Share

Kemarahan David

Davin jatuh kedalam kubangan air kotor, sang supir langsung berlari membantu tuannya berdiri. Windy tersenyum puas kini ia dan David impas, baginya semua makhluk di muka bumi ini derajatnya sama dimata tuhannyaentah kaya ataupun miskin.

"Akhirnya kita impas." ucap Windy tersenyum.

"Brengsek!" umpat David.

Windy langsung pergi meninggalkan David, dia berjalan dengan santainya meskipun bajunya kotor. David mengepalkan tangannya, wajahnya memerah menahan malunya karena banyak pasang mata yang menatap kearahnya.

"Tuan sebaiknya kita masuk, takutnya ada wartawan yang meliput." ucap supir bernama Udin.

David menuruti ucapan Udin, dia langsung melangkahkan kakinya masuk kedalam mobiknya dengan perasaan dongkol.

'Awas kau wanita sialan! akan ku balas semua perbuatanmu.' batin David.

Udin melihat lampu yang sudah berubah warna menjadi hijau, ia segera melajukan mobilnya menuju kediaman David. Di sepanjang perjalanan David terlihat memasang wajah dinginnya, ia ingin segera sampai ke rumahnya mengganti semua pakaiannya yang kotor karena ia paling risih melihat noda sekecil apapun di badannya.

"Kenapa kau mengendarai mobil seperti siput hah?! apa kau sudah bosan bekerja denganku! kau ingin ku pecat?!" bentak David.

"Ti-tidak tuan, ma-maafkan saya." ucap Udin ketakutan.

Udin menambahkan kecepatan mobilnya diatas rata-rata, David berpegangan dengan erat karena terkejut saat Udin yang langsung menambah kecepatannya tanpa berpikir panjang.

"Udin kau ingin aku mati hah?!" teriak David.

'Salah lagi' batin Udin.

"Maaf tuan." ucap Udin.

Udin mengurangi kecepatannya menjadi sedang, David memegang dadanya yang berdebar dengan jantung terasa ingin keluar dari tubuhnya akibat terlalu kaget.

Beberapa menit kemudian.

Mobil yang ditumpangi David sudah sampai di mansion, dia keluar dengan membanting pintu mobik dengan keras. David masuk ke dalam mansion dengan baju yang kotor, Katrina menatap David dari atas sampai bawah merasa heran melihat putranya semata wayangnya yang selalu bersih berubah menjadi kotor dan bau.

"Vid baju kamu kenapa? kamu kan kerja dikantor bukan jadi kuli bangunan? kok kotor gitu?" tanya Katrina beruntun.

"Aku mandi dulu." ucap David dingin.

Perasaan David masih di selimuti amarah, dia tak mau ibunya terkena imbasnya jadi dia lebih memilih tidak menjawab pertanyaan ibunya dan pergi ke kamarnya membersihkan tubuhnya.

"Kebiasaan tuh anak main tinggal aja." kesal Katrina.

Katrina memutuskan mencari Udin selaku supir David yang selalu mengantar Davud kemanapun anaknya pergi, rasa penasarannya sangatlah tinggi jika ia tidak mencari tahu maka ia tidak akan merasa tenang hidupnya.

"Udin." panggil Katrina.

"Iya nyonya, ada yang bisa saya bantu?" tanya Udin.

"Kamu pasti tahu kan kenapa baju David bisa sampai kayak gitu?" tanya Katrina.

"Oh itu, jadi begini ceritanya nyonya. Tadi pas kita mau pulang tuan bicara sama saya yang otomatis kalau tuan ngomong saya nengok kebelakang, nah pas saya nengok gak keliatan ada genangan air dan mobilnya blesek ke air terus nyiprat ke wajah perempuan yang lagi berdiri di pinggir jalan, eh dianya marah dong nyonya. perempuan itu ngejar mobil sambil mengetuk-ngetuk kaca sampai ke lampu merah, nah disana dia marah-marah terus tuan ngeluarin uang sebelum saya bilang minta maaf. Perempuan itu nolak uang dari tuan, dia ngelempar uang itu telan dihadapan tuan David alhasil tuan marah dan dia keluar dari mobil. Saya terkejut lihat perempuan itu dengan beraninya narik dasi tuan sam lap mukanya yang kotor pakai tangan tuan, gak sampai disitu nyonya karena tuan gak mau bilang maaf dia mendekat kearah tuan, tuan David mundur dan gak sadar ada genangan air kotor yang tidak jauh dari tempat dia berdiri alhasil dia terjatuh." jelas Udin dengan hebohnya.

