Share

07

Karena penasaran dengan tamu yang dibilang Bu Dena, Evelyn bergegas bangkit dan menuju ruang tamu yang diikuti Karina dibelakang.

" Fattan? " panggil Evelyn begitu tiba di ruang tamu.

Lelaki yang duduk di sofa membelakangi Evelyn pun spontan berbalik, kemudian menyunggingkan senyum yang siapa pun melihat pasti merasa terpana. Namun, tidak dengan Evelyn.

" Kapan kamu datang? " tanya Fattan dengan senyum yang tetap tersungging.

" Tadi sehabis magrib. Kamu tau dari mana aku datang? " tanya Evelyn.

Evelyn duduk di sofa dengan ditemani Karina. Gadis manis disamping Evelyn itu tampak tak nyaman, berkali-kali dia menunduk dan memainkan jari-jarinya. Sesekali dia mencuri tatap lelaki dihadapannya itu.

" Tadi dikasih tau sama Suci. Katanya ngeliat kamu pas balik dari mushola, makanya aku mampir. Soalnya udah lama juga kita nggak ketemu, " sahut Fattan. Evelyn mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar ucapan Fattan.

" Iya juga, ya? Terakhir ketemu 5 bulan lalu, kan? " tanya Evelyn mengingat kapan terakhir dia bertemu sahabat lamanya itu.

Evelyn dan Fattan memang bersahabat sejak masih sekolah dulu, begitu juga dengan Karina. Awalnya, Fattan tak begitu dekat dengan Karina, tapi karena perempuan itu sering main dengan Evelyn, keduanya menjadi akrab juga.

Sebenarnya Fattan sejak dulu sudah menaruh hati pada sang sahabat, tapi Evelyn selalu menganggap itu hanya sebuah gurauan semata. Apalagi perempuan itu memang tak memiliki perasaan apa pun terhadap Fattan, dia hanya menganggap Fattan sebagai sahabat. Namun, lelaki itu tetap saja berusaha mengungkapkan perasaannya meski selalu mendapat penolakan setiap dia mencoba.

Hingga akhirnya Evelyn memutuskan menikah dengan lelaki yang datang dari kota. Fattan sempat merasa dicurangi, dia yang selama ini selalu ada dan selalu mengungkapkan rasa harus kalah dengan seorang yang baru saja tiba dalam kehidupan Evelyn. Fattan sempat menjauh dari kehidupan perempuan yang dicintainya itu, dia memilih berangkat ke kota demi bisa mengikis rasa yang tak pernah pudar itu.

Awalnya Evelyn sempat heran dengan perubahan sikap Fattan, yang mana tak pernah membalas pesan yang dikirim Evelyn dan terkesan menjauh. Setelah diberitahu oleh Karina jika Fattan merasa kecewa dengan pernikahan Evelyn dan Bian, baru lah perempuan itu sedikit percaya jika ungkapan suka yang selama ini diungkapkan lelaki itu benar adanya.

" Kamu selama ini ngilang kemana? Nyari calon? " canda Evelyn membuat Fattan terkekeh kecil.

" Calon apanya? Kamu pikir aku udah move on, gitu? " balas Fattan menatap Evelyn. Masih sama dengan tatapan matanya dulu, tatapan hangat penuh cinta, setidaknya itu yang dilihat Karina.

Karena tak tahan melihat kedua sahabatnya yang sedang bernostalgia tanpa menganggapnya, gadis itu memilih bangkit tanpa bicara sepatah kata pun.

" Loh? Karin? Kamu mau kemana? " tanya Evelyn yang menghentikan gerakan Karina yang hendak berlalu dari sana.

" Anu ... Ng ... Aku pamit ke dapur dulu. Bikin minum, " sahut Karina.

Gadis itu melirik Fattan sekilas, kemudian segera mengalihkan tatap begitu Fattan membalas lirikannya.

" Jangan, dong, Rin! Masa kamu tinggalin kita berdua disini? Aku nggak enak lah. Kamu disini aja, ya? " pinta Evelyn memohon.

Karina tak langsung menjawab, dia malah melirik Fattan yang sedang menatap Evelyn.

" Iya, Rin! Kamu disini aja. Aku nggak enak, nanti dikira mau godain istri orang, lagi. " timpal Fattan terkekeh. " Lagian aku udah mau balik, kok. Jadi nggak usah repot-repot bikin minum, soalnya udah malam. " sambung Fattan yang langsung bangkit.

