Share

06

" Sepertinya aku tak bisa menuruti keinginan Chika, Ris! Aku minta maaf ... " ucap Bian.

Marissa melongo tak percaya mendengar ucapan Bian. Kenapa dia bisa berubah pikiran, padahal kemarin saja dia menyetujui dan sudah menceraikan istrinya.

" Mas? Kamu becanda, kan? " Evelyn menatap Bian dengan lekat. Bian menggeleng untuk menegaskan jika yang didengar Marissa memang sudah keputusannya.

" Tidak, Ris. Aku serius ... " Sahut Bian. " Aku menyesal karena sudah menceraikan Evelyn. Aku baru menyadari jika tak akan ada yang bisa menggantikan posisinya di hatiku, " ucap Bian.

Marissa terkekeh, wanita itu menatap tajam kearah Bian. Dia juga menyumpah Evelyn dalam hati, sebab perempuan itu dia anggap menjadi penghalang baginya untuk kembali mendapatkan Bian.

Dulu, Marissa lebih memilih bercerai ketika Bian memintanya memilih tetap bekerja atau berhenti. Jika dia memilih bekerja, itu artinya dia siap melepas Bian. Dan wanita itu lebih memilih bekerja karena pada saat itu Bian belumlah sesukses sekarang. Dulu dia hanya memiliki satu usaha kecil, yaitu sebuah kafe. Dia berpikir Bian tak akan bisa memenuhi segala keinginannya yang ingin hidup mewah, jadi dia lebih memilih bercerai dari pada harus menjadi ibu rumah tangga.

Dan sekarang, dia datang kembali dengan alasan sang anak yang menginginkan kedekatan dengan sang Ayah.

" Jadi, kamu lebih memilih wanita yang belum bisa memberimu anak itu dibanding darah dagingmu sendiri, Mas? " tukas Marissa.

" Antara Evelyn dan Chika tidak bisa kupilih salah satunya, Ris! Sebab mereka sama berartinya untukku! Jadi ... Kumohon kamu mengerti. " tegas Bian.

" Kenapa kamu harus memberiku harapan, Mas? Aku sudah berharap kamu akan kembali padaku! Aku yakin! Kamu pasti didesak oleh Evelyn, kan? Pasti wanita licik itu penyebab berubahnya pikiranmu, kan, Mas? " tuduh Marissa.

" Evelyn bukan wanita licik! Jaga mulutmu itu, Ris! Yang licik itu kamu! Kamu yang selalu menekanku agar menceraikan Evelyn, kamu penyebabnya! Aku menyesal sudah menuruti permintaanmu itu! " bentak Bian dengan suara bergetar menahan amarah. Suaranya yang keras membuat Chika ketakutan dan memilih lari kembali ke kamar.

Sadar akan kesalahannya, Bian menarik nafas dalam-dalam dan meraup wajah frustasi. Kemudian dia kembali melayangkan tatapan tajam pada wanita didepannya itu.

" Keluar sekarang. Biarkan Chika menginap disini! " pinta Bian berusaha tenang.

" Tidak akan! Chika akan ikut pulang denganku. Silahkan nikmati kesendirianmu ini, Mas! " Balas Marissa.

Dia berjalan ke kamar yang biasa Chika tempati jika menginap, setelah membujuk sang anak akhirnya mereka berdua keluar dan melewati Bian begitu saja. Awalnya Chika merengek meminta agar diizinkan menginap dengan sang ayah. Namun, setelah diberi ancaman berupa tak akan dijemput lagi, Chika akhirnya hanya bisa pasrah ketika tangannya ditarik sang Ibu menuju mobil.

' Aku pastikan kamu tidak akan pernah kembali pada Evelyn, Mas! ' Gumam Marissa penuh dendam.

Bian menjambak rambutnya sendiri. Pusing dikepalanya kian mendera, dia menyesal karena sudah bertindak gegabah. Dia merogoh saku celana dan mengeluarkan ponsel dari sana. Bian berniat menghubungi Evelyn.

Panggilan tersambung, namun tak ada tanda-tanda Evelyn menjawab panggilannya hingga operator yang bicara, berulang kali Bian kembali mencoba, namun hasilnya tetap sama. Evelyn tak menjawab dan berakhir dengan suara operator yang Bian dengar.

Evelyn yang sedang duduk bersama dengan Karina di teras samping sengaja tak menjawab panggilan dari Bian. Bukan ia tak tau adanya panggilan itu, tapi dia berusaha abai meski jauh dari lubuk hatinya ingin sekali menjawab panggilan lelaki yang masih sangat ia cintai itu.

