Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut.
Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%.
Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini.
Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-santai saja, seakan musuhnya ini tidak terlalu berat untuk di hadapi.
Nampak sekali dalam hal tenaga dalam, Pendekar Pekok yang sudah berguru pada seseorang yang sangat sakti menang selangkah. Tubuh guru Ki Samut mulai bergetar, peluh sebesar biji jagung mulai bercucuran dari wajah keriputnya, giginya terdengar bunyi gemeretak tanda dia mengerahkan 100% tenaga dalamnya.
Seluruh tenaga dalamnya yang mengandung racun sudah dia kerahkan. Namun tenaga dalam itu bak membentur tembok baja yang kuat, tertahan dan tidak mampu menembus lengan kokoh milik Pendekar Pekok.
Untungnya pendekar ini tidak menggunakan ilmunya yang sangat mengerikan sekaligus dahsyat, yakni Jurus Membetot Sukma, yakni ilmu yang mampu menyedot seluruh tenaga dalam musuh, hingga musuh kehabisan tenaga lalu tewas.
Pendekar Pekok terlihat tetap tenang-tenang saja, dia malah tersenyum melihat musuhnya mulai kalah adu tenaga dalam ini.
Ki Samut yang melihat itu, diam-diam mencabut pedangnya, dia bermaksud membokong Pendekar Pekok yang sedang bertarung tenaga dalam dengan gurunya.
Ki Jarong yang melihat dari jarak lumayan jauh kecurangan musuh besarnya itu langsung berteriak memperingatkan pendekar ini. Tapi tanpa diperingatkan, Pendekar Pekok sudah tahu ada gerakan di belakangnya, tapi dia mendiamkan saja ulah nekat Ki Samut. Justru inilah yang ia tunggu-tunggu, yakni musuhnya yang menyerangnya duluan.
Diam-diam pendekar sakti ini punya rencana, begitu Ki Samut mengangkat pedangnya bermaksud menebas leher pendekar itu, tiba-tiba secara hebat, tangan kanannya yang terlihat bebas itu mengayun ke arah pedang itu.
Pendekar Pekok secara hebat menggunakan Jurus Menyedot Sukma, guru Ki Samut kaget bukan kepalang, karena tiba-tiba tenaganya membanjir keluar dan tersedot tenaga pendekar ini.
Lalu tenaga dalam yang di salurkan secara luar biasa oleh Pendekar Pekok ke tangan kanannya, ia dorong ke depan dan membuat goloknya itu membalik. Dan akibatnya Ki Samut mendelik dan tanpa sempat berteriak kecuali seperti bunyi babi di sembelih, dadanya tertembus golok itu, diapun tewas seketika oleh goloknya sendiri.
Inilah yang menolong guru Ki Samut, pegangan tangannya terlepas dari tangan kiri Pendekar Pekok, setelah tangannya bebas, diapun terjengkang ke belakang sambil muntahkan darah segar. Tenaga dalamnya membalik menyerang dia sendiri, inilah salah satu ilmu yang dinamakan ilmu Membetot Sukma, ilmu kesaktian milik Pendekar Pekok yang luar biasa dan belum menemukan lawan tanding yang sepadan.
Tanpa menoleh lagi, dia kabur menggunakan ilmu lari cepatnya yang sangat hebat, dalam waktu singkat, bayangannya sudah jauh meningalkan padepokan Ki Jarong, dia tak memperdulikan lagi keadaan Ki Samut muridnya yang sudah meregang nyawa.
Setelah menarik nafas, karena dada pendekar sakti inipun sempat sedikit sesak akibat adu tenaga dalam ini, dia lalu menoleh ke arah mayat Ki Samut. Ki Jarong kini mendekat, dan setelah memastikan Ki Samut tewas diapun beralih ke Pendekar Pekok.
“Hebat sekali ilmu kamu Malaki…segebrakan saja sudah menewaskan Ki Samut!” kata Ki Jarong, dia lebih suka memanggil nama asli pendekar ini, karena tak terbiasa memanggil Pendekar Pedang Bengkok alias Pendekar Pekok.
“Sayangnya aku tak tahu siapa guru Ki Samut itu, tenaga dalamnya luar biasa kuatnya, aku hanya menang sedikit, tenaga dalamnya mengandung racun yang sangat berbahaya!” kata pendekar ini merendah, pendekar ini memang diam-diam hampir saja kalah adu tenaga dalam, akibat meremehkan kekuatan guru Ki Samut.
Untung di saat itu Ki Samut datang membokong, sehingga pendekar ini kembali konsentrasi dan secara lihai membalik serangan Ki Samut tersebut.
Pendekar Pekok lalu izin untuk memulihkan tenaga dalamnya, dia langsung bersemedhi di teras rumah pendepokan itu dan tidak ada yang berani mengganggunya.
