Share

Bertemu Windy

Gibran dan Windy memegang es krim ditangannya masing-masing, Gibran memesan es krim rasa cekelat, sedangkan Windy ia memesan es krim rasa Vanilla.

"Terimakasih kak, kau sudah mentraktirku es krim." ucap Gibran.

"Sama-sama adek ganteng, jangan sedih lagi ya." jawab Windy.

Gibran menganggukkan kepalanya sambil tersenyum, mereka berdua menikmati es krimnya sambil sesekali tertawa. Katrina mencari Gibran kesana kemari namun tidak juga menemukannya, saat turun dari mobil Katrina melihat Gibran berlari dengan cepat sampai ia kehilangan jejaknya.

"Anak ini kemana sih? gatau apa omanya nyariin sampai pegel gini? kalo David tahu , bisa murka dia hiihh membayangkan wajahnya saja sudah ngeri." gumam Katrina bergidik ngeri.

Katrina kembali mencari Gibran ke setiap sudut taman, lama mencari akhinya Katrina menangkap sosok Gibran yang sedang memakan es krim bersama seorang gadis disampingnya. Katrina langsung saja menghampiri Gibran, dia tidak ingin kehilangan lagi jejaknya.

"Gibran." panggil Katrina.

Gibran membalikkan tubuhnya mencari sumber suara neneknya yang memanggil namanya, Katrina langsung saja memeluk tubuh Gibran karena telah berhasil menemukannya.

"Ya Allah nak, kamu kemana aja? oma nyariin kamu sampai ke ujung dunia ternyata kamu disini toh, bikin oma panik aja." ucap Katrina merasa lega.

"Oma please, jangan lebay kayak gitu." ucap Gibran.

"Anda neneknya anak ini?" tanya Windy.

"Iya betul, terimakasih kau telah menemani cucuku yang nakal ini." ucap Katrina.

"Tidak perlu berterimakasih, aku tadi tidak sengaja bertabrakan dengannya jadi sebagai ucapan permintaan maafku aku mentraktirnya makan es krim." ucap Windy dengan sopan.

"Terimakasih sudah mentraktirnya ya, maafkan cucuku jika dia sudah merepotkanmu." ucap Katrina.

"Sama sekali tidak nyonya, cucu mu ini baik dia sama sekali tidak merepotkanku." ucap Windy.

"Gibran ayo kita pulang, nanti ayahmu mencarimu jika terlalu lama disini." ajak Katrina.

"Baik oma, kakak aku pamit pulang dulu ya, kapan-kapan kita bertemu lagi." ucap Gibran pada Windy.

"Tentu saja anak ganteng, kapan-kapan kita main bareng oke." ucap Windy.

"Aku dan cucuku pulang dulu ya, terimakasih." pamit Katrina.

"Silahkan nyonya, bye Gibran." ucap Windy melambaikan tangannya pada Gibran.

Katrina membawa Gibran pergi dari taman, sedangkan Windy masih asyik menikmati suasana taman yang masih banyak orang yang berdatangan. Gibran kini sudah berada di dalam mobil bersama Katrina, hari menjelang sore sudah waktunya ayahnya pulang jadi Katrina langsung mengantarkan cucunya ke rumah David karena jika Gibran tidak pulang tepat waktu bisa dipastikan David mengeluarkan taringnya.

Windy memutuskan untuk kembali ke rumahnya, rumah yang terlihat ramai namun kosong di dalamnya. Mengapa begitu? karena ia dan orangtuanya tidak begitu dekat, orangtuanya selalu saja membandingkan dirinya dengan kakaknya yang seorang artis pemain film terkenal di negaranya. Setiap harinya Windy selalu mendapat ceramah dari kedua orangtuanya, jujur saja Windy sudah begitu muak berdiam diri dirumahnya. Taman adalah tempat yang bisa memberikan ketenangan baginya disaat ia diterpa masalah, Windy bekerja menjadi pelayan di restoran terkenal di kotanya setiap hari ia bekerja dan lebih memilih menyibukkan dirinya sendiri daripada pulang ke rumahnya.

"Males banget gue pulang ke rumah, apalagi tuh si caper lagi di rumah juga." gerutu Windy.