Katrina tersentak mendengar cerita Udin, dia penasaran dengan perempuan yang berani melawan anaknya. Baru pertama kalinya ada orang yang tidak takut pada David, kebanyakan orang-orang pada ketakutan melihat David karena sikap dinginnya dan juga kemarahannya. tetapi kali ini berbeda ada satu orang dari sekian banyaknya manusia yang berani malawan David, Katrina akan mencari orang itu dia perlu mengapresiasi keberaniannya.

Sampai dirumahnya Windy menghela nafasnya panjang, langkah kakinya seakan terasa begitu berat melihat rumah yang seharusnya menjadi tempat ternyaman malah menjadi tempat terkutuk baginya.

Ceklek..

Vita, Tari dan juga Hamzah menatap kearah Windy yang datang dengan baju kotornya, mereka menatap tidak suka pada Windy.

"Kamu ini habis darimana sih? kok kotor begitu? lihat tuh kakak kamu dia selalu menjaga penampilannya gak kayak kamu." omel Tari.

"Kenapa sih kamu gak bisa kayak kakakmu? dia pintar, cantik, dan membanggakan orang tua, sedangkan kamu apa? bisanya bikin malu aja." timpal Hamzah.

"Udah ngomongnya?" tanya Windy.

"Kamu ini sama orang tua gak sopan ya!" bentak Tari.

Windy melengos meninggalkan orangtua dan kakaknya, sudah menjadi kebiasaan bagi Windy mendengar ucapan yang terlontar dari mulut kedua orangtuanya.

Brak..

Windy menutup pintunya dengan keras, emosi dan jengkel sudah berbaur menjadi satu. Di dalam kamarnya ia menangis meratapi nasibnya, Windy segera pergi ke kamar mandi membersihkan tubuhnya yang kotor.

"Gue udah muak, mending gue pergi aja dari rumah terkutuk ini." marah Windy.

Windy segera menyelesaikan ritual mandinya, dia bergegas keluar dari kamar mandi lalu memakai pakainannya. Selesai memakai pakaian ia mengambil tas yang berukuran besar, dia memasukkan semua pakainnya beserta surat-surat penting seperti ijazah, fotokopi kartu keluarga dan juga KTP nya untuk berjaga-jaga jika suatu saat ia ingin mancari pekerjaan lagi. Windy menyeret tasnya keluar dari dalam kamarnya, dia berlalu begitu saja tanpa berpamitan pada orangtuanya.

"Mau kemana kamu?" tanya Tari.

"Mau pergi dari rumah ini. Windy udah capek hidup bersama orang yang selalu membandingkan Windy, disini aku hanya dianggap benalu oleh kalian, jadi lebih baik aku pergi agar hidup kalian bahagia." jawab Windy.

"Yaudah kalau mau pergi, ya pergi aja gitu aja kok repot." sinis Vita.

"Seuai kata loe kak, gue bakalan pergi dan gak akan menginjakkan kaki gue dirumah ini lagi." ucap Windy dengan tegas.

"Windy, Win, Windy." panggil Hamzah.

"Udahlah pah, biarin aja emangnya dia pikir bisa hidup sendirian diluaran sana." ucap Tari mencegah Hamzah yang hendak mengejar Windy.

"Kamu ini gimana sih ma? Windy juga kan anak kita, papah khawatir kalau terjadi sesuatu sama dia." ucap Hamzah.

"Lebih tepatnya anak angkat." ucap Tari meralat perkataan Hamzah.

Hamzah pun terdiam mendengar ucapan Tari, Vita tersenyum puas saat Windy sudah pergi jauh dari rumahnya. Dia tidak suka keberadaan Windy karena kasih sayangnya terbagi, Vita selalu iri karena Windy selalu menjadi prioritas ayahnya sejak ia masih kecil karena kepintarannya kini ia bisa merubah keadaan menjadi terbalik.

'Bye-bye benalu' batin Vita.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status