"Maukah kamu menjadi istri dan ibu dari anak-anakku? Memulai semuanya dari awal, memperbaiki kesalahan yang sudah aku perbuat kepadamu." Kevan sudah menceritakan semua kejadian yang menimpa dirinya. Arancia hanya mendengarkan saja, karena ia sendiri masih bingung. Semua terlalu mendadak. Ia yang tadinya akan meminta cerai pada Kevan seketika mengurungkan niatnya. Melihat kesungguhan lelaki itu membuat Arancia seketika gamang dan juga bingung. Kevan tahu jika istrinya kebingungan, lantas ia meraih tangan Arancia. Dan mengenggamnya dengan tangan besarnya. "Kita mulai dari awal ya, mau 'kan?" tanya Kevan penuh harap. Melihat binar mata Kevan mau tidak mau membuat Arancia mengangguk meskipun samar. Kevan begitu senang, sehingga secara tidak sadar ia memeluk tubuh sang istri. "Mmm, maaf tuan. Bolehkah saya membersihkan diri? Rasanya tidak nyaman," lirih Arancia. Kevan tersenyum, lalu melepaskan rengkuhan tangannya. Arancia langsung tur
Kevan melepaskan pagutan pada bibir Arancia. Wajah gadis itu sudah memerah hingga ke telinga. Kevan terkekeh, Arancia menyembunyikan wajahnya di dalam dada bidang Kevan. "Kenapa, Sayang?"tanya Kevan. "Malu," cicit Arancia. Siapa sangka perubahan sikap Kevan akan sedrastis saat ini. Ia yang bersikap datar dan dingin kini berubah lebih baik dan juga hangat. Bahkan terkesan mesum, membuat Arancia malu sendiri melihat kelakuan pria tampan itu. Kevan terkekeh, ia sangat suka melihat wajah istrinya yang memerah itu . Arancia masih berada di atas pangkuan sang suami,sesekali ia bergerak tak nyaman karena merasakan sesuatu yang mengganjal di sela selangkangannya. Kevan menggeram kala sang adik kecil tertekan oleh pantat Arancia. "Shh, Sayang. Jangan terlalu banyak bergerak. Ough," ringis Kevan. Arancia semakin tidak nyaman kala melihat wajah Kevan yang semakin memerah. Seolah pria itu tengah menahan amarahnya padahal kenyataannya, lelaki itu tengah menahan gai
Kevan menggulingkan tubuh kekarnya di samping Arancia. Nafas keduanya terdengar masih memburu. Kevan meraih tubuh mungil Arancia dan memeluknya seraya mencium kening sang istri begitu lama. "Terima kasih, Sayang. Karena kamu telah menjaganya, dan aku adalah orang pertama yang menyentuhmu. Terima kasih,dan tolong maafkan atas semua kesalahanku,izinkan aku menebus semuanya." Kevan mengeratkan pelukannya, sesekali ia mengecup bahu polos Arancia, membuat wanita yang sudah tidak gadis lagi itu merasa geli. Bukannya berhenti Kevan malah semakin melancarkan aksinya. Membuat sesuatu yang sudah tertidur kembali terbangun. "Yang, dia kembali bangun." Suara Kevan terdengar begitu serak dan juga bergairah. Padahal keduanya baru saja menyelesaikan aktivitas mengenakan itu, kini Kevan ingin kembali mengulanginya. "Yang, bolehkah?" pinta Kevan. Arancia menghela nafasnya lelah, mau tidak mau ia harus menuruti kemauan sang suami. Dan hari itu, en
Kevan turun dengan wajahnya nan dingin. Ia menatap Reygan yang tengah duduk di sofa ruang keluarga. Sahabatnya itu terkadang menyebalkan memang , ia sama sekali tidak melihat jika dirinya tengah sibuk mengejar surga dunia yang sudah lama tertunda. "Ada apa?" tanya Kevan datar begitu ia duduk di sofa hadapan Reygan. Reygan yang merasakan pergerakan di sampingnya pun menoleh. Lalu ia memutar bola matanya malas kala melihat wajah dingin nan datar milik Kevan. Rupanya lelaki itu sudah tidak memakai topengnya lagi. Baguslah! Sayang juga jika wajah tampan selalu di tutupi oleh sebuah topeng. Pikir Reygan. "Heh, kau lupa atau bagaimana hmm! Jika hari ini kita ada meeting dan kau!" tunjuk Reygan pada wajah Kevan. "Kau dengan seenaknya tidak datang ke perusahaan sehingga gue harus kembali mereschedule jadwalmu. Mana di telepon dan di pesan tidak sama sekali kau balas, menyebalkan!" gerutu Reygan. Kevan mendengus kesal. "Ck, kau tinggal ulang kembali jadwalku,
