Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya.
Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini.
“Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk.
Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas.
Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini.
“Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk hormat sambil meletakan tangannya di dada, dia kini menyadari ilmunya masih tidak ada apa-apanya dibandingkan Pendekar Pekok ini.
“Nah kalian lihat bukan…itulah titik lemah kalian semuanya, kurang fokus dan lupa pertahanan, di tambah tenaga dalam kalian masih sangat kurang!” Pendekar Pekok lalu dengan senang hati memberikan petunjuk ilmu-ilmu silat pada semuanya, Ki Jarong yang menyaksikan hal ini sangat senang sekali, murid-muridnya mendapatkan petunjuk yang sangat berharga dan jarang-jarang mereka bisa mendapatkan anugerah seperti itu, apalagi yang memberikan petunjuk adalah seorang pendekar sakti seperti Malaki alias Pendekar Pekok, sebuah nama yang sangat menggiriskan semua musuh yang mengenalnya.
Pendekar Pekok juga memberikan petunjuk cara menggunakan tenaga dalam. Semuanya langsung memperaktikan ilmu yang diajarkan pendekar ini. Mereka tentu sangat beruntung mendapatkan ilmu-ilmu yang di anggap mereka sangat hebat ini.
“Kalian latih terus, konsentrasi, gunakan nafas untuk atur ritme tenaga dalam kalian dan jangan cepat merasa puas!” lalu pendekar ini mendekati Nalini yang terlihat hanya menonton.
“Kamu kenapa hanya nonton, ikut saja latihan yaa…!” Pendekar Pekok tersenyum pada gadis cantik ini. Belum sempat Nalini menjawab, secara tiba-tiba dia pun sengaja melompat dan melayang ke atas sangat tinggi dan dalam hitungan detik, pendekar sakti ini sudah berada di lantai dua pandepokan itu dan langsung masuk kamar untuk beristirahat.
Nalini, Dusman dan semua murid tentu saja melongo, hampir tak percaya melihat atraksi yang baru saja diperlihatkan pendekar ini, yang bak bisa terbang begitu dengan yang ketinggiannya hampir 6 meter, di mana teras lantai dua padepokan ini berada dan pendekar ini tadi melompat ke sana lalu menghilang ke kamar untuk beristirahat.
“Wowww…benar-benar hebat, sekali melompat langsung terbang!” kata puluhan murid itu dengan mata kejap-kejap, bagi mereka ilmu itu dianggap bak menghilang saja.
Mereka tak mau berlama-lama mengagumi pendekar ini, selanjutnya semua konsentrasi kembali latihan, sesuai petunjuk yang tadi Malaki berikan.
Esoknya, setelah sarapan pagi Ki Jarong dan Pendekar Pekok yang sedang menikmati kopi panas di teras padepokan kaget, ketika seorang murid datang melapor dan mengatakan musuh yang di tunggu-tunggu sudah terlihat menaiki bukit dengan langkah yang sangat cepat menuju padepokan mereka.
Ki Jarong yang belum pulih 100% saling pandang dengan Pendekar Pekok, mereka kemudian berdiri dan kini berjalan perlahan menuju halaman luas yang biasanya jadi tempat latihan para murid-muridnya .
Seakan sudah sepakat, Ki Jarong kini berdiri di depan Pendekar Pekok yang hanya melintangkan tangan di dada di belakang, sambil memperhatikan musuh besar Ki Jarong yang terlihat mendaki kaki bukit ini.
Hanya hitungan menit, Ki Samut dan gurunya yang tak pernah bicara kini sudah berada di halaman padepokan itu, semua murid sesuai perintah Ki Jarong jangan ada yang mendekat dan diminta jaga jarak aman.
Pendekar Pekok mengerutkan alis, dia tak pernah kenal dengan guru Ki Samut yang terlihat bak tengkorak hidup, tapi matanya sangat tajam, dengan pakaian yang sederhana saja. Yakni baju hitam dan celana yang melewati lutut dan memakai sepatu dari kulit yang agaknya sudah usang.
Sedangkan Ki Samut terlihat lebih perlente, bajunya masih baru dan celana serta sepatunya juga lumayan baru, golok berikut sarungnya tergantung di pinggangnya. Rambutnya yang sudah dwiwarna dibiarkan tergerai, tapi diikatnya dengan pita warna hitam. Cambang bawuk Ki Samut juga terlihat rapi.
“Jarong…ternyata kamu masih hidup, tapi wajahmu masih pucat, agaknya nyawa kamu masih betah berada di tubuh tua kamu, tapi hari ini aku tak memberi ampun lagi!” kata Ki Samut yang berdiri 10 meteran lebih dari tempat Ki Jarong dan Pendekar Pekok.
