Share

Peri Kecil Tuan Allen
Peri Kecil Tuan Allen
Author: Azitung

Wanita Rendahan

Ralin terpaksa menelan pil pahit kehidupan pasca menikah dengan pria bernama Kenzi Allen, pria arrogant yang tidak mencintainya.

Tiada hari tanpa caci maki dari pria itu untuknya, hanya karena Ralin pilihan orang tuanya, sedangkan Kenzi memiliki kekasih bernama Violin.

Ralin hanya anak pengusaha bangkrut, orang tuanya memilih bunuh diri karena malu dengan keadaan.

Kenzi menganggap Ralin hanya aji mumpung karena ingin hidup menumpang dengan kemewahan yang dimiliki oleh keluarganya.

"Enyah dari hadapanku!"

Teriakan dari pria yang bernama Kenzi menggelegar di dalam kamar.

Ralin ketakutan, ia meringkuk di lantai tidak berani lagi bersuara selain hanya isakan yang terdengar lirih.

"Kau tidak ada artinya di mataku. Violin lebih dari segalanya, seharusnya Kau sadar diri dan pergi dari sini sebelum aku melakukan hal yang lebih buruk padamu," ucap pria itu yang semakin membuat Ralin meringkuk ketakutan.

Bukannya kasihan, Kenzi justru menghampirinya dan menarik rambut Ralin dengan kasar, sampai wajah yang penuh dengan air mata itu mendongak ke atas.

Di bandingkan dengan wanita yang bernama Violin sudah biasa baginya.

"To-long, sa-kit!" Ralin meminta dikasihani, namun hal itu membuat Kenzi puas, menikmati ketidak berdayaan wanita itu.

Hari-hari setelah pernikahannya yang baru menginjak tiga bulan, tidak pernah terasa indah sekalipun, hanya kemarahanlah yang di terima oleh Ralin dari Kenzi pria yang menikahinya karena sebuah janji orang tua.

Wanita rendahan

Wanita tidak tahu diri

Wanita yang hanya ingin harta

Sudah terbiasa di dengarnya, bahkan bila telinganya dapat bicara ia pasti melontarkan kalimat bosan, namun siapalah Ralin yang tidak memiliki siapapun di dunia ini.

Seandainya ia memiliki orang tua, tidak akan dia berpikir seribu kali untuk bertahan di rumah Kenzi.

Apalah daya, ia hanya sebatang kara, ingin pergi pun entah kemana karena bukan hanya perusahaan ayahnya saja yang raib, bahkan rumah pun telah berpindah kepemilikannya karena hutang sang ayah pada sahabatnya.

Dengan kata lain, Ralin tidak memiliki apa-apa saat ini.

Sampai saat ia menyadari ada yang berbeda dari dalam dirinya, Ralin memutuskan untuk pergi dari istana neraka milik Kenzi demi keselamatan janin yang telah tumbuh di rahimnya.

"Mommy!"

Suara si kecil Kenra menyentak lamunannya yang kembali lima tahun silam. Ralin memasang wajah senyum menyambut putri kesayangannya. Putri yang menjadi alasan ia kuat hingga saat ini.

"Kenapa Mommy tidak menjemputku?" Pertanyaan yang tidak pernah berubah bila Ralin tidak menjemputnya dari sekolah.

"Ada Paman Petra yang membawamu," jawab Ralin.

Petra adalah temannya sekaligus sopir yang membawa bus sekolah.

"Aku lebih suka di jemput oleh, Mommy," ucapnya lagi dengan bibir mengerucut.

"Mommy baru saja pulang interview, jadi tidak sempat." Ralin mengatakan alasannya. Tangannya mencubit gemas bibir merah alami Kenra yang setiap melihat wajahnya ia pasti teringat dengan masa lalunya.

"Mommy sudah mendapat pekerjaan baru?" Mendengar hal itu gadis kecil itu merubah ekspresinya menjadi antusias.

Ralin mengangguk seraya tersenyum.

"Asyik, kita bisa makan enak," sorak Kenra seraya melompat girang.

Ralin tersenyum mendengarnya. Beberapa bulan belakangan ini mereka terpaksa berhemat, pasca tempat kerjanya yang lama mengalami kebangkrutan. Makan seadanya, bahkan tak jarang Kenra merajuk karena merasa bosan dengan makanan yang itu-itu saja.

Ini semua berkat Petra yang menyarankannya untuk melamar di perusahaan berlian yang ada di kota mereka. Sebagai lulusan desain perhiasan ia tentu ingin mencoba meski sudah lama tidak mendesain lagi. Akhirnya apa yang ia pelajari dulu bisa ia tuangkan dalam karya.

