Dua minggu lebih sudah berlalu sejak hari terakhir Haikal mengunjungi Marissa. Dua hari setelah kunjungan Haikal, Evelyn dan Bian juga sempat datang. Tak ada pembahasan penting selain Chika. Marissa lebih banyak bicara dengan Evelyn, sedang Bian hanya diam menyimak. Marissa meminta maaf sambil menangis. Dia menyesali semuanya. Kebohongan dan pengkhianatan ia saat bersama Bian dulu kembali membayang, mengejarnya hingga menimbulkan sesal yang teramat dalam.Dia juga mengatakan pada Evelyn dan Bian, jika mereka merasa repot harus mengurus Chika, lebih baik tinggalkan di panti asuhan saja, dan akan dia jemput setelah bebas nanti. Namun, Evelyn tentu saja menolak. Dia mengatakan akan mengurus Chika sampai saat itu tiba.Marissa merasa bersyukur karena sang putri berada di lingkungan yang orang-orangnya sangat baik. Padahal jika ingin balas dendam, bisa saja Evelyn membalas lewat Chika, entah itu menyiksanya atau membuangnya.Selama itu tak bertemu Haikal, tentu sangat menyiksa perasaan Ma
Marissa masih saja bergeming ditempatnya. Tak menyangka akan kembali berjumpa dengan wanita itu lagi. Ya, yang dia temui itu adalah Bu Ratih –Mama Haikal."A-anda?" seru Marissa tergagap."Ya! Bagaimana rasanya bisa kembali menghirup udara bebas?" balas Bu Ratih tersenyum."Kenapa anda lakukan ini? Bukankah anda menginginkan saya menjauh dari Haikal, putra anda?" Marissa tak menjawab pertanyaan tadi, melainkan kembali melempar tanya pada wanita itu. Dia hanya merasa heran dengan keputusan Bu Ratih, kenapa dia harus repot-repot membebaskan Marissa?"Justru itu. Saya membebaskan mu, agar kamu bisa pergi menjauh dari kota ini." Jawaban Bu Ratih membuat Marissa tercengang. Apa maksudnya?"Apa maksud anda? Kenapa saya harus pergi dari kota ini?" Marissa tak terima. Dia merasa Bu Ratih sedang berusaha mengatur hidupnya."Haikal tak lama lagi akan menikah. Saya tak ingin dia tiba-tiba bertemu denganmu, kemudian malah menimbulkan lagi benih yang sempat tumbuh. Jadi, tolong menjauh dari kehidu
Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa 8 bulan sudah Marissa dan Chika hidup berdua saja. Saat memilih pergi, dia sengaja memilih tinggal di pinggiran kota. Dengan berbekal uang pemberian Bu Ratih, dia mencari kontrakan dan mulai buka usaha kecil-kecilan. Dia juga melanjutkan bakat merajutnya, ilmu yang dia dapat saat menjadi tahanan dulu. Biasanya dia merajut gantungan kunci, dan akan dijual oleh Chika pada teman-teman sekolahnya. Dia juga menerima orderan untuk orang dewasa, entah itu tas, dompet atau banyak barang lain lagi.Marissa merasa hidupnya jauh lebih tenang sekarang. Dia dan Chika hidup bahagia meski jauh dari kata mewah. Sekarang ia tau, betapa sikap dan perlakuannya dulu amatlah buruk. Selama memilih menjauh, tentu saja kehidupannya tak langsung berjalan mulus. Ada tanjakan, serta jalan yang berliku yang harus ia hadapi. Tapi, berkat kesabaran dan keikhlasannya, semua pun bisa ia hadapi.Kadang dia masih sering teringat tentang Haikal. Bagaimana kabar lelaki itu sekara
" Maaf, Evelyn! " ucap Bian dengan kepala yang sudah menunduk usai mengucapkan kata talak pada sang istri.Tak ada air mata yang keluar. Namun, siapa yang tau betapa sesaknya dada perempuan muda itu sekarang? Dia hanya tak ingin memperlihatkan kesedihannya dihadapan sang suami. Ah, mantan suami maksudnya." Untuk apa maaf-mu itu, Mas? " tanya Evelyn dengan suara dingin. Bukan apa dia hanya merasa konyol dengan permintaan maaf sang suami yang baru beberapa detik lalu menjadi mantannya. Bukankah dia sudah mengucap talak dari hati? Tapi kenapa seolah ada penyesalan disana dengan cara meminta maaf? Pikir Evelyn." Ma-maaf ... Mas terpaksa melakukan ini. Karena ... " " Karena mantan-mu yang kembali itu, bukan? " potong Evelyn. Bian mendadak gugup mendengar ucapan istri yang baru saja ia talak. Keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya." Bu-bukan. Marissa tidak ada kaitannya dalam hal ini. " sahut Bian sedikit tergagap.Evelyn memejamkan mata dengan pedih saat mendengar Bian mengucapka
