Waktu berlalu begitu cepat. Tak terasa 8 bulan sudah Marissa dan Chika hidup berdua saja. Saat memilih pergi, dia sengaja memilih tinggal di pinggiran kota. Dengan berbekal uang pemberian Bu Ratih, dia mencari kontrakan dan mulai buka usaha kecil-kecilan. Dia juga melanjutkan bakat merajutnya, ilmu yang dia dapat saat menjadi tahanan dulu. Biasanya dia merajut gantungan kunci, dan akan dijual oleh Chika pada teman-teman sekolahnya. Dia juga menerima orderan untuk orang dewasa, entah itu tas, dompet atau banyak barang lain lagi.Marissa merasa hidupnya jauh lebih tenang sekarang. Dia dan Chika hidup bahagia meski jauh dari kata mewah. Sekarang ia tau, betapa sikap dan perlakuannya dulu amatlah buruk. Selama memilih menjauh, tentu saja kehidupannya tak langsung berjalan mulus. Ada tanjakan, serta jalan yang berliku yang harus ia hadapi. Tapi, berkat kesabaran dan keikhlasannya, semua pun bisa ia hadapi.Kadang dia masih sering teringat tentang Haikal. Bagaimana kabar lelaki itu sekara
" Maaf, Evelyn! " ucap Bian dengan kepala yang sudah menunduk usai mengucapkan kata talak pada sang istri.Tak ada air mata yang keluar. Namun, siapa yang tau betapa sesaknya dada perempuan muda itu sekarang? Dia hanya tak ingin memperlihatkan kesedihannya dihadapan sang suami. Ah, mantan suami maksudnya." Untuk apa maaf-mu itu, Mas? " tanya Evelyn dengan suara dingin. Bukan apa dia hanya merasa konyol dengan permintaan maaf sang suami yang baru beberapa detik lalu menjadi mantannya. Bukankah dia sudah mengucap talak dari hati? Tapi kenapa seolah ada penyesalan disana dengan cara meminta maaf? Pikir Evelyn." Ma-maaf ... Mas terpaksa melakukan ini. Karena ... " " Karena mantan-mu yang kembali itu, bukan? " potong Evelyn. Bian mendadak gugup mendengar ucapan istri yang baru saja ia talak. Keringat dingin mengucur di seluruh tubuhnya." Bu-bukan. Marissa tidak ada kaitannya dalam hal ini. " sahut Bian sedikit tergagap.Evelyn memejamkan mata dengan pedih saat mendengar Bian mengucapka
" Elyn ... " panggilan sayang dari Bian menyentaknya kembali dari ingatan beberapa minggu lalu." Mohon pengertiannya, Chika meminta agar kami kembali mengasuhnya bersama-sama, dia masih terlalu dini untuk memahami kenapa kedua orangtuanya tinggal terpisah, dan kenapa dia harus memiliki dua ... Ibu. " Alasan yang tak masuk akal bagi Evelyn. Perempuan itu mendesah pelan kemudian tersenyum sinis." Bukankah dulu kamu pernah bilang? Jika Chika mempertanyakan hal itu, maka itu jadi tanggung jawabmu dan Marissa untuk menjelaskannya? " Tak ada embel-embel 'Mbak' lagi yang Evelyn sematkan untuk mantan istri suaminya itu." I-iya. Tapi ... Kami bingung cara menjelaskannya, " sahut Bian dengan cemas." Kenapa harus bingung? Tinggal jelaskan! Antara kamu dan Marissa sudah usai! Mungkin dia memang masih terlalu kecil untuk memahami ini, tapi jika kita selalu memberi pengertian padanya, bukankah dia akan paham juga? " tegas Evelyn.Lelaki didepannya mendongak sebentar, baru kali ini Evelyn berani
Evelyn meremas ponsel dengan kuat setelah membaca pesan yang dikirim oleh Marissa. [ Hati-hati, Mbak. Jangan berbangga diri dulu. Jangan sampai kamu akan dicampakkan untuk yang kedua kalinya. ] Perempuan itu segera mematikan ponsel setelah mengirim pesan balasan itu. Dia tidak mau tau bagaimana perasaan Marissa saat membacanya. Yang pasti saat ini dia hanya menginginkan ketenangan.Sedangkan Marissa mengumpat ketika membaca balasan pesan dari Evelyn, niat hati ingin menjatuhkan mental perempuan cantik itu, malah dia sendiri yang kena mental karena balasan perempuan itu." Mami, kenapa? " tanya gadis kecil nan lugu itu ketika melihat sang Mama yang sedang mengumpat penuh emosi." Nggak apa-apa, Sayang. Chika mau kerumah Papi, nggak? " tanya Marissa pada gadis kecilnya. Chika mengangguk antusias dengan senyum lebar." Mauuu ... " Marissa terkekeh melihat ekspresi girang yang ditunjukkan sang anak." Yaudah, Chika siap-siap dulu, ya? Mami juga mau siap-siap dulu. " Chika mengangguk dan