Jasad Ki Samut lalu di kuburkan beramai-ramai oleh murid-murid Ki Jarong, mereka rame membicarakan kehebatan Pendekar Pekok yang mampu mengalahkan musuh besar guru mereka ini dalam waktu singkat.
Setelah hampir 30 menitan bersemedhi, bahkan sampai keluar asap berwarna abu-abu di kepalanya, tanda pengaruh racun juga telah bersih dari tubuhnya. Pendekar Pekok lalu menyudahinya dan di depannya sudah duduk Ki Jarong bersama Dusman dan Nalini, yang sengaja berjaga sekaligus menemani Pendekar ini.
“Tenaga dalam guru Ki Samut yang mengandung racun bisa kukeluarkan dari tubuhku, andai tenaga dalamku kalah, sudah pasti racun itu akan merusak jantung dan paru-paruku dan akan berakibat fatal, seperti yang dialami Ki Jarong dulu!” kata Pendekar Pekok, sambil minum air putih yang disediakan Nalini.
Ki Jarong dan kedua muridnya terperanjat dan kini keduanya maklum, kenapa pukulan Ki Samut dulu membuat Ki Jarong keracunan, kiranya ilmu itu dia dapatkan dari gurunya tersebut.
Kini situasi padepokan pun tenang kembali, para murid terlebih Ki Jarong benar-benar plong, musuh besarnya yang selama bertahun-tahun bak hantu terus menterornya telah menemui ajalnya di tangan Pendekar Pekok.
Setelah berbincang ke sana kemari, Ki Jarong mengatakan, saat ini semua pendekar dari berbagai penjuru sedang heboh dengan isu sebuah kitab yang berisi pelajaran-pelajaran ilmu silat yang sangat tinggi, peninggalan seorang pendekar sakti yang sudah lama meninggal dunia.
“Kabarnya, kitab itu tersembunyi di sebuah gunung yang terletak di kaki pegunungan meratus sebelah barat, tapi mendekati daerah perbatasan kerajaan sebelah,” ungkap Ki Jarong sambil menghisap cerutunya dengan rasa yang sangat, di temani kopi pakai gula aren dan singkong rebus yang harum dan panas, yang di masak Nalini di bantu beberapa murid wanita Ki Jarong.
Pendekar Pekok langsung tertarik mendengar informasi ini, sebagai pendekar sakti, dia tentu sangat haus akan ilmu-ilmu kesaktian.
Ki Jarong juga mengatakan, pihak kerajaan Hilir Sungai juga telah mengutus jagoan-jagoan Istana untuk menyelidiki kitab itu, kabarnya selain berisi ilmu-ilmu yang sangat sakti, di buku itu juga terdapat ilmu-ilmu perang yang tentu saja sangat diinginkan pihak kerajaan. Sehingga pihak kerajaan cawe-cawe mengirimkan utusannya untuk menyelidiki bersama para pendekar, baik golongan putih dan juga golongan hitam.
“Selain pihak kerajaan yang sengaja mengirim jagoan-jagoan Istananya, tiga padepokan besar, yakni padepokan pendekar-pendekar Bangkui Hirang, Kuyuk Hitam dan Warik Putih juga turun gunung memperebutkan kitab yang berisi pelajaran-pelajaran kesaktian tingkat tinggi itu!” ungkap Ki Jarong lagi.
“Hmmm bakalan sangat rame kalau begitu, tentu pendekar-pendekar golongan putih dan golongan hitam juga tak bakal tinggal diam bersaing keras memperebutkan kitab sakti itu!” gumam Pendekar Pekok tanpa sadar.
“Benar sekali Malaki, ku dengar semua pendekar sudah berlomba-lomba menuju ke kaki pegunungan meratus itu. Aku sendiri bila kelak sudah sembuh, sangat tertarik ke sana, siapa tahu nasibku beruntung. Walaupun aku sadar, kesaktianku masih kalah jauh dibandingkan kesaktian para pendekar yang kini sedang berlomba-lomba ke sana!” Ki Jarong lalu mengisap cerutunya sambil menerawang.
Tanpa Pendekar Pekok dan Ki Jaring sadari, Dusman dan Nalini menguping pembicaraan keduanya tentu saja dua pendekar muda ini juga sangat penasaran dan ingin menuju tempat di mana kitab ini berada.
Sebagai pendekar yang memiliki kesaktian tinggi, Pendekar Pekok paham kedua orang ini menguping, tapi ia mendiamkan saja, kadang ia malah tersenyum melihat kedekatan keduanya. Terlebih Dusman yang terlihat selalu tak ingin jauh-jauh dari Nalini yang jelita ini.
Padahal Nalini justru selalu memperhatikan Pendekar Pekok…!