“Samut, harusnya akulah yang akan menghabisi nyawa busuk kamu, setelah kamu membunuh istriku yang sedang mengandung dan juga mertuaku!” kata Ki Jarong dengan wajah merah padam saking marahnya.
Ki Samut langsung tertawa terbahak.
“Ki Barna dan si Surti itu wajar menerima hukuman itu, karena mereka menipuku, malah sengaja mengadakan pertandingan mencari jodoh. Padahal tujuannya agar usaha mereka lancar, yakni mencari calon menantu yang sakti untuk jadi anjing-anjing penjaga barang-barang yang dititipkan ke mereka,”
“Hmmm…alasan saja kamu, kamu sebenarnya telah berlaku curang, kamu ketahuan Ki Barna pernah mencuri barang milik pelanggan mertuaku, yang dititipkan untuk di antar. Sehingga kamu tak direstui untuk berhubungan dengan Surti!” Ki Samut langsung merah padam, karena rahasia nya di bongkar Ki Jarong.
“Tak usah banyak bacot lagi kamu Jarong, sekarang bersiaplah kamu bertemu Ki Barna dan si Surti di akhirat!” Ki Samut langsung bersiap, dia sudah menyalurkan tenaga dalamnya ke kedua tangannya.
“Tenang dulu…hei Samut, aku mewakili Ki Jarong untuk bertarung denganmu…jangan kamu maju sendiri, ajak guru kamu yang gagu itu sekalian maju!” ejek Pendekar Pekok, dia lalu menyuruh Ki Jarong minggir, dia sengaja berkata seperti itu, karena dilihatnya guru Ki Samut mulai komat-kamit, tanda akan diam-diam kembali membantu muridnya ini secara curang.
Pendekar ini tahu tanpa bantuan gelap seperti itu, Ki Samut tak akan mampu mengalahkan Ki Jarong pada pertandingan yang lalu.
Namun dia juga paham, kalau saat ini Ki Jarong di paksa bertarung, pasti akan kalah, karena tenaga Ki Jarong belum 100% pulih, akibat racun pukulan Ki Samut dua bulanan lalu.
“Huhh…anjing Ki Jarong pintar sekali menggongong, siapa kamu!” bentak Ki Samut marah.
“Aku anjing yang bakal menggigit pantat busukmu Ki Samut, juga akan menendang pantat guru kamu yang gagu itu!” Pendekar Pekok lalu tertawa nyaring, sengaja makin mengejek Ki Samut dan gurunya.
Guru Ki Samut terlihat mulai emosi karena di olok-olok Pendekar Pekok, diam-diam dia juga mulai menyalurkan tenaga dalamnya di kedua tangannya yang kurus itu. Pendekar Pekok sudah paham dari tadi, tapi dia tetap tenang-tenang saja.
Ki Samut yang tak kenal siapa pendekar yang berbaju agak perlente ini langsung menyerang dengan pukulan jarak jauh yang bertenaga. Angin pukulan mengarah ke arah wajah pendekar ini, kalau orang biasa atau orang yang tak punya ilmu tinggi, pasti akan mati seketika terkena pukulan jarak jauh ini, terlebih pukulan Ki Samut mengandung racun mematikan.
Tapi kali ini Ki Samut bertemu lawan tanding yang sepadan, bahkan tidak dia sadari jauh lebih sakti dari dia dan gurunya.
Hanya baju jubah pendekar ini yang berkibar kencang, tapi pendekar ini tetap berdiri di posisi semula, tak bergeser sedikitpun. Begitu pukulan pertama gagal, Ki Samut melancarkan pukulan kedua sambil melompat ke depan, bermaksud memukul dari jarak dekat.
Pendekar Pekok langsung mengibaskan tangannya dan hanya berjarak 2 meteran lagi dari tubuh pendekar ini, tubuh Ki Samut terlontar keras ke belakang, seakan tenaga dalamnya membalik dan menghajar tubuhnya sendiri.
Kedebukkkkk…badannya jatuh ke tanah dengan keras, pantatnya terasa nyiut-nyiut sekali sakit. Ki Samut sudah kalah hanya satu gebrakan, dia langsung berdiri, tapi tubuhnya terhuyung-huyung, tiba-tiba dia kembali terlontar kebelakang, ternyata Pendekar Pekok melancarkan serangan tenaga dalam balasan yang lebih dahsyat dari pukulan Ki Samut.
