“Hehehe…anak muda yang berani…kamu berarti tak kenal siapa kami, kami bertiga adalah pendekar golok kilat dan penguasa daerah ini!” Paro langsung pasang nama, tujuannya agar Pendekar Pekok ketakutan dan cepat-cepat pergi dari warung ini. Julukan ini telah lama mengangkat mereka sebagai pendekar yang paling di takuti di kawasan ini.
“Hebatttt…saya merasa terhormat sekali bisa duduk bersama tiga pendekar wilayah ini, mari saya traktir, kalian boleh minum sampai mabuk, saya yang bayar, kalian minum saja sepuasnya, tak usah khawatir, uang saya sangat cukup!” ucap Pendekar Pekok dengan cueknya.
“Wahh Kang, dia ngejek kita, masa mau traktir kita…ga tahu dia kalau kita ga pernah bayar, perlu di kasih pelajaran ni orang kang!” pria yang satunya yang wajahnya ada bekas-bekas jerawat hitam nyolot, sambil menatap tajam Pendekar Pekok yang tetap santai di depan mereka.
“Kimin, Pano, kasih salam perkenalan kita pada pemuda ga tahu diri ini!” perintah Paro pada dua anak buahnya ini. Kimin dan Pano pun terlihat mulai bersiap, pengunjung warung yang menguping pembicaraan ke empat orang ini banyak yang diam-diam membayar dan langsung pergi dari sana, takut terlibat dengan persoalan tiga pendekar yang sebetulnya preman-preman kasar di daerah ini dan lebih suka menyelesaikan semua masalah dengan golok daripada mulut mereka.
Sedangkan yang nyalinya besar, malah menunggu dan melihat apa yang terjadi selanjutnya, termasuk dua muda-mudi tadi. Bagi mereka, pertarungan ini sangat ditunggu-tunggu, apakah ketiganya akan mendapatkan lawan sepadan, ataukah justru ketiganya keok, karena pemuda itu terlihat tenang-tenang saja, tidak memperlihatkan rasa takut sama sekali.
Tokek sang pemilik warung dari tadi sudah gelisah, dia mulai berpikir kerugian warungnya kalau sampai terjadi keributan.
“Haduehhhh…bakalan rugi lagi nihh, hancur lagi piring dan gelas-gelas di warung ini,” keluh Tokek dalam hati, wajahnya terlihat pucat.
“Sebentarrrr…tahan dulu…!” seru Pendekar Pekok, lalu meletakan gelasnya di meja dan menatap ketiga orang yang agaknya mulai main kasar ini.
“Liattt…dia mulai ketakutan bos…!” Kimin tertawa menyahut ucapan Pendekar Pekok.
Pendekar Pekok hanya melirik sekilas Kimin tertawa, dia lalu bersandar pada bangkunya dan tetap tersenyum, sehingga ketampanannya makin terlihat.
“Hmmm…jadi selama ini kalian selalu gratis ya makan dan minum di warung ini!” Pendekar Pekok menatap tajam ke wajah Paro yang duduk persis di depannya.
Paro, Kimin dan Pano langsung tersentak kaget dengan kelancangan pria yang dianggap mereka bangsawan lemah yang hanya nyasar di warung ini.
“Heiii anak muda lancang, mulutmu lemesss juga yaaa, kamu belum merasakan belaian tanganku di wajahmu yang ganteng itu yaaa!” ucapan Paro langsung di sambut gelak tawa Kimin dan Pano.
“Hajarrr bos….dia ngejek kita dari tadi!” sahut Pano memanasi bosnya ini.
“Sabarrr…sabarrr…mari minum dulu araknya!” Tokek dan dua pelayannya datang terburu-buru dan langsung menaruh 3 kendi minuman berikut gelasnya di meja tersebut. Tokek bahkan menuangkan kendi-kendi itu di gelas hingga hampir penuh dan mempersilahkan di minum langsung.
Paro mengibaskan tangannya dan menyuruh Tokek dan pelayannya pergi, dia bersama Kimin dan Pano lalu mengambil gelas di meja dan bermaksud minum arak harum itu.
Keanehan pun terjadi, ternyata gelas berisi arak itu seakan menempel di meja dan ketiga orang ini kaget bukan kepalang karena tak bisa mengangkat gelas itu.
Kimin dan Pano malah kini menggunakan dua tangan dan mulai mengerahkan kekuatannya, namun tetap saja gelas itu tak terangkat.
Paro juga bersikap sama, wajahnya yang hitam tambah hitam, selain malu dia kaget bukan kepalang dengan kejadian yang tak dia sangka-sangka ini. Malah sampai terdengar aah uuh ketiganya yang tetap tak bisa mengangkat gelas tersebut. Semua pengunjung warung yang bertahan dan menyaksikan kejadian aneh ini melongo, termasuk Tokek dan semua pelayan yang kini memperhatikan dengan hati tegang.
Sedangkan dua muda-mudi yang dari tadi terus memperhatikan ini, saling pandang dan keduanya mengangguk-anggukan kepala, sebab mata mereka melihat saat jari Pendekar Pekok menempel ke meja itu, mereka sudah tahu sang Pendekar ini mulai mendemontrasikan kekuatan tenaga dalamnya.
