptop di atasnya. Sekretaris akan selalu siap di sana, menunggu perintah dari Carlo.

“Nenek. Apakah nenek sehat?” tanya sekretaris Carlo basa-basi sambil menekan beberapa nomor di telepon kabel yang ada di mejanya.

"Sehat," jawab nenek singkat.

“Permisi pak, ada nenek sedang berkunjung,” ucap Pandi tanpa memberitahukan ada gadis yang mendamping nenek.

“Suruh masuk,” ucap Carlo yang terdengar oleh nenek dan Kayla karena berada di sana.

"Kata bapak, silakan masuk," ucap Sekretaris itu sambil berdiri memberi hormat ke nenek.

Nenek pun berjalan mendekat ke pintu ruangan Carlo.

“Ayo! Kay,” ucap nenek kepada Kayla yang tidak berjalan masuk ke ruangan melainkan mematung di depan ruangan Carlo.

Kayla hanya bisa mengangguk mendengar ajakan nenek Emeline.

Nenek membuka pintu besar yang dominan dengan warna abu-abu. Kayla melangkahkan kakinya menyusul nenek yang telah masuk ke dalam ruangan Carlo.

Deg- Deg-Deg.

Suara detak jantung Kayla tidak menentu karena mereka akan membahas sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan Kayla. Sesuatu yang sangat mempengaruhi perubahan dalam kehidupan Kayla kelak.

Mata tajam itu sedang menyorot tubuh mungil milik Kayla yang berdiri tidak jauh dari nenek Emeline.

“Kenapa nenek ke sini?” tanya Carlo dengan wajah datar.

“Ada yang ingin nenek sampaikan ke kamu,” ucap nenek sambil duduk di sofa yang ada di ruangan itu.

“Silakan duduk,” ucap Carlo kepada Kayla yang mematung di depan pintu.

Kayla berjalan menuju sofa dan langsung duduk bersampingan dengan nenek. Sedangkan Carlo duduk berhadapan dengan Kayla.

“Kenapa kamu juga kesini?” tanya Carlo kepada Kayla dengan sorot mata elangnya.

“Aku—” suara serak Kayla terdengar jelas. Ada keraguan yang terdengar di suaranya.

“Nenek sengaja mengajak Kayla karena dia terlibat dalam hal ini,” ujar nenek yang membuat Carlo bingung.

“Nenek. Langsung saja ngomong apa yang ingin nenek bahas dengan aku,” ujar Carlo kepada nenek.

“Carlo. Nenek sudah meminta Kayla untuk jadi istrimu,” ucap nenek dengan santai.

“Nenek jangan bercanda,” ujar Carlo ketawa getir sambil mengalihkan pandangannya ke jendela kaca berukuran besar yang berada di samping sofa.

“Nenek tidak bercanda Carlo! Nenek tidak ingin kalian menunda-nunda pernikahan. Jadi nenek putuskan kamu dengan Kayla hari ini harus ke catatan sipil untuk mendaftarkan pernikahan dan ke KUA untuk ijab kabul,” ujar nenek Emeline dengan nada tegas.

Kayla yang menunduk selama pembicaraan, kini berusaha mencuri pandang ke arah Carlo. Dari nada bicara Carlo terlihat tidak senang namun dirinya masih penasaran dengan ekspresi Carlo.

Mata tajam itu seperti sedang mengincar mangsa. Bulu kuduk Kayla naik membayangkan kemarahan Carlo. Namun ajaibnya Carlo tidak marah sama sekali. Dia hanya diam.

“Baiklah, namun ini kesepakatan aku ke nenek dan kamu Kayla,” ujar Carlo dengan wajah serius.

“Aku tidak akan menyentuh dia sebelum aku jatuh cinta dengan dia dan nenek jangan berharap besar dari hubungan yang di paksa ini,” ujar Carlo dengan pandangan mengejek ke Kayla.