Untung tubuhnya langsung di sambut gurunya, sehingga dia tak jatuh kedua kalinya ke tanah, tapi keduanya sampai tergeser hingga 2 meteran, saking kerasnya pukulan jarak jauh Pendekar Pekok itu.
Pendekar Pekok tertawa dan dia tak mau di serang, justru kini Pendekar Pekok melayang ke udara dan melancarkan pukulan yang dia beri nama ‘Menari di Atas Awan’. Namanya indah, tapi pukulan itu sangat mematikan.
Pendekar Pekok yang sudah tahu latar permusuhan Ki Jarong dan Ki Samut ini tak ingin membuang-buang waktu, ia ingin menyelesaikan secepatnya pertarungan ini.
Ki Samut dan guru nya yang sudah kalah dalam segebrakan belum sempat bersiap ketika serangan dahsyat ini datang…!
*****
BERSAMBUNG
Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut. Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%. Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini. Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-sa
Setelah mendapat petunjuk ini dan itu dari Ki Jarong, hari itu juga Pendekar Pekok pamit dan bermaksud akan menuju ke kaki pegunungan meratus bagian barat, yang jaraknya lebih satu bulan perjalanan. “Semoga kita bertemu di sana Malaki, selamat jalan dan terima kasih atas bantuan kamu menumpas musuh besarku. Aku puas, semoga kini arwah istriku dan mertuaku berikut anak buahnya tenang di alam sana, dendam mereka sudah kutuntaskan melalui kamu!” Ki Jarong dan Pendekar Pekok berpelukan, pendekar ini juga bersalaman dengan seluruh murid Ki Jarong, termasuk Dusman dan Nalini. Setelah bersalaman, pendekar ini sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan, lalu diapun naik kuda dan menghela kudanya ini, dan kuda hitam ini seakan terbang saking cepatnya meninggalkan padepokan itu. Nalini yang diam-diam jatuh cinta dengan pendekar sakti ini, tiga hari kemudian minta izin untuk ke kaki pegunungan meratus. Tentu saja keinginan Nalini di tentang keras Ki Jarong. “Nal
Sejak saat itu, Malaki benar-benar bak budak di sarang para perampok ini, dia disuruh memasak, mencuci dan juga merawat kuda-kuda di persembunyian para perampok tersebut. Kalau dia salah bekerja, tendangan dan pukulan akan ia terima dari anak buah Jambrong.Akibatnya Malaki makin dendam dengan para perampok ini, tapi dia tak berdaya, sedangkan 5 wanita malang dari desa yang sama mereka dijadikan budak nafsu oleh para perampok.Selain 5 orang wanita itu, terdapat juga 10 wanita lainnya, yang sebelumnya juga dijadikan hal yang sama, tapi lama-lama mereka malah di paksa jadi istri-istri oleh para perampok sadis tersebut, bahkan ada yang telah memiliki anak.Tak ada yang berani kabur, sebab tempat itu berada di sisi jurang dan di sekelilingnya hutan lebat penuh dengan binatang buas atau ular-ular beracun, juga terdapat lembah berlumpur, yang bila masuk ke dalamnya, lumpur itu akan menyedot apapun yang jatuh dan tak bisa keluar lagi.Jambrong sendiri memiliki
Sonto langsung menerjang Malaki, dia melancarkan pukulan lurus ke tubuh Malaki. Malaki dengan mudah menghindar, latihan diam-diam yang dia lakukan kini menemui ujian dari Sonto.Sonto kaget Malaki mampu menghindar dengan mudah, bocah cilik ini langsung emosi dan dia kembali melancarkan serangan-serangan, tapi lagi-lagi semuanya gagal.Sonto makin emosi, terlebih Rani malah bertepuk tangan melihat Malaki mampu menghindari semua serangan Sonto dengan mudah. Rani juga tanpa sungkan memberi semangat pada Malaki, akibanya Sonto makin emosi.Tiba-tiba Sontoh berhasil memeluk tubuh Malaki, keduanya lalu bergumul hingga berguling-guling di tanah. Malaki kali ini tak mau mengalah, dia langsung memukul wajah Sonto, akibatnya bibir Sonto langsung berdarah dan dia menangis kesakitan.Malaki pun berdiri dan menjauh dari tubuh Sonto, Rani tertawa mengolok-olok saudaranya yang suka pongah dan sombong ini, Sonto bangun dan berlari.“Awasss kamu yaa, ku lapor