Tiba-tiba terjadilah hal yang menghebohkan, saat jari Pendekar Pekok lepas dari meja, ketiga orang yang sedang mengerahkan kekuatan untuk mengangkat gelas, terjengkang ke belakang dan gelas berisi arak tumpah mengenai wajah dan badan ketiganya, sehingga baju-baju mereka kotor.
Paro, Kimin dan Pano langsung berdiri dengan wajah merah padam saking malu sekaligus membangkitkan amarah ketiganya, dan kini mereka langsung mengambil golok yang ada di meja, tapi lagi-lagi golok itu sama seperti gelas tadi menempel tak bisa di angkat oleh tangan mereka.
“Awasss hati-hati, golok penjagal ayam kalian itu bisa menepuk jidat kalian nanti!” ejek Pendekar Pekok, tetap dengan wajah tersenyum sambil menegak arak dan tangan satunya masih menempel di meja.
Andai saja ketiga orang ini mengerti, tentu mereka akan menyerah dan kabur dari sana, karena demontrasi kekuatan tenaga dalam Pendekar Pekok sudah sangat sempurna. Karena hanya dengan jari, mampu mengerahkan tenaga dalamnya, hingga gelas dan kini golok itu tak bisa terangkat oleh ketiga pria berangasan ini.
Dan kembali ketiganya berteriak kesakitan, ketika secara tiba-tiba golok itu dengan mudahnya mereka angkat, namun justru saking kuatnya tenaga mereka, golok itu malah tertarik dengan keras dan gagang golok itu benar-benar memukul jidat mereka hingga dahi mereka benjol, malah dahi Kimin dan Pano langsung berdarah dan mata keduanya menjadi berkunang-kunang.
Paro yang mempunyai kesaktian lebih tinggi hanya benjol sebesar telor ayam di dahi, namun rasa malunya yang luar biasa membuat Paro marah besar dan ia menyumpah-nyumpah. Karena dengan mudahnya kedua kalinya ketiganya terjengkang ke lantai, hingga menimbulkan suara berdebuk yang keras. Terlebih ada pengunjung yang tertawa tergelak melihat kelakuan mereka yang dianggap sangat lucu tersebut.
“Lucuuuu…tiga monyet dua kali jatuh ehh ada tanda telor lagi di dahi…hihihihi!” olok orang itu, ternyata itu suara salah satu gadis cantik berambut panjang terurai yang duduk didekat pemuda tampan atau muda-mudi yang dari tadi menyaksikan adegan itu dari jarak 5 meteran.
Pendekar Pekok lalu menoleh dan dia tersenyum melihat ucapan gadis cantik disamping pemuda yang juga ganteng itu. Sebetulnya dari tadi dia sudah tau kehadiran dua orang ini, tapi dia sengaja pura-pura tidak tahu.
Saat menoleh itulah, secara cepat ada bunyi berdesir, Paro menebaskan goloknya ke kepala Pendekar Pekok, dua muda-mudi ini langsung berteriak kaget melihat cepatnya golok itu menuju kepala si pendekar.
Julukan tiga pendekar golok kilat agaknya bukan isapan jempol, tapi kembali mereka melongo dengan kagum, karena tebasan golok cepat yang mengangkat nama ketiga orang ini hingga dapat julukan si Pendekar Golok Kilat luput, karena dengan lihainya Pendekar Pekok menggerakan kepalanya dan tebasan itu luput dan melewati rambutnya hanya beberapa centi.
Si gadis yang tadi mengolok-ngolok sampai berseru woww…saking hebatnya gerakan cepat yang di lakukan Pendekar Pekok, untuk menghindari tebasan golok yang digerakan dengan tenaga dalam yang cukup kuat.
Andai pendekar ini tak bergerak cepat, bisa saja lehernya akan menggelendeng ke bawah, alias koit terjagal.
Merasa serangan kilatnya luput, Paro makin marah, dia benar-benar sudah kalap, kemarahannya makin meluap-luap, matanya seakan ingin menelan bulat-bulat musuhhnya yang justru terlihat tenang-tenang saja dan senyum mengejek tak pernah lepas dari bibirnya.