" A-ada apa ini, Pak? Kok ramai-ramai? " tanya Bian pada lelaki paruh baya yang tak lain adalah ketua RT di komplek perumahannya.Bian bingung bukan sebab melihat ketua RT yang sudah berdiri di depan rumahnya, namun beberapa warga yang ikut hadir disana yang membuat lelaki itu bingung dengan apa yang terjadi." Ehem! " sang ketua RT berdehem seraya melirik beberapa warga yang sudah berdiri dibelakangnya." Sebenarnya begini, Pak! Tadi ada warga yang memberi tahu saya jika Bu Evelyn sedang tidak dirumah, sedang bapak malah membawa masuk perempuan lain ke dalam rumah. Warga yang memberi tahu tadi meminta saya agar menegur Bapak, karena takut malah terjadi fitnah. " Ketua RT berusaha menjelaskan maksud kedatangannya." Betul itu, Pak Bian! Emang Bu Evelyn kemana? Tadi sore saya liat dia bawa koper besar dan dijemput taksi. Kalian ada masalah? " salah satu tetangga Bian yang ikut turut menimpali." Tau, nih, Pak Bian! Seharusnya kalo lagi ada masalah itu ngomongin baik-baik! Apa jangan-ja
" Siapa? " Karina yang tak sabar menunggu memilih bangkit dan menyusul Evelyn untuk melihat siapa yang mengirim pesan." Apa maksudnya ini, Lyn? " tanya Karina tak mengerti. " Ini Bian, kan? Terus ini siapa? " cecar Karina.Evelyn mengangguk dan kembali ke sofa dan diikuti Karina yang masih menatap bingung foto yang ada diponsel Evelyn." Itu ... Mantan istrinya Mas Bian, Rin! " ungkap Evelyn. " Dan dia yang jadi alasan aku pulang kembali, karena ditalak oleh Mas Bian. " sambung Evelyn dengan suara bergetar." A-apa? Kamu ... Becanda, kan? " tanya Karina seolah tak percaya." Evelyn! Jawab aku! Kamu becanda, kan? " desak Karina sebab Evelyn tak kunjung menjawab. Bahu gadis itu merosot ketika melihat gelengan sebagai jawaban dari pertanyaannya tadi." Kamu serius? Bian talak kamu karena kehadiran wanita itu? " Karina mengulang lagi demi meyakinkan dirinya. Lagi dan lagi hanya anggukan yang diberi Evelyn sebagai jawaban." Tapi kenapa? Kenapa dia bisa setega itu sama kamu, Lyn? Aku ...
" Sepertinya aku tak bisa menuruti keinginan Chika, Ris! Aku minta maaf ... " ucap Bian. Marissa melongo tak percaya mendengar ucapan Bian. Kenapa dia bisa berubah pikiran, padahal kemarin saja dia menyetujui dan sudah menceraikan istrinya." Mas? Kamu becanda, kan? " Evelyn menatap Bian dengan lekat. Bian menggeleng untuk menegaskan jika yang didengar Marissa memang sudah keputusannya." Tidak, Ris. Aku serius ... " Sahut Bian. " Aku menyesal karena sudah menceraikan Evelyn. Aku baru menyadari jika tak akan ada yang bisa menggantikan posisinya di hatiku, " ucap Bian.Marissa terkekeh, wanita itu menatap tajam kearah Bian. Dia juga menyumpah Evelyn dalam hati, sebab perempuan itu dia anggap menjadi penghalang baginya untuk kembali mendapatkan Bian.Dulu, Marissa lebih memilih bercerai ketika Bian memintanya memilih tetap bekerja atau berhenti. Jika dia memilih bekerja, itu artinya dia siap melepas Bian. Dan wanita itu lebih memilih bekerja karena pada saat itu Bian belumlah sesukses
Karena penasaran dengan tamu yang dibilang Bu Dena, Evelyn bergegas bangkit dan menuju ruang tamu yang diikuti Karina dibelakang. " Fattan? " panggil Evelyn begitu tiba di ruang tamu.Lelaki yang duduk di sofa membelakangi Evelyn pun spontan berbalik, kemudian menyunggingkan senyum yang siapa pun melihat pasti merasa terpana. Namun, tidak dengan Evelyn." Kapan kamu datang? " tanya Fattan dengan senyum yang tetap tersungging." Tadi sehabis magrib. Kamu tau dari mana aku datang? " tanya Evelyn. Evelyn duduk di sofa dengan ditemani Karina. Gadis manis disamping Evelyn itu tampak tak nyaman, berkali-kali dia menunduk dan memainkan jari-jarinya. Sesekali dia mencuri tatap lelaki dihadapannya itu." Tadi dikasih tau sama Suci. Katanya ngeliat kamu pas balik dari mushola, makanya aku mampir. Soalnya udah lama juga kita nggak ketemu, " sahut Fattan. Evelyn mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar ucapan Fattan." Iya juga, ya? Terakhir ketemu 5 bulan lalu, kan? " tanya Evelyn mengingat ka