Kevan mematung di pintu yang tidak tertutup rapat itu. Istrinya tengah menangis, Kevan masih bertahan. Ia tidak masuk, karena ingin mendengar curahan hati sang istri . Tangis Arancia begitu lirih dan pilu. Lelaki yang tengah memegang nampan itu tampak mengepalkan tangannya. Kevan memutuskan untuk masuk, Arancia masih belum menyadari keberadaan Kevan. "Ternyata dia tidak sadar jika aku sudah berada di kamar," ucap Kevan pelan. Kevan pun memutuskan menghampiri Arancia yang tengah berdiri membelakangi dirinya. Kevan menelusupkan tangannya di antara perut sang istri. Arancia sempat kaget, tetapi ketika ia merasakan harum tubuh Kevan, Arancia pun diam. "Sedang apa?" tanya Kevan pura-pura tidak tahu jika Arancia menangis. Arancia tidak langsung menjawab. Ia mencoba menetralkan perasaannya. Jangan sampai Kevan tahu jika ia tengah menangis. Kevan pun menyandarkan dagunya di bahu Arancia, dan mengeratkan pelukannya. Merasai harum tubuh Arancia ya
Brakk "Astagfirullah! Ibu, ada apa?" tanya seorang gadis yang tengah mengaji itu. Seorang wanita paruh baya dan juga wanita muda mendatangi kamarnya. Wajah mereka berdua begitu menyeramkan, menatap tajam pada gadis yang masih terduduk menggunakan mukenanya. "Ibu, ada apa? Bukankah seharusnya kalian bersiap-siap?" tanyanya heran. "Lepaskan mukenamu! Dan ikut bersama kami, saat ini juga!" Gadis cantik bermata sendu itu tampak menatap heran pada ibu tirinya itu. Sementara itu, gadis muda yang berdiri di samping ibunya, hanya tersenyum menyeringai. Entah apa yang tengah mereka rencanakan. "Ikut aku!" ucapnya tegas seraya menarik tangan sang gadis dengan kasarnya. "Ya Tuhan, Ibu tunggu! Ada apa ini?" tanyanya panik. Sementara itu, wanita paruh baya itu menutup mulutnya tidak menjawab pertanyaan anak tirinya.Ia terus menarik tubuh kurus sang anak tiri. Ketika tiba di luar kamar, sang ayah yang tengah
"Tuan, persiapan sudah 95%, dan sekitar jam tujuh pagi kita akan berangkat ke rumah nona Zahra," ujar pria muda yang tak lain adalah asisten kepercayaan Kevan Aktamanov. Lelaki yang tengah memandang ke luar jendela itu hanya menjawab dengan anggukan kepala. "Baiklah, jika begitu saya permisi. Ah ya ponsel Anda tadi saya lihat berkedip. Sepertinya ada pesan masuk." Lagi dan lagi Kevan hanya diam dan menjawab dengan anggukan kepalanya. Pria yang sudah memakai baju pengantinnya itu hanya menatap hamparan bunga-bunga yang tumbuh di halaman rumah belakangnya. ****** Kevan Aktamanov seorang pria tampan berusia 27 tahun itu, tampak gagah dengan pakaian pengantinnya. Pria yang berstatus seorang CEO di perusahaan Aktamanov Corp itu tampak memasang wajah dinginnya. Semenjak kecelakaan yang menyebabkan wajahnya hampir 50 persen terbakar. Membuat sikap Kevan berubah 180° . Lelaki yang tadinya bersikap hangat kini begitu dingin tak tersentuh.
"Saya terima nikah dan kawinnya, Arancia Alfatunisa dengan mas kawin tersebut tunai." Kevan membaca ijab kabul dengan sekali tarikan nafas. Penghulu dan para saksi terdiam, mendengar suara tegas nan berwibawa milik Kevan. Penghulu menoleh ke kanan dan ke kiri. Lalu para saksi pun mengangguk. "Bagaimana, para saksi? Sah?" "Sah." Satu kalimat itu terdengar membahana, ketika para saksi berkata pernikahan Kevan dan Arancia sah. Arancia menunduk, memilin gaun pengantinnya. "Baiklah, kalian berdua sudah sah menjadi sepasang suami istri. Silahkan sang suami boleh mencium kening sang istri. Dan sebaliknya sang istri mencium tangan suami dengan takdzim. Dan untuk buku nikah, maaf mungkin esok atau lusa baru bisa kalian tanda tangan. Sebab buku nikah yang berada di tangan saya atas nama Kevan dan Zahra. Jadi mohon di maklumi jika kalian berdua belum bisa langsung mendapatkannya." Kevan terdiam. Kemarahan terlihat sekali di raut wajahnya. Meskipu