Share

Perjalanan Waktu Nona Pewaris
Perjalanan Waktu Nona Pewaris
Author: Matahariku

Bab 1

Di sebuah gudang terbengkalai yang terletak di pinggiran kota ….

Winda yang sedang meringkuk di lantai hampir saja kehilangan kesadarannya karena rasa sakit yang dia rasakan akibat kesepuluh kuku jarinya dicabut dan terus meneteskan darah tanpa henti. Sementara itu, Luna hanya tersenyum seperti orang gila sambil memegang sebuah tang di tangan kanannya.

“Gimana, Winda? Sakit?” ucap Luna tertawa sambil menginjak jari Winda, “Sudah lama aku mau nyiksa kamu! Kalau bukan karena ada Hengky yang selama ini jagain kamu, kamu pikir kamu bisa hidup sampai detik ini? Sayangnya kamu sendiri yang bodoh mau saja bercerai sama Hengky cuma demi Jefri! Hahaha …. jadi ini bukan salahku!”

Luna merasa cemburu seketika mengungkit nama Hengky dan langsung menendang perut Winda untuk melampiaskan emosinya. Alhasil, Winda yang kesakitan sampai tubuhnya mengejang pun langsung memuntahkan darah segar dari mulutnya dalam jumlah yang cukup banyak.

“Luna … kenapa? Kenapa?!” jerit Winda dengan mata memerah.

Dalam hati Winda bertanya-tanya apa yang membuat Luna begitu jahat kepadanya. Selama ini dia tidak pernah menyakiti perasaan adik tirinya itu, lantas apa yang membuat Luna menculik dirinya? Kenapa Luna harus menyiksa dirinya?!

“Kenapa? Karena kamu menghalangi aku! Atas dasar apa kamu harus terlahir jadi anak sulung keluarga Atmaja? Kenapa Hengky suka sama kamu dan nggak menganggap aku sedikit pun? Atas hak apa Hengky bersikeras ngasih perusahaannya buat kamu?! Kalau kamu mati, perusahaannya bakal jadi punyaku dan Hengky bakal tertarik sama aku!”

Kemudian, Luna menjambak rambut Winda dan membenturkan kepalanya ke permukaan lantai yang dingin hingga dia tersungkur lemas tak berdaya. Setelah itu, Luna mengambil tabung bensin yang sudah dia siapkan dan menyiramkannya ke sekitar Winda. Lalu dia melemparkan korek api ke atas minyak itu dan seketika api pun berkobar.

Luna langsung pergi dari gudang itu meninggalkan Winda sendirian dengan rasa bersalahnya yang sudah tak terbendung lagi. Selama hidupnya ini, Winda telah melakukan kesalahan besar ….

Andaikan Winda bisa terlahir kembali, dia takkan lagi mengabaikan pria yang begitu menyayanginya. Hengky ….

“Winda!”

Tiba-tiba terdengar jeritan tajam yang sontak membuat Winda membuka matanya lebar-lebar. Di antara lautan api yang menutupi pandangannya, dia melihat sosok Hengky yang berdiri tegak menyerukan namanya. Kedua mata mereka saling bertukar pandang, dan seketika itu pula wajah Hengky yang biasanya begitu tampan dan memesona dipenuhi dengan ekspresi terkejut.

Winda pun meneteskan air matanya dan berusaha memanggilnya, tapi entah mengapa tidak ada suara sedikit pun yang keluar dari mulutnya. Sesaat sebelum Winda kehilangan kesadaran, dia melihat Hengky berlari menembus kobaran api untuk menolongnya ….

“Jangan ….”

“Jangan … Hengky … jangan!”

“Winda, segitu bencinya kamu sma aku?”

Seketika terdengar suara yang berat di telinga Winda, yang mana membuat tubuhnya sontak gemetaran. Suara itu …. Dia pun langsung menolehkan kepalanya ke asal suara itu, tapi kepalanya terasa pusing karena gerakannya terlalu mendadak. Sekujur tubuhnya terasa sakit seperti habis terlindas mobil, terutama di bagian itu ….

Melihat Winda yang tak kunjung merespons, Hengky pun turun dari ranjangnya dan masuk ke kamar mandi. Perlahan-lahan, kondisi Winda sudah semakin membaik dan kepalanya tidak sesakit tadi. Dia pun menguatkan dirinya untuk bangun dari kasur dan betapa terkejutnya dia ketika melihat apa yang ada di sekelilingnya.

