Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.
Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.
Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.
Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.
Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yang barusan menolong Samut pasti sangat sakti. Terbukti dia sendiri sampai terguling-guling di tanah, dadanya pun terasa sangat sesak.
“Hmmm…siapa orang yang telah menolong si Samut, tenaga dalamnya sangat kuat,” batin Jarong.
Jarong kini duduk termangu sambil menatap dua mayat anak buah Samut, lama dia seperti itu, lalu berdiri, dan diapun ingat istrinya, Jarong berlari cepat dan balik lagi ke kampung dan dia mendapati rumah kepala kampung sudah penuh dengan warga yang kaget, karena kepala kampung mereka tewas secara mengenaskan, termasuk anaknya Surti dan 5 anak buahnya, istri Ki Barna meraung-raung histeris.
Jarong membatalkan niatnya masuk ke rumah itu, ia tak sanggup melihat jasad istrinya yang tewas secara mengenaskan dan dalam kondisi hamil 7 bulan.
“Aku lalu merantau kembali sejak saat itu, memperdalam ilmu kanuraganku, sambil bertanya-tanya di mana si Samut bersembunyi!” kata Ki Jarong sambil menarik nafas.
Pandekar Pekok ikut menarik nafas panjang, tak menyangka begitu rumit persoalan masalalu sahabat sekaligus rekan seperguruannya ini.
Setelah lama merantau bahkan sempat kenal baik dengan Pendekar Pekok ini, 10 tahunan yang lalu Jarong yang kini sudah berusia 55 tahunan, memutuskan menikah kembali dengan istrinya yang sekarang, lalu membangun padepokan silat di sini dan memiliki murid-murid hingga 50 an orang lebih.
Sayangnya dengan istri keduanya ini, Jarong tak memiliki keturunan, tapi karena terlanjur cinta, Jarong tidak berniat menceraikan ataupun menambah istri baru, karena istri keduanya terbukti mampu mengobati Jarong dari kenangan pahit dengan Surti.
“Dua bulanan yang lalu, Samut yang ku cari-cari selama ini ternyata datang bersama seorang yang sangat tua, orang itu ternyata gurunya yang menolong dia dulu,” kata Ki Jarong.
Padahal Jarong sudah melupakan, tapi tak di cari malah datang sendiri.
Ki Jarong mengisahkan, setelah berdebat dan saling mencaci maki, mereka pun bertarung mati-matian lagi. Ki Jarong meminta semua anak buahnya jangan ikut campur persoalan pribadinya ini, terlebih orangtua yang bersama Samut juga terlihat hanya diam saja menonton Samut dan Ki Jarong bertarung.
Pertarungan Ki Jarong dan Ki Samut benar-benar seimbang, Ki Jarong tak sadar, diam-diam orang tua yang juga guru Ki Samut ini memberi bantuan petunjuk dengan mengirimkan suara-suara tertentu. Padahal Ki Samut mulai terdesak, akibatnya kini terbalik, Ki Jarong yang mulai terdesak, sebab guru Ki Samut tahu kelemahan-kelemahan ilmu silatnya.
Pertarungan kali ini tidak menggunakan senjata, tapi sama-sama tangan kosong, justru dengan tangan kosong, kehebatan keduanya lebih menakutkan.
Sebuah pukulan yang mengandung tenaga dalam dari Ki Samut membuat Ki Jarong terjengkang kebelakang, dia langsung muntahkan darah segar ke tanah. Ketika ingin bangkit, tenaga Ki Jarong se akan lumpuh, dia langsung duduk bersemedhi dan tidak memperdulikan Samut yang kini berdiri tegak di depannya dalam jarak 10 meteran.
“Ha-ha-ha…rasakan pukulan beracunku itu Jarong, dalam jangka waktu paling lama dua bulan, nyawa kamu akan melayang. Aku akan ke sini lagi, selain melihat nyawa busukmu yang kelak di makan cacing tanah, aku juga akan merampas semua harta-harta kamu di padepokan ini!” lalu Ki Samut pun pergi dengan cepat bersama gurunya tersebut.
“Dan hari yang dia janjikan itu besok…!” ucap Ki Jarong lagi.
“Hmmm…baiklah…kita tunggu besok, aku juga penasaran ingin melihat orangnya seperti apa yang bernama Ki Samut itu bersama gurunya yang misterius!” sahut Pandekar Pekok kembali. Inilah yang membuat Ki Jarong lega, dia yakin dengan adanya sahabatnya yang sangat sakti ini, Ki Samut dan gurunya akan kena batunya kelak.
Pendekar Pekok kemudian diberikan sebuah kamar di padepokan itu, tapi dia tidak langsung beristirahat, pendekar muda ini melihat puluhan anak buah Ki Jarong sedang berlatih silat.
Pendekar Pekok yang suka ilmu silat tentu saja ingin melihat para murid sedang berlatih silat di halaman yang luas itu.