Berbeda dengan pekerjaan sebelumnya yang hanya sebagai staff biasa di perusahaan kecil.

^^^^^^

Hari pertama ia mulai bekerja, pagi-pagi sekali Ralin sudah bangun menyiapkan bekal untuk putrinya dan dirinya.

"Bibi, aku titip Kenra ya! Aku tidak sempat menunggu busnya datang." Ia mendatangi rumah tetangganya yang baik hati.

"Ya, kau sudah berulang kali mengatakannya, pergilah, biar aku yang menemani anak cantik ini." Bibi Rose mencolek pipi kemerahan Kenra, namun segera ditepis oleh Kenra.

"Terimakasih, Bibi!" ucap Ralin sedikit menunduk kemudian ia menghampiri anaknya. Memiliki tetangga baik hati adalah salah satu keberuntungan bagi mereka.

"Kenra belajar yang rajin, pulang sekolah langsung pulang ke rumah Nenek Rose, ok?" Ralin memberi pemahaman pada putrinya.

"Ok, Mommy!" ia mengangkat jempolnya tanda mengerti.

Ralin mengecup pipinya lalu beranjak karena taksi yang ia pesan sudah tiba. Mereka masih saling melambai sebelum taksi benar-benar menghilang.

Dalam hati Ralin berdoa agar pekerjaannya di mudahkan.

Ralin menatap gedung tempat ia mencari nafkah mulai hari ini dengan tersenyum optimis sebelum kakinya melangkah ke dalam.

Ia ingat pesan dari wakil ceo yang menginterviewnya kemarin, untuk menunggu di dekat meja resepsionis.

Hampir sepuluh menit ia berdiri di sana sebelum akhirnya wakil ceo tersebut datang.

"Nona Ralin, mari ikut saya!" ucapnya begitu melihat Ralin.

Naik ke lantai tiga di mana ada ruangan kosong berukuran lima kali lima.

"Ini ruangan Nona Ralin, untuk rancangan pertama konsepnya akan segera datang." Singkat dan padat. Pria itu meninggalkan Ralin setelah menjelaskannya.

Ralin mengamati sekeliling ruangannya, sampai satu ketukan terdengar, seorang wanita dewasa membawakan kertas di tangannya.

"Ini daftar tema yang akan di usung dua bulan lagi, saya harap Nona bisa menyelesaikannya dalam waktu tepat." Wanita yang belum memperkenalkan diri itu menunjukkan temanya.

"Dua bulan?" Ralin terkejut, ini bukan pekerjaan mudah, ada sepuluh yang harus ia rancang, begitulah yang ia lihat di dalam file itu, "dan dua bulan semua harus sudah selesai dalam bentuk perhiasan?" Ini tidak mungkin. Pikir Ralin.

"Sebelumnya ada tiga orang yang Tuan pecat. Itu sebabnya perusahaan berharap Nona Ralin dapat menyelesaikan pekerjaan ini sesuai waktu yang tepat." Wanita itu menambahkan lagi tanpa memperhatikan raut wajah Ralin yang tidak lagi optimis.

"Saya akan bekerja semaksimal mungkin," kata Ralin meski sedikit ragu akan kemampuannya yang telah lama tidak di asah. Bisa saja ia jadi orang yang ke empat dipecat.

"Selera Tuan CEO memang payah." Belum apa-apa mental Ralin sudah jatuh dengan ucapan wanita di hadapannya ini, "Tapi tidak ada salahnya mencoba. Mungkin saja rancangan Anda yang terpilih," lanjutnya lagi menyemangati Ralin.

Ralin mulai membuka-buka file itu. Membaca tema yang harus ia kerjakan. 'Romantic moment' sudah pasti berupa perhiasan yang pantas untuk di jadikan hadiah, pertunangan, anniversary atau cincin untuk menikah tentunya.

"Saya Victoria sekretaris Tuan Darren Ceo perusahaan ini." Setelah cukup lama, barulah wanita itu memperkenalkan diri.

Ralin menyambut uluran tangan wanita itu, "Ralin Benedict," jawabnya.

"Baiklah, bila ada yang Nona butuhkan silahkan tekan angka lima, Anda akan terhubung ke bagian pantri, namun bila masalah pekerjaan silahkan tekan angka tiga, seseorang akan datang ke sini, tapi bila Nona Ralin ingin mendekati Tuan Darren, jangan pernah berkhayal atau bermimpi sekalipun." Victoria menambahkan seraya tersenyum. Ralin hanya mengangguk menanggapi, sampai wanita itu pergi dari ruangannya.

"Aneh! Memang siapa yang mau mendekati Tuan Darren, mengenalnya saja tidak." Ralin bergumam sendiri.