" Kenapa nggak dijawab aja, sih, Lyn? " Pertanyaan Karina membuat Evelyn yang sedang memandang ponselnya mendongak.

Tak lama perempuan itu menggeleng dan berusaha tersenyum, dia mengatakan jika itu hanya akan semakin membuat sakit dihatinya tak kunjung sembuh.

" Lyn. Kamu ... Yakin nggak mau memperjuangkan rumah tanggamu? " tanya Karina hati-hati.

Evelyn menarik nafas dalam dan menghembuskan perlahan.

" Buat apa aku berjuang sendiri, Rin? " balas Evelyn dengan mata yang sudah menerawang jauh.

Karina terdiam, dia turut merasakan kepedihan yang kini dirasakan oleh Evelyn. Bagaimana pun juga, perempuan ayu itu orang yang sudah sangat berbaik hati pada dia serta Ibunya, disaat semua orang mengucilkan karena kemiskinan keduanya, Evelyn serta almarhumah ibunya malah dengan senang hati menampung mereka. Dan itu sebabnya Karina dan juga Bu Dena sekarang tinggal di rumah Evelyn.

" Maksudmu apa, Lyn? Aku yakin, Bian pasti masih mencintai kamu, begitu pun denganmu, kan? " Evelyn mencebik mendengar penuturan sang sahabat. Benar jika dia masih mencintai Bian, dia pun tak tau kapan cinta itu akan memudar. Namun, entah dengan Bian sendiri.

" Logika aja, sih, Rin. Kalo betul Mas Bian masih mencintaiku, kenapa dia malah memilih berpisah seperti ini? " sahut Evelyn. Karina tak mampu berkata-kata mendengar ucapan Evelyn.

" Yaa ... Mana tau dia seperti ini karena ada sesuatu, Lyn. Itu buktinya dia masih menghubungi kamu, kan? " sahut Karina mencoba berpikir positif. Evelyn terkekeh kemudian membetulkan posisi duduknya yang tadi menyandar menjadi tegak.

" Kamu lucu, Rin. Aku tau kamu itu cuma mau ngehibur aku, kan? " ucap Evelyn sembari terkekeh. " Kalau pun memang dia melakukan ini karena suatu hal, apa nggak sebaiknya dia ngomongin baik-baik? Ini enggak, kan? Dengan santainya dia malah langsung menjatuhkan talak. Padahal sebelumnya kami tidak pernah ada masalah sedikit pun. Apa nggak lucu, gitu? " Karina terdiam mendengar penjelasan Evelyn. Gadis itu hanya mampu menghembuskan nafas kasar, dia tak bisa bersikeras apalagi menyangkut perasaan.

" Entahlah, Lyn! Aku hanya bisa mendoakan yang terbaik untukmu. Kalau pun dengan berpisah begini bisa membuatmu bahagia, aku pun hanya bisa mendukung. " sahut Karina pasrah.

" Sebenarnya siapa, sih, yang bahagia karena perceraian? Tapi kalo udah jalannya begini ... Mau tak mau harus dihadapi juga, kan? " Karina mengangguk.

" Iya juga, sih. Tapi aku berharap rumah tangga kalian masih bisa diselamatkan. Bian baru mengucap talak satu, kan? Dan itu artinya kalian masih bisa rujuk kembali. Mudah-mudahan selama perpisahan kalian ini, menjadi pengingat bagi kalian masing-masing. Saling introspeksi diri, agar menjadi lebih baik. Dan, menjadi jalan kalian untuk menyadari jika kalian masing saling mencintai. " ucap Karina.

Evelyn hanya diam, namun dalam hati dia turut mengaminkan ucapan sang sahabat. Karena bagaimana pun juga, nama Bian masih terpatri jelas dalam hatinya.

Tak ada lagi kata yang keluar dari mulut keduanya. Baik Evelyn dan juga Karina sibuk dengan pikiran masing-masing. Entah apa yang dipikirkan Karina tentang perpisahan sang sahabat, yang pasti perasaan gelisah terus menghantuinya seolah akan terjadi sesuatu jika mereka tetap berpisah.

" Evelyn ... Di luar ada tamu, " Bu Dena datang dari dalam.

" Tamu? Siapa, Bu? " tanya Evelyn.

Perempuan itu bertanya-tanya siapa yang bertamu malam-malam begini. Dia baru saja tiba selepas magrib tadi, lantas siapa yang sedang berniat menemuinya?

Komen (10)
goodnovel comment avatar
Allyaalmahira
kaya ulet bulu..
goodnovel comment avatar
Baby Yangfa
si Marissa ular keket, sebel banget, keukeuh banget pengen balikkan
goodnovel comment avatar
Roro Halus
wah bian ke kampung evelyn ini???
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status