Nalini kadang meliriknya, saat melihat pendekar ini hanya menatap latihan puluhan murid Ki Jarong. Pendekar Pekok sadar dia sejak tadi di lirik gadis cantik manis ini, tapi pendekar ini tetap pura-pura tak tahu.
Sejak jalan bersama menuju padepokan ini, Nalini sudah bersimpati pada pendekar ganteng ini, tapi sang pendekar tetap bergaya cool dan sangat sopan.
Dusman mendekati Pendekar Pekok dan tanpa sungkan dia minta petunjuk tentang latihannya.
“Kalian harus lebih rajin berlatih, kulihat gerakan kalian masih sangat lamban!” ucap Pendekar Pekok.
“Tolong beri kami petunjuk bang…!” pinta Dusman. Pendekar ini tersenyum, lalu dia mendekati puluhan murid Ki Jarong di halaman lapang yang luas ini. Kini Pendekar Pekok sudah di kelilingi semua murid-murid Ki Jarong.
“Dusman, kamu maju dan serang aku dengan ilmu-ilmu terbaik kamu, jangan sungkan, gunakan tenaga dalam sampai batas kemampuan kamu!” perintah Pendekar Pekok.
Ia tetap berdiri santai tanpa memasang kuda-kuda, jubahnya melambai di tiup angin yang agak kencang, karena letak padepokan ini adanya di daerah lereng perbukitan, anginnya sangat sejuk dan bikin mata mengantuk.
Dusman yang tau kalau kesaktian pendekar ini sangat tinggi, mematuhi perintah itu, dia lalu menarik nafas kuat dan mulai menyalurkan tenaga dalamnya ke kedua lengannya.
“Hiayaatttt…!” Dusman mulai menyerang, pukulannya sangat cepat dan antep, tapi di mata Pendekar Pekok, masih terlalu lamban, padahal Dusman merupakan murid yang paling tinggi ilmunya dibandingkan murid Ki Jarong lainnya.
Semua murid Ki Jarong yang menyaksikan pertandingan ini berseru kagum melihat kehebatan Dusman yang merupakan murid paling senior ini.
Hanya dengan menggeser sedikit kepalanya, pukulan Dusman yang mengarah ke wajah dan tubuh Pendekar Pekok ini luput semua.
Dusman tentu saja sangat penasaran, padahal ia sudah mengeluarkan seluruh kemampuan tenaga dalam, tapi semuanya ambyar di saat di arahkan ke tubuh pendekar ini.
Dusman lalu menarik nafas, kini kedua tangannya terlihat mengeluarkan asap tipis, tanda seluruh tenaga dalamnya terkumpul di kedua lengannya.
Pendekar Pekok hanya tersenyum melihat hal itu, baginya itu lebih baik, karena ia ingin mengukur, sampai di mana kehebatan Dusman.
Dusman lalu menyerang kembali dengan pukulan bertubi-tubi, tapi anehnya Pendekar Pekok jangankan kena, menggeser kaki saja tidak, melongolah semua murid Ki Jarong menyaksikan kehebatan pendekar ini.
Terlebih-lebih Dusman yang makin lama makin penasaran, karena dia benar-benar sudah mengerahkan kemampuannya hingga 100%, tapi hasilnya tetap tak berubah.
Kini terbukalah mata semua murid-murid Ki Jarong, orang yang berpenampilan perlente ini benar-benar pendekar hebat dan sukar di ukur sampai di mana ilmu silatnya. Padahal Pendekar Pekok belum mengeluarkan pukulan balasan, hanya menghindar saja dengan kecepatan yang luar biasa.
Selama ini mereka sering menyaksikan kehebatan Ki Jarong, guru mereka saat memberikan petunjuk silat.
Tapi ketika menyaksikan langsung gerakan-gerakan ilmu silat Pendekar Pekok ini, semua melongo dan berdecak kagum.
Merasa cukup menghindar, Pendekar Pekok ini tiba-tiba melompat tinggi sekali seakan mau terbang, lalu meluncur ke bawah bak elang mematuk mangsa, semuanya tak sadar bertepuk tangan, saking kagumnya melihat gerakan yang sangat cepat dari pendekar ini.
Ketika Pendekar Pekok dengan kecepatan yang luar biasa turun ke bawah, Dusman sudah goyah, kuda-kudanya bak tersapu angin badai, padahal pukulan langsung belum di arahkan ke tubuhnya…!