*****
BERSAMBUNG
Terima kasih pada semua pembaca, selamat membaca kembali novel terbaru saya, kali ini genre nya agak beda dari novel sebelumnya, semoga terhibur dan terus menyimak kisah-kisah serunya di bab-bab selanjutnya, yang Insha Allah saya kirimkan setiap harinya. Salam, mrd_bb
Setelah mendapat petunjuk ini dan itu dari Ki Jarong, hari itu juga Pendekar Pekok pamit dan bermaksud akan menuju ke kaki pegunungan meratus bagian barat, yang jaraknya lebih satu bulan perjalanan. “Semoga kita bertemu di sana Malaki, selamat jalan dan terima kasih atas bantuan kamu menumpas musuh besarku. Aku puas, semoga kini arwah istriku dan mertuaku berikut anak buahnya tenang di alam sana, dendam mereka sudah kutuntaskan melalui kamu!” Ki Jarong dan Pendekar Pekok berpelukan, pendekar ini juga bersalaman dengan seluruh murid Ki Jarong, termasuk Dusman dan Nalini. Setelah bersalaman, pendekar ini sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan, lalu diapun naik kuda dan menghela kudanya ini, dan kuda hitam ini seakan terbang saking cepatnya meninggalkan padepokan itu. Nalini yang diam-diam jatuh cinta dengan pendekar sakti ini, tiga hari kemudian minta izin untuk ke kaki pegunungan meratus. Tentu saja keinginan Nalini di tentang keras Ki Jarong. “Nal
Sejak saat itu, Malaki benar-benar bak budak di sarang para perampok ini, dia disuruh memasak, mencuci dan juga merawat kuda-kuda di persembunyian para perampok tersebut. Kalau dia salah bekerja, tendangan dan pukulan akan ia terima dari anak buah Jambrong.Akibatnya Malaki makin dendam dengan para perampok ini, tapi dia tak berdaya, sedangkan 5 wanita malang dari desa yang sama mereka dijadikan budak nafsu oleh para perampok.Selain 5 orang wanita itu, terdapat juga 10 wanita lainnya, yang sebelumnya juga dijadikan hal yang sama, tapi lama-lama mereka malah di paksa jadi istri-istri oleh para perampok sadis tersebut, bahkan ada yang telah memiliki anak.Tak ada yang berani kabur, sebab tempat itu berada di sisi jurang dan di sekelilingnya hutan lebat penuh dengan binatang buas atau ular-ular beracun, juga terdapat lembah berlumpur, yang bila masuk ke dalamnya, lumpur itu akan menyedot apapun yang jatuh dan tak bisa keluar lagi.Jambrong sendiri memiliki
Sonto langsung menerjang Malaki, dia melancarkan pukulan lurus ke tubuh Malaki. Malaki dengan mudah menghindar, latihan diam-diam yang dia lakukan kini menemui ujian dari Sonto.Sonto kaget Malaki mampu menghindar dengan mudah, bocah cilik ini langsung emosi dan dia kembali melancarkan serangan-serangan, tapi lagi-lagi semuanya gagal.Sonto makin emosi, terlebih Rani malah bertepuk tangan melihat Malaki mampu menghindari semua serangan Sonto dengan mudah. Rani juga tanpa sungkan memberi semangat pada Malaki, akibanya Sonto makin emosi.Tiba-tiba Sontoh berhasil memeluk tubuh Malaki, keduanya lalu bergumul hingga berguling-guling di tanah. Malaki kali ini tak mau mengalah, dia langsung memukul wajah Sonto, akibatnya bibir Sonto langsung berdarah dan dia menangis kesakitan.Malaki pun berdiri dan menjauh dari tubuh Sonto, Rani tertawa mengolok-olok saudaranya yang suka pongah dan sombong ini, Sonto bangun dan berlari.“Awasss kamu yaa, ku lapor
Pendekar Jubah Tengkorak ini melompat-lompat jauh bahkan jarak lompatannya sampai 10 tombak, setelah hampir dua jam lebih berlari tanpa henti, Ki Sunu berhenti dan menurunkan dua calon muridnya ini.“Hmmm…mulai sekarang kalian murid-muridku, ayoo kalian berlari menuju arah matahari terbenam, mulai sekarang kalian harus berlatih ilmu gingkangku!” Ki Sunu lalu mengibaskan tangannya dan kedua anak kecil ini terdorong ke depan.Rani yang paham karena dia lama berlatih dengan ayahnya, langsung berlari, Malaki tak mau kalah, dia malah lebih gembira kini seakan telah bebas dari cengkraman Jambrong, setelah 1 tahun lebih jadi budak perampok itu, Malaki mengerahkan tenaganya, akibatnya Rani malah tertinggal kini.Rani kaget, tak menyangka tenaga Malaki malah mampu mengalahkan dia, gadis cilik ini tak mau kalah, dia mengerahkan kekuatannya, kini dia bisa sejajar dengan Malaki.Rani terkenal sebagai gadis cilik yang berhati keras, kalau sudah ada