Pendekar Jubah Tengkorak ini melompat-lompat jauh bahkan jarak lompatannya sampai 10 tombak, setelah hampir dua jam lebih berlari tanpa henti, Ki Sunu berhenti dan menurunkan dua calon muridnya ini.“Hmmm…mulai sekarang kalian murid-muridku, ayoo kalian berlari menuju arah matahari terbenam, mulai sekarang kalian harus berlatih ilmu gingkangku!” Ki Sunu lalu mengibaskan tangannya dan kedua anak kecil ini terdorong ke depan.Rani yang paham karena dia lama berlatih dengan ayahnya, langsung berlari, Malaki tak mau kalah, dia malah lebih gembira kini seakan telah bebas dari cengkraman Jambrong, setelah 1 tahun lebih jadi budak perampok itu, Malaki mengerahkan tenaganya, akibatnya Rani malah tertinggal kini.Rani kaget, tak menyangka tenaga Malaki malah mampu mengalahkan dia, gadis cilik ini tak mau kalah, dia mengerahkan kekuatannya, kini dia bisa sejajar dengan Malaki.Rani terkenal sebagai gadis cilik yang berhati keras, kalau sudah ada
Sebagai salah seorang tokoh pendekar dunia hitam, Ki Sunu tak ragu mengajarkan ilmu-ilmu keji pada keduanya. Sayangnya, soal moral dan attitude, Ki Sunu tak punya itu semua, akibatnya baik Rani dan Malaki lambat laun ikut gaya gurunya ini.Terkadang dua anak kecil ini kadang saling pandang, saat Ki Sunu membawa dua atau tiga wanita dan mereka mendengar suara-suara aneh di dalam kamar di pesanggrahan itu. Lalu beberapa hari kemudian suara-suara itu menghilang, keduanya tak berani mendekat apalagi mengintip, mereka biasanya langsung pergi menjauh dan berlatih dengan tekun.Anehnya, beberapa hari kemudian, Ki Sunu meminta mereka masuk ke ruangan itu dan menyuruh keduanya merendam kedua tangannya yang berisi bejana warna hitam, ada bau amis yang cukup menyengat.“Ini gunanya agar tangan kalian kebal terhadap segala racun, ayoo lakukan segera!” perintahnya, Rani dan Malaki tak membantah. Mereka merendam kedua belah tangan hingga berjam-jam, kalau saja ked
Suatu hari selesai sarapan dan mereka kembali bersiap berlatih, Ki Sunu menahan keduanya agar jangan buru-buru pergi berlatih.“Malaki, Rani…hari ini aku akan pergi agak lama, mungkin 2 atau 3 bulan baru kembali ke sini, kalian jangan kemana-mana, tetap saja di sini dan latih terus ilmu-ilmu yang kuberikan!”“Memang guru akan kemana?” sela Rani penasaran, Rani memang lebih berani ceplas-ceplos kalau sudah bicara dengan gurunya ini. Sedangkan Malaki seperti biasa selalu mengangguk dan mendengarkan apapun yang dikatakan ataupun diperintah gurunya.“Aku jelaskan juga kamu belum tentu paham Rani, intinya aku pergi untuk sebuah misi khusus!” kata Ki Sunu sambil menatap muridnya yang mulai beranjak remaja dan diam-diam Ki Sunu menyayangi Rani sebagaimana layaknya orang tua terhadap anak.“Baik guru…aku dan Rani akan mematuhi perintah guru!” sergah Malaki, Ki Sunu langsung mengangguk-anggukan kepala.
Setelah menurut anak tangga hingga 7 tingkat, kini mereka sampai ke sebuah ruangan yang tak begitu luas, Malaki memindah-mindah obor, dia lalu melihat sebuah lubang mirip gua. “Aku takut…!” bisik Rani yang tak pernah melepas pegangan dari lengan Malaki. Malaki tak memperdulikan ucapan Rani, dia terus melangkah menuju gua tersebut yang tingginya hanya 1,5 meter dengan diameter yang hanya kurang dari 1 meteran. Malaki agak merunduk berjalan masuk ke gua itu, diikuti Rani, sambil memegang obor, Malaki terus berjalan hati-hati. Ternyata lorong gua ini sangat panjang, lumayan lama mereka berjalan, lampu obor kini makin meredup. Tapi semakin jauh mereka melangkah, tinggi gua makin tinggi, sehingga kini mereka bisa berjalan dengan badan tegak, terutama Malaki yang lebih tinggi dari Rani. “Malaki, kita makin jauh, gimana nanti kembali!” bisik Rani. “Udah kepalang tanggung Rani, kita terus saja sampai di mana gua ini berakhir!” sahut Malaki. Un