EndingLivi tersenyum menatap kepergian Ralin. Ia yang sudah meyakini bahwa Aice sudah berhasil tidur dengan Kenzi. Livi rasanya ingin kembali mengejar cinta Darren yang ingin menceraikannya.Hari, minggu dan bulan telah berlalu, namun Aice tetap berpura-pura lumpuh. Padahal Ralin dengan pantang menyerah membawanya terapi.Seperti hari ini, Ralin mendorong kursi roda Aice di sebuah mall, di sisinya ada Kenra berjalan. Mereka baru pulang dari rumah sakit dan Ralin mengajak Aice jalan-jalan, mulai dari makan hingga belanja kebutuhan.Sepulang dari pusat perbelanjaan itu, Ralin menepikan mobil di depan sebuah apotik. Dia ingin membeli vitamin untuk Kenra.Mobil melaju kembali ke rumah, bibi menunggu di depan pintu."Paket dari mana?" tanya Ralin begitu turun sari mobil."Ini untuk Aice, Nyonya," jawab Bibi.Ralin mengamati paket berukuran kecil itu sebentar kemudian masuk ke dalam rumah.Setelah nenerima paketnya, Aice masuk ke dalam kamar, karena sudah tidak sabar untuk mencoba, dia sam
Ralin terpaksa menelan pil pahit kehidupan pasca menikah dengan pria bernama Kenzi Allen, pria arrogant yang tidak mencintainya.Tiada hari tanpa caci maki dari pria itu untuknya, hanya karena Ralin pilihan orang tuanya, sedangkan Kenzi memiliki kekasih bernama Violin.Ralin hanya anak pengusaha bangkrut, orang tuanya memilih bunuh diri karena malu dengan keadaan. Kenzi menganggap Ralin hanya aji mumpung karena ingin hidup menumpang dengan kemewahan yang dimiliki oleh keluarganya."Enyah dari hadapanku!" Teriakan dari pria yang bernama Kenzi menggelegar di dalam kamar. Ralin ketakutan, ia meringkuk di lantai tidak berani lagi bersuara selain hanya isakan yang terdengar lirih."Kau tidak ada artinya di mataku. Violin lebih dari segalanya, seharusnya Kau sadar diri dan pergi dari sini sebelum aku melakukan hal yang lebih buruk padamu," ucap pria itu yang semakin membuat Ralin meringkuk ketakutan.Bukannya kasihan, Kenzi justru menghampirinya dan menarik rambut Ralin dengan kasar, sam
Victoria yakin kalau Darren tadi menyebut nama Ralin, ia jadi berpikir kalau tuannya itu mengenal desainer baru perusahaan ini, namun sikap Ralin tidak menunjukkan hal itu, entah dia tidak mendengarnya tadi."Victoria, bisa tinggalkan kami?" Suara Darren menyentak lamunan gadis dewasa itu."Baik, Tuan," jawabnya, ia berbalik dan sempat melirik Ralin dengan mengangkat tangan memberikan semangat, Ralin mengangguk kecil."Kamu, kemari!" Darren memanggilnya. Ralin segera mendekat.Darren membuka pcnya mencari nama Ralin di sana, sementara ia membiarkan wanita itu berdiri dihadapannya.Ralin BenedictLulusan Rh*le Isla*d Scool Of Design Amerika Serikat.Satu sudut bibirnya terangkat, tidak salah lagi, wanita yang selama tujuh tahun ia cari sekarang berdiri tepat dihadapannya, menjadi karyawan di perusahaannya sendiri.Darren mengangkat kepalanya menatap Ralin yang seperti patung di hadapannya. Kesan yang ia tangkap dari wanita ini adalah, pemalu. Padahal Darren sangat mengenalnya saat di k
Kenzi yang merasa bosan di rumah memilih keluar untuk berjalan-jalan. Karena sering datang ke sini ia jadi tahu tempat-tempat makan maupun keramaian yang hendak di tuju. Ia mengeluarkan mobil aston martin milik Darren, dengan atap terbuka ia ingin menghirup udara segar perancis.Celana jeans hitam di padu dengan kaos tanpa lengan bertopi membuat otot pria itu menyembul sempurna. Membuat wanita yang melihatnya seolah terhipnotis. Kenzi memang sedikit narsis dan paling tahu caranya di puja oleh wanita."Dasar wanita! Tidak bisa melihat yang berotot, mata mereka akan teralihkan." Dia mengoceh sendiri sampai tidak terlalu fokus pada jalan di depannya hingga."Kenra, jangan lari...!" BrakTubuh gadis berambut kepang dua itu terpental karena tertabrak oleh sisi depan mobil yang dikendarai oleh Kenzi.Saat ini jadwal pulang anak sekolah, mereka sedang menunggu bus menjemput sampai akhirnya Kenra yang tidak sadar ada mobil yang sudah dekat hingga ia berlari menghampiri Petra."Kenra, Kenra!