Sebagai salah seorang tokoh pendekar dunia hitam, Ki Sunu tak ragu mengajarkan ilmu-ilmu keji pada keduanya. Sayangnya, soal moral dan attitude, Ki Sunu tak punya itu semua, akibatnya baik Rani dan Malaki lambat laun ikut gaya gurunya ini.Terkadang dua anak kecil ini kadang saling pandang, saat Ki Sunu membawa dua atau tiga wanita dan mereka mendengar suara-suara aneh di dalam kamar di pesanggrahan itu. Lalu beberapa hari kemudian suara-suara itu menghilang, keduanya tak berani mendekat apalagi mengintip, mereka biasanya langsung pergi menjauh dan berlatih dengan tekun.Anehnya, beberapa hari kemudian, Ki Sunu meminta mereka masuk ke ruangan itu dan menyuruh keduanya merendam kedua tangannya yang berisi bejana warna hitam, ada bau amis yang cukup menyengat.“Ini gunanya agar tangan kalian kebal terhadap segala racun, ayoo lakukan segera!” perintahnya, Rani dan Malaki tak membantah. Mereka merendam kedua belah tangan hingga berjam-jam, kalau saja ked
Suatu hari selesai sarapan dan mereka kembali bersiap berlatih, Ki Sunu menahan keduanya agar jangan buru-buru pergi berlatih.“Malaki, Rani…hari ini aku akan pergi agak lama, mungkin 2 atau 3 bulan baru kembali ke sini, kalian jangan kemana-mana, tetap saja di sini dan latih terus ilmu-ilmu yang kuberikan!”“Memang guru akan kemana?” sela Rani penasaran, Rani memang lebih berani ceplas-ceplos kalau sudah bicara dengan gurunya ini. Sedangkan Malaki seperti biasa selalu mengangguk dan mendengarkan apapun yang dikatakan ataupun diperintah gurunya.“Aku jelaskan juga kamu belum tentu paham Rani, intinya aku pergi untuk sebuah misi khusus!” kata Ki Sunu sambil menatap muridnya yang mulai beranjak remaja dan diam-diam Ki Sunu menyayangi Rani sebagaimana layaknya orang tua terhadap anak.“Baik guru…aku dan Rani akan mematuhi perintah guru!” sergah Malaki, Ki Sunu langsung mengangguk-anggukan kepala.
Setelah menurut anak tangga hingga 7 tingkat, kini mereka sampai ke sebuah ruangan yang tak begitu luas, Malaki memindah-mindah obor, dia lalu melihat sebuah lubang mirip gua. “Aku takut…!” bisik Rani yang tak pernah melepas pegangan dari lengan Malaki. Malaki tak memperdulikan ucapan Rani, dia terus melangkah menuju gua tersebut yang tingginya hanya 1,5 meter dengan diameter yang hanya kurang dari 1 meteran. Malaki agak merunduk berjalan masuk ke gua itu, diikuti Rani, sambil memegang obor, Malaki terus berjalan hati-hati. Ternyata lorong gua ini sangat panjang, lumayan lama mereka berjalan, lampu obor kini makin meredup. Tapi semakin jauh mereka melangkah, tinggi gua makin tinggi, sehingga kini mereka bisa berjalan dengan badan tegak, terutama Malaki yang lebih tinggi dari Rani. “Malaki, kita makin jauh, gimana nanti kembali!” bisik Rani. “Udah kepalang tanggung Rani, kita terus saja sampai di mana gua ini berakhir!” sahut Malaki. Un
Malaki lalu mengambil surat yang kertasnya sudah berwarna kekuningan dan buram termakan usia itu dan dan kini dia membacanya.“Orang bijak akan selalu baik serta sabar, kelak mendapatkan hasil sesuai keinginannya, tidak serakah yang bisa membawa petaka”Malaki mengerutkan alisnya, dia yang masih belum dewasa ini tentu tak paham arti kalimat ini, Rani juga bingung mengartikan kalimat ini.Namanya masih anak-anak dan keduanya belum pernah sekolah formal, tentu saja keduanya tak paham bahasa kiasan yang artinya lumayan berat bagi otak keduanya.Keduanya akhirnya tak mengubris surat itu, Malaki kini membolak-balik kitab itu, saat aseek itulah dia seakan melupakan keadaan sekelilingnya termasuk Rani. Malaki malah membaca satu persatu lembaran kitab itu.Karena banyak kalimat-kalimatnya yang sangat menarik perhatiannya, Malaki makin tenggelam saja dalam keasekan membaca kita itu. Ternyata kitab tersebut berisi pelajaran-pelajaran ilm