Fisik Kenra sudah bisa dibilang kuat, tinggal tangannya saja yang belum sembuh total, ia sebenarnya sudah meminta gipsnya dilepas, namun Ralin tidak mau karena takut Kenra tidak bisa menjagakannya.Setelah sarapan dan beberes rumah, Ralin menemani putrinya belajar, Ralin meminta materi pelajaran selama Kenra libur karena putrinya itu tidak mau ketinggalan pelajaran."Lima di tambah lima sama dengan?""Sepuluh, Mom," jawab Kenra.Ralin yang menuliskannya karena tangan tangan Kenra masih belum bisa di gerakkan.Begitu seterusnya hingga pelajaran menggambar, Ralin diminta untuk mewarnai sebuah rumah yang di halamannya terdiri dari tiga anggota keluarga.Ralin mewarnainya dengan senang hati sekaligus mengulang kenangan masa kecilnya yang suka menggambar, itulah sebabnya ia mengambil jurusan design perhiasan karena hobinya yang menggambar.Rumah berwarna coklat serta halaman dengan rumput beludru dan bunga-bunga bermekaran di dalam pot, membuat rumah itu seolah nyata, tidak jauh dari halam
Ralin akhirnya menyetujui dan menandatangani kontrak tersebut di hadapan Darren dan Victoria."Hanya kerja satu hari, Kau mendapatkan upah setara tiga bulan gaji," ucap Victoria seraya tersenyum."Satu lagi," ucap Darren menginterupsi, "kalau perhiasan yang Kau gunakan di acara pameran memenuhi target penjualan dalam waktu satu bulan, maka akan ada bonus tambahan.""Benarkah! Astaga! Aku senang sekali!" Ralin sangat antusias sampai tidak menyadari ada mata yang menyoroti dengan merendahkan."Paman Kenzi, lihat ini mommy yang menggambar." Suara Kenra mengalihkan tatapannya."Oh i-iya, dad... Pa-man ingin melihatnya." Hampir saja Kenzi menyebut dirinya daddy.Kenra tertawa dengan menutupi mulutnya dengan tangan kiri. Kenzi tidak jadi melihat gambar melainkan mengeryit karena Kenra seperti menertawakannya.Hi hi"Kau menertawakan paman?"Kenra yang mengangguk, "Kenra dengar, paman hampir saja mengatakan daddy. Apa paman mau menjadi gambar ini?"Kenzi menatap gambar yang di tunjuk oleh K
Wanita itu berdiri gelisah, lebih tepatnya marah karena baru saja menyaksikan wanita yang paling ingin dilenyapkannya pergi.Kenzi sudah menenangkannya dengan berbagai bujukan kata, tetapi Violin masih tidak tenang juga."Ada apa?" Darren yang sudah lama memperhatikan itu akhirnya mendekat dan bertanya pada Kenzi.Kenzi tidak menanggapi, tidak mungkin dia mengatakan kalau Ralin adalah istrinya dan Violin kesal karena itu. Tidak, Kenzi tidak ingin Darren tahu karena belum saatnya."Kalau ada masalah, apa tidak bisa dibicarakan di luar? Lihatlah orang-orangku terganggu dengan keributan tadi."Kenzi menatap sepupunya itu, tidak pernah Darren sekasar ini sebelumnya. Ia pun menatap kesekeliling, orang-orang yang mengatur acara malam itu langsung mengalihkan pandangan.Kenzi berdiri dan menarik tangan tunangannya, "Kita pergi dari sini!" ucapnya.Violin menyentak tangannya sehingga terlepas dari pegangan Kenzi. Matanya menyorot tajam, "Tidak, sebelum aku menemui ja*ang itu," tegasnya hingga
"Aku menikah karena perjodohan." Ralin mulai bercerita. Mereka masih berada di gedung tempat berlangsungnya acara, "kesepakatan itu terjadi antara kedua orang tua kami, tetapi sebelum perjodohan itu di laksanakan, kedua orang tuaku meninggal. Hiks hiks hiks!"Tubuh Ralin kembali berguncang seiring dengan air mata yang kembali menetes. Victoria membiarkan saja temannya itu menangis, dia mengambilkan tissue sebanyak-banyaknya untuk Ralin."Aku, aku bahkan tidak tahu apa-apa waktu itu. Orang tuaku pergi karena tidak tahan dengan kebangkrutan kami, mereka malu dan memilih untuk pergi." Ralin mengatur nafasnya seiring dengan tangis yang enggan untuk berhenti."Saat aku lulus kuliah, orang tuanya datang menemuiku dan menyampaikan tentang perjodohan itu. Sungguh saat itu aku tidak tahu apa-apa, yang aku pikirkan saat itu menerima perjodohan karena itu permintaan kedua orang tuaku.Tenyata Kenzi menikahiku juga karena terpaksa, dia memiliki kekasih saat itu. Dia benci karena aku menerimanya.
