Share

Pengasuh Untuk Anakku Gibran
Pengasuh Untuk Anakku Gibran
Author: Neng Reni

Mengantar Gibran ke sekolah

Gibran Mahesa, seorang anak kecil berusia 7 tahun mengidap penyakit Alopecia sejak ia berumur 4 tahun karena autoimun. Gibran kini duduk di bangku sekolah dasar internasional, teman satu kelasnya sering sekali membulinya karena rambutnya yang botak akibat penyakit yang di deritanya.

Suatu hari, seperti biasanya ayah dari Gibran yang bernama David Giomani Mahesa mengantarnya ke sekolah. David adalah seorang single parents karena ia telah berpisah dengan istrinya sejak Gibran berusia 1 tahun, istrinya lebih memilih mengejar mimpinya dan pergi bersama selingkuhannya dibandingkan hidup dengan keluarga kecilnya.

"Gibran, ayo nanti kamu kesiangan." ucap David datar.

"Iya dad." sahut Gibran.

Gibran duduk di belakang tepat disamping ayahnya yang selalu sibuk dengan tabletnya, supir menjalankan mobilnya meninggalkan rumah mewah milik David menuju sekolah Gibran. Di sepanjang perjalanan tidak ada yang bersuara, David adalah tipikal orang yang dingin dan tegas jadi jarang sekali ia berbicara tetali sekalinya bicara kata-katanya begitu tajam dan menyakitkan.

Tak butuh waktu lama mobil yang ditumpangi Gibran sudah sampai di sekolahnya, dia turun tanpa diantarkan oleh ayahnya sendiri. Gibran langsung masuk diantarkan oleh supirnya sedangkan David hanya memperhatikan Gibran dari dalam mobil, setelah melihat Gibran sudah jauh dari pandangannya David meletakkan tablet digangannya kemudian dia meraup wajahnya dengan kasar.

"Maafkan daddy boy, daddy selalu mengabaikanmu." gumam David merasa bersalah.

David selalu menyibukkan dirinya dengan pekerjaan sampai ia melupakan anaknya, dia terus mengembangkan dirinya dalam berbisnis. Gibran ia serahkan kepada neneknya yaitu Ratih selama ia bekerja, dia tidak ingin mempekerjakan pengasuh karena David bukanlah orang sembarangan.

Banyak dari rivalnya yang ingin menjatuhkan usahanya dengan menghalalakan segala cara, untuk itu ia lebih mempercayakan anaknya kepada ibunya sendiri.

David pergi dari sekolah Gibran, melihat ayahnya sudah pergi jauh Gibran berubah murung. Saat dia melangkahkan kakinya masuk kedalam kelas banyak teman-temannya yang menatap sinis padanya, hati Gibran langsung terasa nyeri melihat tatapan teman satu kelasnya tersebut.

'Begitu jelekkah aku dimata mereka, sampai hati mereka menatapku seperti itu' batin Gibran.

"Woy, botak sini kamu." panggil seorang anak laki-laki.

"Ada apa Smith?" tanya Gibran dingin.

"Sini, aku mau lihat ada berapa helai rambutmu yang masih tersisa." ledek smith.

Teman satu kelas lainnya menertawakan ucapan Smith, karena sudah biasa di perlakukan seperti itu oleh Smith membuat Gibran terbiasa meskipun rasa sakit dihatinya masih terasa. Salah seorang anak perempuan dan juga satu anak laki-laki berdiri disamping Gibran, mereka mengajak Gibran duduk di bangkunya.

"Sudah, jangan dengarkan mereka Gibran." ucap Emilie.

"Anggap saja mereka sedang menjelekkan dirinya sendiri, jangan sedih masih ada kita berdua yang mendukungmu disini." ujar Brandon.

"Terimakasih teman-teman, kalian adalah sahabat terbaikku disaat orang lain menghina fisikku." ucap Gibran dengan mata yang berkaca-kaca.