" Elyn ... " panggilan sayang dari Bian menyentaknya kembali dari ingatan beberapa minggu lalu." Mohon pengertiannya, Chika meminta agar kami kembali mengasuhnya bersama-sama, dia masih terlalu dini untuk memahami kenapa kedua orangtuanya tinggal terpisah, dan kenapa dia harus memiliki dua ... Ibu. " Alasan yang tak masuk akal bagi Evelyn. Perempuan itu mendesah pelan kemudian tersenyum sinis." Bukankah dulu kamu pernah bilang? Jika Chika mempertanyakan hal itu, maka itu jadi tanggung jawabmu dan Marissa untuk menjelaskannya? " Tak ada embel-embel 'Mbak' lagi yang Evelyn sematkan untuk mantan istri suaminya itu." I-iya. Tapi ... Kami bingung cara menjelaskannya, " sahut Bian dengan cemas." Kenapa harus bingung? Tinggal jelaskan! Antara kamu dan Marissa sudah usai! Mungkin dia memang masih terlalu kecil untuk memahami ini, tapi jika kita selalu memberi pengertian padanya, bukankah dia akan paham juga? " tegas Evelyn.Lelaki didepannya mendongak sebentar, baru kali ini Evelyn berani
Evelyn meremas ponsel dengan kuat setelah membaca pesan yang dikirim oleh Marissa. [ Hati-hati, Mbak. Jangan berbangga diri dulu. Jangan sampai kamu akan dicampakkan untuk yang kedua kalinya. ] Perempuan itu segera mematikan ponsel setelah mengirim pesan balasan itu. Dia tidak mau tau bagaimana perasaan Marissa saat membacanya. Yang pasti saat ini dia hanya menginginkan ketenangan.Sedangkan Marissa mengumpat ketika membaca balasan pesan dari Evelyn, niat hati ingin menjatuhkan mental perempuan cantik itu, malah dia sendiri yang kena mental karena balasan perempuan itu." Mami, kenapa? " tanya gadis kecil nan lugu itu ketika melihat sang Mama yang sedang mengumpat penuh emosi." Nggak apa-apa, Sayang. Chika mau kerumah Papi, nggak? " tanya Marissa pada gadis kecilnya. Chika mengangguk antusias dengan senyum lebar." Mauuu ... " Marissa terkekeh melihat ekspresi girang yang ditunjukkan sang anak." Yaudah, Chika siap-siap dulu, ya? Mami juga mau siap-siap dulu. " Chika mengangguk dan
" A-ada apa ini, Pak? Kok ramai-ramai? " tanya Bian pada lelaki paruh baya yang tak lain adalah ketua RT di komplek perumahannya.Bian bingung bukan sebab melihat ketua RT yang sudah berdiri di depan rumahnya, namun beberapa warga yang ikut hadir disana yang membuat lelaki itu bingung dengan apa yang terjadi." Ehem! " sang ketua RT berdehem seraya melirik beberapa warga yang sudah berdiri dibelakangnya." Sebenarnya begini, Pak! Tadi ada warga yang memberi tahu saya jika Bu Evelyn sedang tidak dirumah, sedang bapak malah membawa masuk perempuan lain ke dalam rumah. Warga yang memberi tahu tadi meminta saya agar menegur Bapak, karena takut malah terjadi fitnah. " Ketua RT berusaha menjelaskan maksud kedatangannya." Betul itu, Pak Bian! Emang Bu Evelyn kemana? Tadi sore saya liat dia bawa koper besar dan dijemput taksi. Kalian ada masalah? " salah satu tetangga Bian yang ikut turut menimpali." Tau, nih, Pak Bian! Seharusnya kalo lagi ada masalah itu ngomongin baik-baik! Apa jangan-ja
" Siapa? " Karina yang tak sabar menunggu memilih bangkit dan menyusul Evelyn untuk melihat siapa yang mengirim pesan." Apa maksudnya ini, Lyn? " tanya Karina tak mengerti. " Ini Bian, kan? Terus ini siapa? " cecar Karina.Evelyn mengangguk dan kembali ke sofa dan diikuti Karina yang masih menatap bingung foto yang ada diponsel Evelyn." Itu ... Mantan istrinya Mas Bian, Rin! " ungkap Evelyn. " Dan dia yang jadi alasan aku pulang kembali, karena ditalak oleh Mas Bian. " sambung Evelyn dengan suara bergetar." A-apa? Kamu ... Becanda, kan? " tanya Karina seolah tak percaya." Evelyn! Jawab aku! Kamu becanda, kan? " desak Karina sebab Evelyn tak kunjung menjawab. Bahu gadis itu merosot ketika melihat gelengan sebagai jawaban dari pertanyaannya tadi." Kamu serius? Bian talak kamu karena kehadiran wanita itu? " Karina mengulang lagi demi meyakinkan dirinya. Lagi dan lagi hanya anggukan yang diberi Evelyn sebagai jawaban." Tapi kenapa? Kenapa dia bisa setega itu sama kamu, Lyn? Aku ...