Ralin duduk di depan ruang perawatan Kenra, kartu nama tersebut masih ada digenggamannya. Bagaimana mungkin dia menghubungi pria yang paling menyiksa hidupnya dulu yang ternyata adalah penyebab anaknya masuk rumah sakit.Ralin terlihat menyeka air matanya, sebuah sapu tangan tersodor dihadapannya, Ralin mendongak dan melihat ada bosnya berdiri di dekatnya."Tu-tuan!" Ralin segera berdiri menyapa dan sedikit menundukkan kepala."Saya datang mau menjenguk putrimu," kata Darren tanpa basa basi."Ta-tapi ...," Ralin merasa tidak enak hati, dia ini termasuk karyawan baru. Apa pantas bosnya datang menjenguk keluarganya."Di mana ruangannya?" Darren menyentak lamunan Ralin."I-ini, Tuan." Mau tak mau Ralin pun membuka pintu ruangan Kenra si gadis kecil yang sudah membuka matanya."Hai cantik!" sapa Darren dengan ramah dan Ralin tidak percaya dengan yang di lihatnya."Kenalkan, Paman Darren, teman mommymu!" Ia mengulurkan tangannya."Kenra," jawab anak itu singkat."Paman membawakan buah untu
"Mommy!"Kedatangan Ralin disambut antusias oleh Kenra, anak itu merentangkan tangannya.Awww"Jangan di angkat, tangan Kenra masih sakit." Ralin menegurnya lantas menghampiri putrinya, "tangannya di pasang gips saja ya!" bujuk Ralin."No Mommy, nanti tangan Kenra terlihat besar," tolaknya dengan wajah merengut."Tidak apa-apa sayang, itu supaya tangan Kenra tidak banyak bergerak," ucap Ralin memberi pengertian."Kenra akan terlihat jelek dan cacat."Ralin menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Kenra yang tampak ingin selalu tampil sempurna, dia benar-benar putri Kenzi.Ralin meraup kedua pipinya dengan lembut, "Kenra tetap cantik kok, gips itu hanya agar Kenra cepat sembuh lalu bisa menulis lagi dan belajar, hmmm, atau menyisir rambut mommy bagaimana?" Ralin menjelaskan dengan tersenyum, tidak mudah memang memberi pengertian pada anak yang kritis seperti Kenra. "Kalau Kenra pakai gips, apa kita akan pulang kerumah?" Ralin mengangguk tersenyum, "Dan Kenra bisa main lagi." Ia menamba
"Paman Kenzi!"Kenra yang melihat Kenzi di pintu menyapanya dengan ramah hingga membuat Ralin mati kutu, tak tahu harus mengatakan apa.Begitu juga dengan Kenzi yang ingin membalas sapaan Kenra, perlahan senyumnya berubah menjadi dingin kerana ada wanita masa lalunya di dalam.Kenzi berpikir cepat. Mungkinkah yang di maksud oleh Darren adalah Ralin dan Kenra ada hubungan apa mereka?"Kenzi, kenalkan ini Ralin dan Kenra putrinya!" Darren memecah suasana yang sempat diam.Ralin menetralkan hatinya yang bergemuruh hebat di dalam, dia yang sangat menghindari Kenzi justru Darren yang membawanya ke sini.Kenzi berjalan menghampiri Ralin, ia menyodorkan tangannya bersikap biasa saja seperti baru kenal hari ini."Kenzi!" ucapnya.Tangan Ralin sedikit gemetar dan dia pun ragu untuk membalas, teringat perlakuan Kenzi di masa lalu yang dengan kasar menepis tangannya."Ralin, Kenzi adalah sepupuku sekaligus sahabat. Dia datang dari Amerika." Darren menjelaskannya, dia takut mungkin Ralin anti den
Ralin memaksakan diri untuk tersenyum meski pun hatinya saat ini ketar-ketir setelah mendengar ucapan pria yang masih berstatus suaminya tersebut."Kau terlalu percaya diri Tuan Kenzi! Kenra putriku dan tidak ada hubungannya denganmu." Ralin tidak membenarkan ucapan Kenzi. Saat ini dia harus kuat dan melawan."Sayangnya aku tidak percaya," balas Kenzi dengan santai.Dalam hati Ralin menggeram, tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan Kenzi ia pun berniat ingin mengusirnya."Aku rasa di antara kita tidak ada urusan, pergilah dari sini dan jangan pernah datang lagi!"Ingin rasanya Kenzi tertawa mendengar kalimat pengusiran itu."Kau lupa kalau Kau masih barstatus istriku?" matanya memelototi Ralin, "yah, meskipun aku tidak pernah menyukaimu."Lagi harga diri Ralin sukses tercabik oleh kata tidak menyukai dari mulut Kenzi. Tidak menyukai tetapi kenapa harus menyentuhnya dulu dan Kenzi tidak hanya sekali melakukannya."Tidak setelah aku memutuskan untuk pergi," sangkal Ralin. Ia membera