Share

02

" Elyn ... " panggilan sayang dari Bian menyentaknya kembali dari ingatan beberapa minggu lalu.

" Mohon pengertiannya, Chika meminta agar kami kembali mengasuhnya bersama-sama, dia masih terlalu dini untuk memahami kenapa kedua orangtuanya tinggal terpisah, dan kenapa dia harus memiliki dua ... Ibu. " Alasan yang tak masuk akal bagi Evelyn. Perempuan itu mendesah pelan kemudian tersenyum sinis.

" Bukankah dulu kamu pernah bilang? Jika Chika mempertanyakan hal itu, maka itu jadi tanggung jawabmu dan Marissa untuk menjelaskannya? " Tak ada embel-embel 'Mbak' lagi yang Evelyn sematkan untuk mantan istri suaminya itu.

" I-iya. Tapi ... Kami bingung cara menjelaskannya, " sahut Bian dengan cemas.

" Kenapa harus bingung? Tinggal jelaskan! Antara kamu dan Marissa sudah usai! Mungkin dia memang masih terlalu kecil untuk memahami ini, tapi jika kita selalu memberi pengertian padanya, bukankah dia akan paham juga? " tegas Evelyn.

Lelaki didepannya mendongak sebentar, baru kali ini Evelyn berani bicara tegas dengan nada keras seperti itu padanya. Evelyn yang biasa dia kenal dengan kelembutan hatinya mendadak berubah sekarang.

Bian menghirup nafas dalam sebelum kembali berbicara, dia bingung bagaimana mengungkapkan alasan sebenarnya pada sang istri.

" Nggak segampang itu, Lyn! " sahutnya frustasi. Evelyn mencebik melihat Bian yang seperti kehilangan akal saat bicara dengannya.

" Sebenarnya ... Chika ingin punya ... Adik, Lyn! " Evelyn tertawa sumbang mendengar ucapan Bian.

" Dan aku yang jadi korbannya? " sahut Evelyn sambil terkekeh pelan.

Perempuan itu tersenyum miris, merasa selama satu tahun pernikahan mereka dia seperti sedang dipermainkan oleh suami serta mantan istrinya. Bagaimana bisa mereka berpikir sedangkal itu?

" Sebenarnya ini hanya akal-akalan kalian saja, kan? Kalian ingin kembali merajut cinta yang pernah putus, tapi menganggap aku sebagai penghalang ... " Hati perempuan itu bergetar saat mengucapkan kalimat itu. " Baiklah ... Sekarang kita sudah usai, Mas! Kamu bisa kembali bebas, kalian bisa mewujudkan impian Chika. Dia ingin punya adik, bukan? Lakukanlah ... Semoga kalian bahagia, " Ada gerimis dihatinya begitu ucapan itu keluar dari bibir tipisnya. Namun dia tetap berusaha tegar, dia tak ingin Bian menganggapnya lemah hanya karena perpisahan ini.

Lidah Bian mendadak kelu, tenggorokannya seperti tercekat saat mendengar kenyataan bahwa antara dia dan Evelyn sudah berakhir. Ada ribuan penyesalan dalam hatinya, apalagi mengingat pelayanan yang diberi sang istri selama ini. Segala keperluan Bian dia yang mengurus, dari ujung kaki hingga ujung rambut. Hampir tak ada kekurangan yang dia lihat dari diri Evelyn, hanya satu keinginannya yang belum bisa perempuan cantik itu berikan, Anak.

Setelah mengucapkan itu, Evelyn beranjak ke kamar dan mengeluarkan koper. Biasanya mereka baru akan menggunakan koper jika sedang ingin liburan, atau jika Bian akan berangkat ke luar kota untuk pekerjaan. Namun, hari ini berbeda, koper dia keluarkan untuk mengisi pakaiannya sendiri.

" Elyn ... kamu mau kemana? " Ternyata Bian mengikuti langkah Evelyn hingga ke kamar.

" Aku akan pergi dari sini, Mas! " ucap Evelyn sembari menahan laju air mata.

" Jangan ... Rumah ini milikmu, aku yang akan pergi. Kamu tetap lah disini, " Ada perih dihati Evelyn mendengar ucapan pergi dari mulut Bian. Bagaimana pun dia berusaha tegar, nyatanya tetap saja hatinya merasa sakit saat ini.

" Kamu pikir dengan aku tetap disini tidak menyakiti hatiku? Setahun terakhir ini terlalu indah untuk aku lupakan, Mas ... Jadi, biarkan aku pergi! " Ternyata perempuan itu tak mampu menyembunyikan sakitnya terlalu lama. Airmata yang sedari tadi ia tahan agar tak keluar gagal sudah. Pipi putihnya dibanjiri oleh air mata kepedihan, dia segera menyeka dan menarik nafas dalam-dalam untuk mengusir sesak didadanya.