Alhasil pagi itu Kenra minta di dandani seperti mommynya."Kenra juga ingin jadi peri seperti Mommy!" katanya."Nanti setelah Kenra dewasa, ok!" Ralin memberi pengertian. Anak itu cemberut karena tidak dituruti.Ralin tersenyum melihat ke iri-an putri tersayangnya itu, Kenra memang selalu ingin meniru dirinya.Hal seperti ini saja sudah mampu membuatnya melupakan sejenak kejadian tadi malam. Tingkah Kenra selalu bisa membuat Ralin tersenyum dan menghangatkan hatinya.Kenra sudah di jemput lebih dulu oleh bis sekolah, sedangkan Ralin, taksinya belum juga tiba."Taksimu belum datang?" Nenek Rose keluar dari rumahnya. "Iya, Nek. Padahal aku hampir terlambat," kata Ralin yang mulai cemas. Ia melirik jam di ponselnya, bersamaan dengan itu alat komunikasi itu berbunyi, Ralin segera mengangkatnya."Halo!""Nona, maaf saya, membatalkan pesanan anda, mobil saya tiba-tiba mogok." Terdengar suara sopir meminta maaf."Tidak apa-apa, saya bisa pesan yang lain." Ralin menghela nafasnya. Jam terus
Nafas Ralin memburu, ia berdiri dari tempatnya lalu menghampiri Kenzi, "Sampai kapanpun Kenra tidak akan pernah kuberikan padamu," desisnya tajam dengan mata melotot.Kenzi tertawa setelah memalingkan wajahnya, "Kau harus bersiap dengan kemungkinan yang terjadi." Ralin tahu itu kalimat ancaman. "Apa maksudmu?"Kenzi mendudukkan dirinya di atas sofa lalu menggedikkan kedua bahunya."Kenzi, aku mohon jangan mempersulit hidupku!" Ralin tidak tahu lagi harus bagaimana membuat Kenzi menyerah."Aku tidak mempersulit, yang kulakukan hanya mempermudah, dengan Kenra ikut denganku, Kau bisa bebas bukan? Memilih laki-laki kaya yang bisa Kau manfaatkan."Rasanya percuma Ralin memohon, pria di hadapannya ini benar-benar sudah tidak waras."Kau seolah menuduhku suka memanfaatkan orang. Sayang sekali kepintaranmu itu bila menilai istrimu saja tidak bisa. Seharusnya Kau malu menganggapku murahan tanpa ada bukti sama sekali, tak kusangka seorang Ceo pintar sepertimu punya penilaian yang buruk terhada
Segala persiapan telah di urus oleh Ralin, tinggal menunggu keberangkatan mereka siang nanti. Dia juga sudah mengajukan cuti selama satu minggu.Pukul sepuluh pagi pesawat mereka take off meninggalkan Kota Paris yang sudah membersamai Ralin hampir enam tahun lamanya.Bersamaan dengan itu Kenzi datang bersama ibu dan ayahnya untuk menjemput Ralin secara khusus.Ternyata takdir tidak mempertemukan mereka. Nenek Rose mengeryit mengintip dari jendela rumahnya. Belum pernah ada tamu seperti ini datang ke rumah Ralin.Tok tok tokPintunya diketuk dari luar. Nenek Rose segera membukanya.Ceklek."Ya, dengan siapa?" tanya Nenek Rose pura-pura belum melihat mereka."Kami keluarga Ralin, datang dari Amerika, tetapi sepertinya dia tidak ada di rumahnya." Nyonya Rebecca yang berbicara.Nenek Rose mengamati mereka satu persatu, tidak ada yang mirip dengan Ralin di antara ketiganya."Ralin tidak memiliki keluarga, orang tuanya sudah lama meninggal," kata Nenek Rose hati-hati."Oh, bukan itu maksud s
Pagi hari mereka pergi ziarah ke makam orang tua Ralin dengan berjalan kaki, karena jarak yang tidak terlalu jauh.Menyapa pria tua penjaga makam lalu masuk ke dalam, makam kedua orang tuanya sedikit jauh ke tengah. Hingga harus melewati beberapa makam untuk sampai ke sana."Ayah, Ibu!" Ralin tak kuasa membendung tangisnya, ia menjatuhkan dirinya di atas keramik yang melapisi gundukan tanah tersebut. Ralin terisak cukup lama sedangkan Kenra hanya menatap sang mommy. Bibi Dora membiarkan Ralin menangis sepuasnya."Ibu, aku datang membawa cucu kalian! Namanya Kenra." Ralin memperkenalkan putrinya."Ayah, kini impian ayah sudah terwujut, memiliki cucu yang lucu dan imut." Ralin juga menyebut ayahnya."Kakek, Nenek! Maafkan kami karena baru datang ke sini. Mommy harus bekerja dulu untuk mengumpulkan uang, karena tempat kakek dan nenek sangaaaat jauh. Kalau Kenra, sudah besar, Kenra akan cari duit yang banyak dan akan membawa mommy ke sini. Kakek dan nenek tahu tidak, mommy sering menangis