*****
BERSAMBUNG
Kimin dan Pano yang kini sudah sadar dari nanarnya, secara kilat langsung melakukan serangan cepat ke tubuh pendekar ini. Tapi kembali mereka kecele, Pendekar Pekok masih tetap duduk dan hanya mengerakan sedikit tubuhnya, serangan-serangan maut itu dengan mudah dihindari.Merasa cukup main-main, Pendekar Pekok lalu berdiri dari kursinya dan dia menyemburkan arak yang tadi di minum ke wajah ketiga orang ini, ketiganya langsung berteriak kesakitan, karena mata mereka terasa sangat perih dan pandangan mereka tiba-tiba saja menjadi gelap.Saat itulah, secepat kilat Pendekar Pekok menendang ketiganya hingga terlempar keluar dari warung ini, saking kerasnya tendangan tadi, ketiganya terlemparke jalanan tanpa ampun, dengan tubuh saling bertumbukan satu sama lainnya, tak lama kemudian terlempar tiga golok mereka yang sudah bengkok di dekat mereka.Barulah kini ketiganya menyadari musuh yang dihadapi sangat sakti, sebab hanya segebrakan saja sudah membuat ketiganya lingk
“Siapa sebetulnya musuh guru kalian…masa kalian tak tahu?” Pendekar Pekok menatap Dusman, dengan wajah keheranan. “Guru hanya berpesan, kalau Abang sudah sampai di padepokan kami, guru sendiri yang akan bercerita!” jawab Dusman cepat. “Hmmm...Ki Jarong…ada rahasia apa sih berteka teki begitu!” Pendekar Pekok lalu terdiam dan termenung, di tatapnya keduanya orang muda ini bergantian. “Sebaiknya kita segera saja ke padepokan kalian, aku khawatir nyawa Ki Jarong dalam bahaya kalau sampai musuhnya itu datang lagi!” Pendekar Pekok lalu berdiri dan dia memanggil Tokek dan membayar semua minuman dan makanan. Awalnya Tokek menolak karena sangat kagum dan berterima kasih atas hajaran yang diberikan pada tiga begundal tadi. Tapi Pendekar ini tetap menyodorkan sepuluh keping uang perak dan berlalu diikuti Dusman dan Nalini. “Anggap uang ini pengganti tiga orang yang suka minum gratis di warung kamu!” “Makasih tuan pendekar…jangan sungkan-sungkan
Prabu Kerta yang lama mendambakan putra dan kini memiliki 2 pangeran sekaligus tentu saja tahu, ada persaingan panas antara sang permaisuri dengan selirnya. Itulah kenapa diam-diam sejak kecil Pangeran Dipa dia latih dengan cara mendatangkan ahli-ahli kanuragan hebat ke Istana, agar Pangeran Dipa kelak menjadi seorang yang kuat dan tangguh.Selir Selasih yang mengetahui ini tentu saja marah dalam hati, tapi dia tak berani terang-terangan menunjukan kemarahannya di depan suaminya yang juga Raja Hilir Sungai ini.Diam-diam dia juga mendatangkan pelatih kanuragan untuk Pangeran Kurna. Namun, Pangeran Kurna tak begitu berbakat dan sehebat Pangeran Dipa. Dia sangat lambat mengalami kemajuan dalam hal ilmu kanuragan.Putri Selasih bahkan sampai marah-marah mengetahui betapa tak berbakatnya putranya ini berlatih ilmu kanuragan. Namun dia akhirnya bisa tersenyum, Pangeran Kurna ternyata mempunyai bakat lain yang tak kalah mengagumkan. Pangeran Kurna punya
Raja Kerta sendiri yang mendengar hal ini tidak mempersoalkan, baginya itu lebih baik, daripada nanti dua anak kembarnya sama-sama dewasa dan berakibat fatal bagi kerajaaanya kelak.Sejak saat itu, hilanglah kisah soal Bik Selai dan bayi yang hilang misterius, tapi bagi Permaisuri Kirna, sampai detik ini dia tetap beranggapan salah satu bayi kembarnya itu masih hidup.Diam-diam dia menemui Panglima Perang Ki Parong yang merupakan kerabat dekat sekaligus orang yang sangat di percayanya, dia minta sang panglima menyelidiki kemana lenyapnya salah satu bayi kembarnya itu.Panglima pun bergerak dengan mengutus dua pengawalnya yang sangat dia percayai, yakni Ki Surai dan Ki Bidu. Tapi bertahun-tahun mencari, bayi itu tetap tak diketahui di mana berada alias hilang misterius.Ki Surai dan Ki Bidu sampai harus berkelana ke kerajaan tetangga, saking penasarannya kenapa satu bayi itu bisa lenyap begitu saja.Namun usaha itu tetap sia-sia, Panglima Ki P
“Terima kasih Malaki, andai kamu terlambat datang, mungkin umurku tak lebih dari 2 minggu lagi!” Ki Jarong menatap wajah Pendekar Pekok sambil menghirup kopi panas, yang juga otomatis menggugah selera makannya yang selama 2 bulanan terganggu.“Ki Jarong siapa musuh kamu itu?” tanya Pendekar Pekok, sambil memakan ubi yang di rebus dan baru saja di hidangkan Nalini, baunya tak kalah harumnya dari kopi tadi.“Namanya Ki Samut, dia merupakan musuh sejak kami sama-sama muda, dia marah karena dulu kalah bersaing denganku merebut seorang hati seorang wanita!” Ki Jarong menghela nafas.Ki Jarong menambahkan, kemarahan Samut saat muda karena dulu kalah di ajang perlombaan jodoh di sebuah kampung.“Saat itu kepala kampung yang sangat terkenal mengadakan lomba mencari jodoh bagi putrinya, aku yang masih muda tentu saja tertarik. Setelah melalui berbagai pertarungan yang semuanya ku menangkan, sampailah aku di pertandingan pu
Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yan
Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya. Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini. “Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk. Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas. Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini. “Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk horm
Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut. Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%. Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini. Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-sa