" Jangan buat aku semakin merasa bersalah, Lyn! " Ada ribuan penyesalan dalam ucapannya kali ini.

" Tak perlu kamu merasa begitu, Mas! " ucap Evelyn sambil terus mengemas pakaian nya ke dalam koper.

Bian hanya bisa menatap punggung wanita yang sudah menemani nya dalam satu tahun ini.

Evelyn selesai mengemas semua barangnya, dia hanya membawa apa yang dia bawa saat pertama kali datang dulu. Semua perhiasan yang pernah Bian belikan dia taruh diatas meja rias, begitu pun dengan cincin nikah mereka. Dia melepas cincin berlian yang selama ini menghiasi jari manisnya dengan berat hati. Bukan perkara harganya, tapi alasan mengapa cincin itu berada dijarinya yang membuat Evelyn merasa sedih saat melepasnya. Kini semua sudah berakhir, kata talak sudah terucap.

" Lyn! Apa maksudmu dengan meninggalkan semua perhiasan serta kartu-kartu itu? Semua itu milikmu ... Ambil dan bawalah ... " ucap Bian penuh permohonan.

" Tidak, Mas! Semua perhiasan kamu beli dengan uangmu. Dan kartu-kartu itu berisi uang nafkahku selama ini, sekarang aku tak punya hak lagi dengan kartu itu. Kamu tak perlu lagi memberiku nafkah, terlebih lagi diantara kita tidak memiliki ikatan kuat seperti antara kamu dan Marissa, " Evelyn langsung menarik koper setelah mengucapkan kalimat itu. Dia melewati Bian yang terus menunduk sejak tadi.

Bian menarik lengan perempuan yang sesungguhnya masih ia cintai itu.

" Lepas, Mas! Ingat! Kamu sudah menjatuhkan talak padaku, " ucap Evelyn dengan menyentak tangannya dari Bian.

" M-maaf ... Aku cuma mau bilang, tetaplah disini. Biarkan aku yang keluar, " ucap Bian dengan wajah memelas.

Lelaki itu merasa sangat berdosa jika harus membiarkan perempuan itu keluar dari rumah yang seharusnya menjadi miliknya. Meski pun hari masih sore, tetap saja dia akan dipandang buruk oleh orang-orang.

" Lantas kamu akan menginap dimana? Dirumah Marissa? " tembak Evelyn. Bian tertegun mendengar ucapan Evelyn yang begitu menohok.

" Sudahlah, Mas! Biarkan aku pergi, kamu tidak perlu merasa bersalah. Bukan kamu yang mengusirku, tapi aku sendiri yang ingin pergi. " Evelyn terus menarik koper dan melangkahkan kaki keluar.

Taksi online yang dia pesan tadi sudah menunggu diluar, lelaki paruh baya yang merupakan sang sopir bergegas menyambut koper yang ditarik Evelyn, kemudian menaruhnya di bagasi mobil. Dengan berat hati Evelyn membuka pintu mobil dan duduk disana tanpa menoleh sedikitpun kearah Bian yang sejak tadi mengikutinya. Lelaki itu hanya bisa menatap nanar pada mobil yang perlahan mulai melaju meninggalkan halaman rumah mereka.

" Rin, aku sedang dijalan mau kesana, jangan lupa kasih tau Ibu, ya? " Evelyn menghubungi Karina, sahabatnya.

" Beneran? Aaa ... Aku kangen banget! Yaudah aku kasih tau ibu dulu, sekalian beberes kamar, " Evelyn tersenyum getir mendengar sambutan antusias dari Karina.

Dia segera mematikan ponsel setelah memberitahu sang sahabat tentang kepulangan nya. Baru saja Evelyn menyandarkan tubuh, ponselnya kembali berdering.

Ting ...

[ Bagaimana rasanya dicampakkan? Bukankah sudah kubilang? Mas Bian tidak benar-benar mencintaimu. Lihat! Hanya mengandalkan Chika saja mampu membuatnya melepaskan mu, kan? ]

Komen (11)
goodnovel comment avatar
Louisa Janis
PERAMPOK suami orang BANGGA
goodnovel comment avatar
Roro Halus
astagaa ulet bulu, ampunnn. elyn harusnya harta kamu bawa itu hakmu, bisa buat moda jadi crazy rich dan bungkam mulut marisa
goodnovel comment avatar
Allyaalmahira
semakin menarik, lanjut lanjut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status