Bramdon merangkul bahu Gibran, dia mengusap air mata yang sudah menganak di mata Gibran.. Brandon dan Emilie kompak menyunggingkan senyumnya kearah Gibran, mereka tahu bagaimana rasanya menjadi Gibran yang sering di bully dan juga di jahili oleh teman-temannya bahkan orangtua dari murid yang ada di kelasnya.

"Good morning everybody." sapa guru perempuan yang masuk ke dalam kelas Gibran.

"Good morning too miss Erina." jawab para murid serempak.

"Miss absen dulu ya." ucap miss Erina.

Miss Erina mengabsen satu persatu muridnya, selesai mengabsen miss Erina memulai belajaranya. Gibram adalah salah satu murid yang paling cerdas diantara yang lainnya, Smith and the gang selalu iri padanya karena Gibran selalu mendapat nilai yang sempurna.

Beberapa jam kemudian.

Kriingg..

"Waktunya istirahat anak-anak," ucap miss Erina.

"YEAY" sorak para murid.

Miss Erina membereskan buku pelajarannya, dia keluar dari kelas mengajarnya. Semua murid membereskan bukunya kemudian sebagian banyak dari mereka berlarian keluar kelas, waktu istorahat adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh para siswa karena mereka bisa bermain dan membeli makanan yang mereka mau. Berbeda dengan siswa lainnya yang berhamburan keluar untuk membeli makanan dan juga bermain bersama temannya, Gibran justru lebih memilih duduk di taman yang berada di depan sekolah.

"Kenapa hidupku tidak seperti anak-anak yang lain? daddy sering bekerja jarang sekali bermain denganku, sedangkan ibuku? heh, aku bahkan tidak tahu rupanya seperti apa. Rasanya dunia ini tidak adil bagiku, Tuhan kenapa kau membiarkan aku lahir ke dunia ini." ucap Gibran sedih.

Waktu istirahat sudah berlalu, semua murid kembali ke kelasnya masing-masing. Di dalam kelasnya Gibran melamun, dia tidak memperhatikan pelajaran yang sedang di sampaikan oleh gurunya.

"Gib, kenapa kamu melamun?" bisik Brandon sambil menyenggol lengan Gibran.

"Ehh, tidak. Siapa yang melamun?" kilah Gibran.

"Gib, kamu jangan bohong. Aku tidak tahu masalahmu, yang jelas kau harus fokus belajar agar kau tidak ketinggalan." ucap Brandon.

"Iya Brandon, makasih sudah mengingatkan." ucap Gibran.

Gibran akhirnya kembali fokus ke depan. Sebenarnya Gibran adalah anak genius sama seperti ayahnya. Jika dia keginggalan pelajaran pun hal terbut bukanlah hal sulit, bahkan Gibran sendiri sudah menguasai semua pelajaran dari mulai pelajaran sekolah dasar sampai sekolah menengah karena ke geniusannya.

Tiba waktunya untuk pulang sekolah, semua murid keluar dari kelasnya masing-masing. Di depan gerbang para orangtua sudah berdiri untuk menjemput anak-anaknya, Gibran menatap iri pada mereka yang memiliki keluarga lengkap tak seperti dirinya. Gibran mengedarkan pandangannya mencari neneknya atau supir yang biasa menjemputnya, belum ada tanda-tanda orang yang dikenalnya akhirnya Gibran duduk di depan pos satpam menunggu jemputan.

Tin..Tin..

Tak lama kemudian suara klakson berbunyi, Gibran mengalihkan pandangannya ke arah suara. Dilihatnya neneknya menyembulkan kepalanya dari jendela mobil, dia melambaikan tangannya pada Gibran. Gibran menghampiri neneknya dengan berlari, nenek Gibran keluar dari dalam mobilnya mensejajarkan tubuhnya dengan Gibran.

"Cucu oma yang ganteng, maafin oma ya telat jemputnya? tadi oma kejebak macet sayang." ucap Katrina nenek Gibran.