Yang pertama ia rancang adalah cincin, dengan hanya satu permata di atas rasanya sudah biasa, Ralin memikirkan bentuk yang lain, ini harus berkesan sekaligus pembuktian bahwa ia layak menjadi bagian perusahaan ini.

Waktu begitu cepat berjalan, sudah pukul dua belas siang, pasti putrinya sudah kembali dari sekolah.

Tok tok tok

"Ya, masuk!" Ralin menyahuti dari dalam.

"Sudah waktunya makan siang, mau ikut ke kantin?" Wanita dengan rambut sebahu datang memanggilnya.

"Maaf, aku membawa bekal dari rumah," kata Ralin seraya menunjuk kotak bekal di atas meja.

"Yah, sayang sekali, padahal para staff ingin bekenalan denganmu." Wanita itu tampak kecewa.

"Aku bisa ikut dengan kalian," kata Ralin yang merasa tidak enak untuk menolak.

Mereka akhirnya pergi ke kantin, Ralin hanya memesan minuman karena ia tetap memakan bekal dari rumah.

Selesai makan, Ralin memperkenalkan diri pada karyawan yang ada di dalam kantin, mereka menyambutnya dengan senang.

Ralin merasa lingkungan kantornya cukup nyaman, dia jadi semakin bersemangat agar bisa di pertahankan perusahaan ini. Mengingat sulitnya mencari pekerjaan saat ini.

Tidak hanya di kantor, di rumah pun Ralin mengerjakan pekerjaannya, setelah putrinya tertidur. Sebisa mungkin seminggu desainnya harus sudah selesai lalu tinggal diserahkan pada tim pembuatan.

Hari ini tepat seminggu ia bekerja, belum pernah sekalipun ia bertemu dengan CEO United Jewelry itu.

Victoria datang mengambil hasil rancangan Ralin. Ia akan menyerahkannya pada CEO mereka untuk di nilai lalu di serahkan pada tim pembuatan.

"Berdoalah Ralin agar desainmu diterima," ucap Victoria," kalau sampai ini di tolak, aku tidak tahu lagi harus mencari desain perhiasan kemana." Wanita itu menambahkan.

Dari ekspresi Victoria dapat disimpulkan bila bos perusahaan ini adalah orang yang payah.

"Semoga di terima!" kata Ralin menyemangati, ia pun sangat berharap dengan hasil karyanya ini agar ia bisa tetap bekerja di perusahaan ini.

Victoria mengetuk pintu ruangan Darren sebelum pria itu mempersilahkannya masuk.

Gadis dewasa itu langsung menyodorkan kertas gambar hasil rancangan desain yang baru.

Darren segera membukanya tanpa bertanya apapun pada Victoria. Di halaman pertama terdapat cincin eiffel ring, dengan permata kecil mengelilingi lingkaran lalu satu permata besar tepat di atasnya.

Yang kedua berlian eropa yang di taburi permata, namun bentuk ring yang bersilang-silang. Hanya sampai dua saja Darren pun mengangkat kepalanya.

"Panggil desainernya ke ruangan saya!" perintah Darren.

Victoria mengangguk dan segera membalik tubuhnya untuk keluar dari ruangan, tak di pungkiri ia sedikit cemas, bagaimana bila bosnya tidak menyukai desain-desain perhiasan itu?

Semoga saja tidak.

Tok tok tok

"Masuk!"

"Ralin, Tuan Darren memanggilmu keruangannya segera," beritahu Victoria cepat. Ia tak dapat menyembunyikan wajah cemasnya hingga Ralin pun ikut cemas jadinya.

"Apa dia tidak menyukai gambarku?" Ralin sedikit pesimis.

Victoria menggeleng, "Dia tidak mengatakan apapun," katanya, "Ayo! Kau harus belajar menjawab pertanyaannya dengan benar." Victoria memberitahukannya.

Ralin hanya mengangguk.

Ia pun mengikuti langkah Victoria menuju lantai lima di mana ruangan bosnya berada.

Tok tok tok

"Masuk!" Suara tegas itu terdengar dari dalam.

Victoria melangkah lebih dulu lalu di susul oleh Ralin.

"Ini Nona Ralin, Tuan!" Victoria memperkenalkannya seraya menggeser tubuhnya agar Ralin dapat di lihat oleh Darren.

Nafas Darren seakan terhenti melihat wanita yang berdiri di samping sekretarisnya.

"Ralin!" ucapnya lirih.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Anjani Sucipto
mantap ini cerita
goodnovel comment avatar
Asih Kristiana
baru bagian awal udah mulai penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status