Tempatnya berada saat ini adalah kamar di mana dia tidur dengan Hengky setelah mereka berdua menikah. Bagaimana mungkin … ini bisa terjadi? Bukankah Winda sudah mati?

Ketika selimutnya terjatuh, Winda mendapati tubuhnya tak berbusana, dan lagi satu badannya juga dipenuhi dengan bekas mereka bersenang-senang semalam. Spontan dia pun meraih ponsel yang terletak di meja samping dan memeriksa tanggal hari itu.

Tahun 2022? Winda kembali ke satun tahun yang lalu?!

Winda masih ingat tepat di hari ini juga satu tahun yang lalu, Luna mengajaknya pergi ke acara ulang tahun Jefri. Di situ Winda dibuat mabuk dan ketika tersadar, dia telah berhubungan intim dengan Hengky.

Saat itu Winda mengira Hengky memanfaatkan situasi Winda yang sedang mabuk dan memaksanya untuk berhubungan badan, tapi Winda baru mengetahui kenyataannya dari Luna langsung sesaat sebelum kematiannya bahwa malam itu minumannya ditaburi obat. Kalau Hengky tidak datang tepat waktu untuk membawa Winda pergi, entah apa yang akan terjadi padanya. Mengingat hal itu membuat Winda mengepalkan tangannya dengar erat disertai kebencian yang terpancar jelas melalui matanya.

Hengky yang baru saja keluar dari kamar mandi melihat hal itu dan spontan tersenyum. Apakah Winda sebenci itu pada Hengky karena sudah merebut keperawanannya?

“Aku tidur di kamar tamu,” kata Hengky dan hendak pergi.

Begitu melihat tangan Hengky sudah memutar kenop pintu, Winda pun langsung memanggilnya, “Sayang!”

Tubuh Hengky langsung membatu di tempat dan kedua matanya terbelalak seketika mendengar seruan Winda.

Tadi Winda memanggilnya dengan sebutan apa? Sayang …?

“Kamu tenang saja, aku nggak bakal apa-apain Jefri. Besok dia sudah dibebasin.”

Entah mengapa Winda merasa bersalah ketika melihat tampak samping wajah Hengky yang terlihat begitu dingin. Di kehidupan sebelumnya, Winda hanya akan bersikap baik kepada Hengky apabila dia ada maunya saja. Hengky pasti berpikir Winda memanggilnya dengan sebutan sayang untuk melindungi Jefri.

“Ini bukan demi Jefri!” ujar Winda yang khawatir Hengky akan salah paham.

Hengky pun menolehkan kepalanya dan menatap Winda keheranan.

“Maksud aku … kamu boleh tetap di sini,” kata Winda dengan wajah merah merona.

Hengky hanya menarik napas dalam-dalam mengira kalau dirinya salah dengar.

“Kamu ... mau aku tanda tangan surat cerai?”

Winda langsung panik ketika menyadari Hengky telah salah paham dengan maksudnya. Sebelum Winda sempat menanggapi pertanyaan itu, Hengky sudah mengambil selembar kertas dari laci meja. Di atas kertas itu juga tertulis “Surat Cerai”.

Betapa takutnya Winda ketika melihat Hengky membaca surat tersebut sampai habis dan mengambil sebuah pen dari atas meja untuk menandatanganinya. Sontak, Winda langsung mengenakan jubah tidurnya dan berseru, “Jangan ditandatangani!”

Dia pun segera melompat dari kasur dan mengambil surat tersebut, lalu tanpa ada rasa ragu sedikit pun merobek kertas itu sampai hingga serpihan saja. Hengky yang melihat serpiha surat itu sudah berceceran di lantai hanya bisa menatap Winda keheranan. Bukankah Winda sendiri yang menulis surat itu? Bukankah selama ini dia yang ingin bercerai? Hengky sudah memutuskan untuk memenuhi keinginannya, tapi kenapa Winda ….

“Sayang, kita nggak usah cerai, ya? Sekarang sudah malam, gimana kalau kita tidur bareng?” ucap Winda sambil dengan manjanya memukul-mukul dada Hengky.

“Nggak usah, aku tidur di kamar tamu saja,” tolak Hengky.

Lantas, Hengky pun langsung membalikkan badannya dan keluar dari kamar itu, hingga hanya pintu yang memisahkan mereka.

Senyuman di wajah Winda pun dalam sekejap menghilang, tergantikan oleh kegelisahan yang mencuat dari hatinya. Dia ingin segera mengejar Hengky, tapi otot kakinya kram dan membuatnya terkapar di ranjang.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status