Evelyn ikut bangkit dan berniat mengantar Fattan hingga depan. Dia juga menarik tangan Karina agar ikut.

" Aku balik dulu, ya, Vel, Rin! " pamit Fattan begitu berada di teras.

Evelyn dan Karina serentak mengangguk. Fattan mengayunkan langkah menyusuri jalan setapak menuju rumahnya yang hanya berjarak tiga rumah dari rumah Evelyn.

" Aku ke kamar dulu, Lyn! " seru Karina.

" Tunggu, Rin! " cegah Evelyn.

Karina berbalik, Evelyn menatap wajah sang sahabat yang berubah lesu. Ada apa dengannya? Padahal tadi masih biasa saja.

" Kamu kenapa? Sakit? " tanya Evelyn mendekat.

" Ahm ... Enggak, kok! Aku nggak apa-apa. Cuma lagi capek aja, aku mau ke kamar duluan, boleh, kan? Mau langsung istirahat. " Evelyn menyipitkan mata. Dia sedikit curiga dengan perubahan sikap Karina.

" Kamu bener nggak apa-apa? " tanyanya lagi.

" Iya. Aku cuma capek aja, kamu nggak apa-apa, kan, aku tinggal? " Evelyn hanya menggeleng, Karina mengangguk dan kembali membalikkan badan berjalan menuju kamarnya.

Evelyn sendiri lebih memilih ke dapur, ingin mengisi botol minumnya untuk dibawa ke kamar. Setelah itu segera kembali ke kamar untuk istirahat.

Karina menangis dalam diam begitu menutup pintu kamar, dia mengutuk perasaannya yang tak pernah berubah sejak dulu. Dia takut, jika perasaan ini akan membuatnya membenci seseorang. Padahal ia tau sendiri, rasanya tak pernah berbalas barang sedikit pun. Namun, dengan tak tau dirinya, dia malah semakin memperdalam rasa itu hingga ke dasar hati, sampai ia lupa bagaimana caranya kembali.

Karina tak ingin di cap seperti kacang lupa kulitnya. Dia cukup tau diri untuk itu, namun perasaan tetap saja tak bisa dia rubah, ia pun tak punya kuasa untuk itu. Meski ia tau bagaimana sakitnya perasaan yang tak terbalas, dan itu yang dia rasakan selama bertahun-tahun tanpa seorang pun tahu.

Begitu tiba di kamar, bukannya langsung mengistirahatkan tubuh, Evelyn malah duduk di teras kamar, tempat biasa dia dan Bian menghabiskan waktu jika sedang menginap disana.

Kini tanpa siapa pun tau, Bian dan Evelyn sama-sama sedang menatap gelapnya malam ditempat yang berbeda.

Bian berulang kali mengecek ponselnya, berharap sang kekasih hati menghubungi kembali meski hanya berupa pesan. Perasaan tak enak sebab tindakan gegabah nya membuat mata lelaki itu tak mampu terpejam barang sedetik pun. Di keheningan malam, dia duduk termenung menyesali semuanya. Dia menyesal kenapa harus menerima permintaan konyol sang mantan agar kembali padanya. Padahal ia tau sendiri, Marissa masih sama seperti dulu.

Dalam sepinya malam, Evelyn terisak seorang diri memikirkan nasib rumah tangganya yang baru seumur jagung itu harus kandas. Tak pernah terpikirkan oleh perempuan itu sebelumnya, jika kembalinya Marissa akan membawa bencana baginya.

Sebenarnya bisa saja Evelyn mempertahankan hubungan mereka. Namun, ia tak mau lebih lama lagi tersakiti. Masih teringat jelas dalam ingatan Evelyn alasan yang dilontarkan Bian, dia hanya ingin membahagiakan buah cintanya dengan Marissa tanpa memperdulikan bagaimana hancurnya perasaan Evelyn. Ditambah lagi ucapan Marissa saat di parkiran kafe saat itu terngiang-ngiang dalam pikirannya, membuat perasaanya kian sesak.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
Roro Halus
kalau fattan sama evelyn nanti kasihan karin, tapi fattan belum move on Dr Evelyn
goodnovel comment avatar
Saraswati_5
gimana ya nanti kalau fattan tau evelyn udah cerai dari suaminya?
goodnovel comment avatar
Hani Sarani
cukup Smpai Dsini Bacanya Trllu Bnyak Mnuras Koin
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status