Share

Bab 5- Kesedihan Arancia

        "Haruskah aku membersihkan tempat ini sendiri? Jika aku membersihkannya, pasti tidak akan cukup waktu satu hari. Ya Tuhan," lirih Arancia seraya meraup wajahnya kasar. 

       Gadis itu tampak menghembuskan napasnya lelah. Tapi ia tidak bisa mengelak dari takdir. 

       Arancia harus menghadapinya. Dan ia yakin, dirinya pasti bisa. 

       "Bismillah. Semoga saja tidak sampai seharian aku membersihkan Mansion luas ini."

      Gadis itu mulai membersihkan ruangan yang bahkan luasnya bisa sampai tiga rumah di satukan. Arancia sesekali terlihat menghela napasnya lelah. 

      Padahal baru separuh jalan ia membersihkan lantai bawah. Belum lantai atas, halaman depan dan belakang. Yang paling Arancia benci, ia harus membersihkan kolam renang yang berada tepat di halaman belakang Mansion itu. 

     "Kenapa ia tidak membawaku ke rumah yang sederhana saja, aku lebih suka tinggal di rumah sederhana daripada tinggal di tempat mewah tetapi sendiri," lirih Arancia. 

     Hampir tiga jam gadis itu membersihkan ruangan depan. Mengelap satu persatu barang yang berada di sana. Bahkan mengepel lantai, yang kata lelaki itu harus begitu bersih. 

      Arancia sesekali mengusap keringat yang terjatuh di keningnya. Rambut ia ikat tinggi-tinggi, supaya tidak menganggu pekerjaannya. 

      "Ya Allah, sampai kapan aku harus melakukan ini?" lirih Arancia. 

      Semua aktivitas Arancia, dapat Kevan lihat dari tab miliknya. Ia sengaja memantau aktivitas perempuan itu dari CCTV yang ada di Mansionnya. 

     Kevan menatap lamat wajah Arancia. Ternyata wajahnya jauh lebih cantik dari Zahra, yang notabene memakai make up tebal. Berbeda dengan Arancia, wajahnya tampak begitu alami tanpa polesan apapun. 

      "Dia memang cantik, dan terlihat lugu. Namun aku harus tetap waspada. Jangan sampai jatuh ke dalam lubang yang sama untuk ke dua kalinya. Cukup wanita ular itu yang menipuku dan menolakku mentah-mentah."

    ******

        "Ahh, shhh lebih dalam lagi," desahan dan erangan tampak menggema di sebuah ruangan. 

        Terlihat dua orang manusia tengah mengejar kenikmatan mereka. Peluh sudah membasahi tubuh keduanya. 

        Sang pria masih asyik menaiki tubuh sexy wanita itu. Sedangkan si wanita tengah asyik mereguk nikmat persetubuhan yang terjadi saat ini. 

       "Yes, ah tubuhmu begitu candu," racau si pria. "Untung saja si Kevan cacat itu menikah dengan wanita lain, jika tidak aku tidak akan bisa kembali menikmati tubuh sexymu yang sudah menjadi candu untukku. Aku harap kau selalu siap, Zahra jika aku membutuhkanmu untuk melampiaskan hasratku."

       Ya perempuan itu adalah Zahra, orang yang sudah meninggalkan pernikahannya.

       "Tentu saja, Sayang. Asalkan bayarannya sesuai. Aku tidak mau kau membayarku murah."

       Laki-laki itu pun tertawa, "Memang dasarnya kau murahan! Padahal jika kau menikah dengan si cacat itu aku yakin kau akan hidup bahagia bergelimang harta!"

      Zahra hanya tersenyum smirk. Lantas ia membalikkan tubuhnya, kini ia berada di atas tubuh lelaki itu. Mengambil alih permainan. 

      "Hmm, dan aku yakin juga ia tidak akan pernah melepaskanmu. Jika ia tahu lelaki yang menjadi selingkuhanku. Kau tahu bukan jika aku enggan menikah dengannya, andai saja wajahnya masih setampan dulu. Tentu aku tidak akan melepaskan tambang emas sepertinya. Dan ya meskipun ia tidak jadi menikah denganku, aku yakin ibuku tidak akan membiarkan Arancia dan Kevan hidup tenang. Ia pasti akan meminta apapun pada menantu kayanya itu, memanfaatkan kelemahan Arancia!"