Dengan langkah gontai Windy berjalan meninggalkan taman, dia berjalan menyusuri jalan raya dimana banyak kendaraan berlalu lalang. Windy berdiri ditepi jalan menunggu angkutan umum lewat, saat ia sedang menengok ke kanan dan ke kiri mencari angkot tiba-tiba saja ada mobil mewah yang melintas kearahnya dengan cepat, Windy memejamkan matanya saat mobil tersebut mencipratkan air tepat mengenai wajahnya.

"WOYY BERHENTI!!" teriak Windy.

Windy mengejar mobil tersebut dan mencoba mengetuk-ngetuk kaca mobilnya, sebuah kebetulan lampu merah menyala membuat mobil mewah tersebut berhenti.

Tok..Tok..Tok..

"KELUAR!" teriak Windy sambil menggedor kaca mobil.

Sang supir membuka kaca mobilnya, Windy menatap nyalang kearahnya membuat sang sopir ketakutan melihat tatapan yang dilayangkan Windy.

Glek..

"Lihat nih, wajah dan bajuku basah akibat ulahmu!" sentak Windy.

Seorang pria yang duduk dibelakang kursi mobil menurunkan kacanya, dia mengeluarkan beberapa lembar uang berwarna merah dan memanggil windy kearahnya.

"Kau kemarilah! ambil uang ini, dan urusan kita selesai." ucapnya.

Dia kira Windy akan mengambil uangnya, pria itu salah besar Windy bukanlah orang yang gila harta. Windy merebut uang tersebut kemudian melemparkannya kedalam tepat di depan mata pria tersebut, marah? tentu saja, yang Windy butuhkan adalah permintaan maaf bukan uang.

"Apakah begini cara orang kaya menyelesaikan masalahnya? tidak semua masalah bisa di selesaikan dengan uang, kau pikir aku akan tergiur dengan uangmu? tidak sama sekali." tegas Windy.

Pria tersebut adalah David Giomani Mahesa, dia menatap tajam kearah Windy baru kali ini ada yang berani melemparkan uang tepat dihadapannya. Bukannya takut Windy malah berkacak pinggang menatap tajam balik pada David dengan hidung yang kembang kempis, sang supir ketakutan melihatan perdebatan sengit tersebut, dia takut jika tuannya murka pada wanita yang sedang berdiri disamping mobilnya.

"Kurang ajar!" geram David.

"Apa? kau mau memarahiku? sini kalau berani, aku tidak takut dengan orang yang tidak punya sopan santun sepertimu!" tantang Windy.

'Astaga nona, kau salah mencari lawan haduuh bagaimana ini' batin supir resah.

David keluar dari mobilnya, ia berdiri tepat dihadapan Windy. Dia memasang kacamata hitamnya dan merapikan jasnya, David menatap remeh lada Windy. Windy tidak suka melihat tatapan David yang terkesan angkuh padanya, karena kesall Windy menarik dasi David sampai membungkuk telat didepan wajahnya.

"Jangan kau pikir karena kau kaya aku takut padamu? tidak, aku paling tidak suka pada orang yang seenaknya membeli kata maaf dengan uang, kata maaf itu sangatlah mahal harganya bahkan sebrapa banyak uang yang kau keluarkan tidak akan cukup untuk membelinya." tekan Windy.

"Dasar orang miskin, sudah miskin kau juga belagu." ucap David dingin.

David menarik dasinya dari tangan Windy, dia melepaskan dasinya lalu melemparkannya ke jalan seakan ia jijik karena barang miliknya sudah disentuh orang lain. Melihat aksi David membuat Windy semakin meradang, dia dengan beraninya mengelap wajahnya menggunakan tangan David. David berusaha mendorong wajah Windy dan menarik tangannya, setelah puas mengelapkan wajahnya Windy pun tersenyum puas.

"Dasar wanita gila!" sentak David.

"Minta maaf atau aku akan meneriakimu cabul?" ucap Windy memberikan pilihan pada David.

David membulatkan matanya, yang benar saja masa orang terkaya dan tertampan di negaranya di teriaki cabul.

"Tidak akan!" tolak David.

"Kau! awas saja akan aku beri perhitungan padamu agar kita impas." ucap Windy tersenyum miring.

Windy berjalan mendekat kearah David sambil tersenyum jahat, David berjalan mundur kebelakang dia harua waspada pada wanita gila dihadapannya.

Brukk..

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status