'Aku pikir dia gadis yang polos. Tidak sama dengan wanita lain di luar sana ternyata aku salah, dia sama dengan wanita lain yang memiliki pikiran licik. Dia tahu nenek sedang mencari pasangan untukku. Dia memanfaatkan nenek demi keuntungan pribadinya. Lihatlah permainan apa yang akan kamu mainkan, aku akan menjadi orang pertama yang akan menghancurimu,’ ujar Carlo mengutuk gadis yang ada di hadapannya dalam hati.

“Kamu Kay! jangan berharap lebih dari pernikahan kita ini,” ujar Carlo dengan nada dingin dan tatapan mengejek.

Kayla tidak bisa melawan Carlo karena Kayla merasa keputusannya menerima pernikahan ini tidak tepat.

“Terserah kamu Carlo. Nenek punya keyakinan berbeda dengan kamu. Nenek yakin kamu akan segera punya anak dari dia,” ucap Nenek sambil menahan senyum.

“Ya sudah, kita makan dulu. Nenek lapar!” ujar nenek ke pada Carlo dan Kayla sambil menggosok perutnya sendiri.

“Nenek mau makan di mana?” tanya Carlo.

“Ya makan di luar saja, sekalian nanti habis makan kita bisa ke catatan sipil dan KUA,” ujar nenek santai.

Mereka bertiga akhirnya melangkah keluar dari ruangan menuju parkir mobil, untuk berangkat bersama menuju rumah makan kesukaan nenek.

Kayla duduk di bagian penumpang bersama dengan nenek.

“Kamu akan beruntung sayang bisa berjumpa dengan Kayla. Nenek tidak mau kehilangan kesempatan emas ini,” ujar nenek dengan wajah bahagia sambil menatap Kayla lembut.

Carlo hanya berdehem mendengar penjelasan nenek.

'Apa keputusanku salah? Mengorbankan orang lain demi pengobatan ibuku,’ ujar Kayla di dalam hati merasa bersalah.

Carlo diam-diam melirik Kayla dari kaca spion dalam mobil. Di lihatnya gadis itu sedang memandang ke luar jendela dengan mata sendu, seperti ada kesedihan di tatapannya.

Kayla merasa seperti ada yang mengamatinya sehingga Kayla menoleh ke arah depan tepatnya ke arah kaca spion itu. Mata mereka bertemu dalam hitungan detik.

Kayla mengalihkan pandangannya keluar jendela. Nenek Emeline menyadari apa yang terjadi antara mereka. Nenek Emeline hanya bisa tersenyum melihat perilaku mereka.

“Kay, kamu punya pacar tidak? Jika ada aku ingin kamu putusi dia. Aku tidak ingin istriku selingkuh,” ucap Carlo mengejutkan Kayla.

Mata Kayla membulat mendengar ucapan Carlo yang kekanak-kanakan.

“Kenapa kamu diam, jangan-jangan banyak!” tambah Carlo yang sengaja mengintimidasi Kayla.

“Aku tidak punya pacar pak,” saut Kayla tegas.

“Bisakah kamu berhenti panggil aku bapak! Aku bukan bapakmu,” ucap Carlo kesal di panggil bapak oleh Kayla.

“Jadi mau di panggil apa? Kakak juga,” tanya Kayla dengan lantang.

“Kenapa ada kata juga? Jangan – jangan ada orang lain yang meminta kamu memanggilnya selain bapak juga ya? Siapa orang itu?” Carlo menghujani Kayla dengan pertanyaan.

“Ternyata bapak cerewet juga ya!” ucap Kayla kesal karena di hujani pertanyaan.

“Ya wajarlah! kamu sebentar lagi akan menjadi istriku,” ujar Carlo kesal.

“Sudah! Sudah! bisa berhenti tidak, jangan ribut lagi,” ucap nenek Emeline menghentikan keributan antara Kayla dengan Carlo.

“Jadi siapa? Kay,” tanya Carlo sambil menyetir.

“Kak Steven” ucap Kayla singkat.

“Itu anak maksudnya apa coba? uh ” tanya Carlo namun tidak ada yg menjawab.

“Panggil aku mas saja jangan kakak,” ujar Carlo yang tidak ingin disamakan dengan Steven.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status