      Zahra tersenyum menyeringai. Lalu ia pun melanjutkan aktivitas panasnya. Hingga keduanya mereguk nikmatnya. 

     *******

        Arancia menatap kosong ruangan itu. Pikirannya melayang pada ayahnya. 

       "Ayah bagaimana kabarmu? Apa Ibu memperlakukanmu dengan baik? Kenapa takdir kita seperti ini? Padahal aku tidak pernah berbuat jahat pada siapapun, tapi mengapa semesta seolah enggan berpihak padaku," lirih Arancia. 

    Semua yang di ucapkan Arancia dapat Kevan dengar. Saat ini lelaki itu akan masuk ke ruang operasi. Ia akan mengoprasi wajahnya, agar kembali seperti dulu. 

    Namun topeng di wajahnya tidak akan ia lepas. Biarlah orang-orang tahu, jika wajahnya masih terbakar. 

     "Tuan, apa anda sudah siap?" tanya tangan kanan Kevan. 

     Kevan hanya mengangguk. Lalu ia menyimpan tabnya, brangkar pun di dorong menuju ruang operasi. Sebelum masuk ruang operasi, Kevan menyuruh tangan kanannya untuk menyiapkan sebuah topeng yang bisa ia pakai. 

     "Siapkan sebuah topeng dari kulit sintetis. Topeng tersebut harus wajah yang hancur, seperti wajahku sebelum di operasi."

      Laki-laki muda itu diam. Namun sedetik kemudian ia mengangguk. 

      "Baik tuan. Akan saya laksanakan!"

      Setelah itu, Kevan pun di bawa ke ruang operasi. Lelaki muda itu menatap pintu operasi yang sudah tertutup. 

      Kecelakaan yang menimpa Kevan, ia yakini pasti karena ulah seseorang. Namun, hingga saat ini ia belum bisa menemukan siapa pelaku dari penyebab kecelakaan tersebut. 

     "Tenanglah, Tuan. Aku berjanji akan mendapatkan siapa pelaku yang sudah menyebabkan anda seperti ini."

       Di sisi lain, Arancia tengah duduk di dekat jendela. Tidak lupa segelas teh ia pegang. Enam jam lamanya, ia membersihkan Mansion yang baginya sudah seperti istana raja.   

      Air mata gadis itu tampak menetes. Menikah dan ia tidak bisa kembali pada pekerjaannya. Anak-anak didiknya pasti akan sangat merindukan kehadirannya. 

     "Ibu, tolong Ara. Apakah Ara akan kuat menghadapi semuanya. Tolong bantu Ara, untuk menghadapi semua ini!"

     ******

        "Jangan kau ganggu putriku lagi! Tidakkah cukup kau membuatnya menikah dengan kekasih putrimu itu?"

         Sekar tersenyum sinis, "Sayangnya aku belum cukup membuat kalian menderita. Dan aku juga belum merasakan kekayaan menantu cacatku itu! Ingat jangan pernah campuri urusanku, jika tidak aku akan menghilangkan nyawa tidak berguna itu! Ingat, jika hanya menghilangkan satu nyawa saja aku bisa. Maka menghilangkan nyawamu pun akan dengan sangat mudah aku lakukan!"

       Pria paruh baya yang tengah duduk di atas kursi roda itu pun mengepalkan kedua tangannya. Sungguh ia menyesal sudah menikahi perempuan ular itu. Andai saja ia dulu tidak gelap mata, mungkin saat ini hidupnya masih bahagia dengan istri dan juga putrinya, Arancia. 

       Namun, kini hanya penyesalan yang menggelayuti hidup lelaki lemah itu. Andai saja Arancia mengetahui apa yang sudah ia lakukan dulu. Mungkin saja putri satu-satunya itu akan membencinya juga. 

      "Ya Tuhan, andai saja aku tidak terhasut oleh perempuan ular ini. Mungkin hidupku tidak akan hancur seperti ini."

     Sekar menyeringai menatap lelaki paruh baya itu. Lantas ia pun mendekatinya dan berbisik di telinganya. 

      "Jangan sampai aku melenyapkanmu dan juga melenyapkan nyawa putri kesayanganmu itu! Ingat nyawa kalian ada di tanganku."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status