"Tidak apa-apa oma." ucap Gibran.

"Gibran kita pergi jalan-jalan yuk? kamu mau ke taman, ke mall atau ada tempat yang ingin kamu kunjungi?" ajak Katrina.

"Aku mau ke taman oma." ucap Gibran dengan wajah yang berseri.

Katrina menganggukkan kepalanya, dia mengajak Gibran masuk ke dalam mobilnya. Katrina menyetir mobilnya sendiri, Gibran duduk disamping Katrina. Mobil yang ditumpangi Katrina pergi meninggalkan sekolah menuju taman yang tak jauh dari rumahnya, setiap kali Gibran sedih dia pasti meminta pergi ke taman.

Sampai di taman Gibran mengganti bajunya terlebih dahulu di dalam mobil, Katrina pastinya selalu membawa baju ganti untuk cucu kesayangannya. Selesai mengganti baju Gibran keluar terlebih dahulu meninggalkan neneknya yang sedang membereskan bajunya, tak lupa Gibran memakai topinya agar tidak terlihat botak. Gibran berlarian kesana kemari sampai ia tak sengaja menabrak seseorang, orang tersebut menangkap tubuh Gibran agar tidak terjatuh.

Bruk..

"Ya Allah dek, kamu gapapa?" tanyanya.

"Gapapa kak, maafin aku ya? aku gak sengaja nabrak kakak." ucap Gibran.

"Hei kamu gak salah kok, kakaknya aja yang gak lihat kiri kanan jadinya nabrak deh." ucap seorang gadis cantik pada Gibran.

"Makasih ya udah nolongin aku." ucap Gibran.

"Sama-sama adek ganteng." ucap Windy.

Seorang anak kecil menghampiri Gibran, tiba-tiba saja anak kecil tersebut mengambil topi Gibran dan melemparkannya ke sembarang arah.

"Hei, topiku." ucap Gibran.

"Hahaha, botak.. botak.." ledek anak kecil tersebut.

" Smith, kenapa sih kau selalu menggangguku dan mengejekku hah? apa salahku padamu kenapa kau senang sekali menggangguku?" tanya Gibran marah pada Smith.

"Karena kau botak!" cibir Smith.

Windy yang melihatnya pun kaget, dia menatap Gibran yang terlihat seperti ingin menangis namun ditahannya.

"Hei bocil, dateng-dateng maen lempar topi orang aja, ayo minta maaf!" omel Windy.

"Gamau, wlee.." hcap Smith menjulurkan lidahnya pada Windy.

Windy memelototi Smith sampai Smith sendiri ketakutan melihat wajah Windy, dia langsung kabur meninggalkan Gibran.

"Hiks..Hiks.." Gibran menangis.

Windy mensejajarkan tubuhnya dengan Gibran, dia memeluk tubuh Gibran kedalam dekapannya.

"Menangislah jika itu membuatmu tenang." ucap Windy.

"Kenapa mereka selalu jahat padaku kak? aku salah apa? huhuhu." tanya Gibran sambil menangis pilu.

"Mereka sering mengganggumu?" tanya Windy.

Gibran menganggukkan kepalanya disela tangisnya, Windy mengusap air mata Gibran kemudian ia tersenyum kearahnya.

"Cup cup cup, udah jangan nangis lagi nanti kamu capel loh? jangan pedulikan apapun yang mereka ucapkan, biarkan Tuhan membalas semua perbuatan mereka. Kamu suka es krim?" ucap Windy menckba menghibur Gibran.

"Suka banget kak." jawab Gibran.

"Yuk, kakak traktir makan es krim tapi jangan banyak-banyak ya?" ucap Windy.

"Oke kak." jawab Gibran..

Windy mengajak Gibran menghampiri pedagang es krim yang tak jauh dari tempat mereka berdiri, keduanya berjalan dengan bergandengan tangan sambil sesekali mengobrol.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status