*****
BERSAMBUNG
Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya. Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini. “Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk. Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas. Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini. “Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk horm
Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut. Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%. Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini. Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-sa
Setelah mendapat petunjuk ini dan itu dari Ki Jarong, hari itu juga Pendekar Pekok pamit dan bermaksud akan menuju ke kaki pegunungan meratus bagian barat, yang jaraknya lebih satu bulan perjalanan. “Semoga kita bertemu di sana Malaki, selamat jalan dan terima kasih atas bantuan kamu menumpas musuh besarku. Aku puas, semoga kini arwah istriku dan mertuaku berikut anak buahnya tenang di alam sana, dendam mereka sudah kutuntaskan melalui kamu!” Ki Jarong dan Pendekar Pekok berpelukan, pendekar ini juga bersalaman dengan seluruh murid Ki Jarong, termasuk Dusman dan Nalini. Setelah bersalaman, pendekar ini sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan, lalu diapun naik kuda dan menghela kudanya ini, dan kuda hitam ini seakan terbang saking cepatnya meninggalkan padepokan itu. Nalini yang diam-diam jatuh cinta dengan pendekar sakti ini, tiga hari kemudian minta izin untuk ke kaki pegunungan meratus. Tentu saja keinginan Nalini di tentang keras Ki Jarong. “Nal
Sejak saat itu, Malaki benar-benar bak budak di sarang para perampok ini, dia disuruh memasak, mencuci dan juga merawat kuda-kuda di persembunyian para perampok tersebut. Kalau dia salah bekerja, tendangan dan pukulan akan ia terima dari anak buah Jambrong.Akibatnya Malaki makin dendam dengan para perampok ini, tapi dia tak berdaya, sedangkan 5 wanita malang dari desa yang sama mereka dijadikan budak nafsu oleh para perampok.Selain 5 orang wanita itu, terdapat juga 10 wanita lainnya, yang sebelumnya juga dijadikan hal yang sama, tapi lama-lama mereka malah di paksa jadi istri-istri oleh para perampok sadis tersebut, bahkan ada yang telah memiliki anak.Tak ada yang berani kabur, sebab tempat itu berada di sisi jurang dan di sekelilingnya hutan lebat penuh dengan binatang buas atau ular-ular beracun, juga terdapat lembah berlumpur, yang bila masuk ke dalamnya, lumpur itu akan menyedot apapun yang jatuh dan tak bisa keluar lagi.Jambrong sendiri memiliki
Sonto langsung menerjang Malaki, dia melancarkan pukulan lurus ke tubuh Malaki. Malaki dengan mudah menghindar, latihan diam-diam yang dia lakukan kini menemui ujian dari Sonto.Sonto kaget Malaki mampu menghindar dengan mudah, bocah cilik ini langsung emosi dan dia kembali melancarkan serangan-serangan, tapi lagi-lagi semuanya gagal.Sonto makin emosi, terlebih Rani malah bertepuk tangan melihat Malaki mampu menghindari semua serangan Sonto dengan mudah. Rani juga tanpa sungkan memberi semangat pada Malaki, akibanya Sonto makin emosi.Tiba-tiba Sontoh berhasil memeluk tubuh Malaki, keduanya lalu bergumul hingga berguling-guling di tanah. Malaki kali ini tak mau mengalah, dia langsung memukul wajah Sonto, akibatnya bibir Sonto langsung berdarah dan dia menangis kesakitan.Malaki pun berdiri dan menjauh dari tubuh Sonto, Rani tertawa mengolok-olok saudaranya yang suka pongah dan sombong ini, Sonto bangun dan berlari.“Awasss kamu yaa, ku lapor
Pendekar Jubah Tengkorak ini melompat-lompat jauh bahkan jarak lompatannya sampai 10 tombak, setelah hampir dua jam lebih berlari tanpa henti, Ki Sunu berhenti dan menurunkan dua calon muridnya ini.“Hmmm…mulai sekarang kalian murid-muridku, ayoo kalian berlari menuju arah matahari terbenam, mulai sekarang kalian harus berlatih ilmu gingkangku!” Ki Sunu lalu mengibaskan tangannya dan kedua anak kecil ini terdorong ke depan.Rani yang paham karena dia lama berlatih dengan ayahnya, langsung berlari, Malaki tak mau kalah, dia malah lebih gembira kini seakan telah bebas dari cengkraman Jambrong, setelah 1 tahun lebih jadi budak perampok itu, Malaki mengerahkan tenaganya, akibatnya Rani malah tertinggal kini.Rani kaget, tak menyangka tenaga Malaki malah mampu mengalahkan dia, gadis cilik ini tak mau kalah, dia mengerahkan kekuatannya, kini dia bisa sejajar dengan Malaki.Rani terkenal sebagai gadis cilik yang berhati keras, kalau sudah ada
Sebagai salah seorang tokoh pendekar dunia hitam, Ki Sunu tak ragu mengajarkan ilmu-ilmu keji pada keduanya. Sayangnya, soal moral dan attitude, Ki Sunu tak punya itu semua, akibatnya baik Rani dan Malaki lambat laun ikut gaya gurunya ini.Terkadang dua anak kecil ini kadang saling pandang, saat Ki Sunu membawa dua atau tiga wanita dan mereka mendengar suara-suara aneh di dalam kamar di pesanggrahan itu. Lalu beberapa hari kemudian suara-suara itu menghilang, keduanya tak berani mendekat apalagi mengintip, mereka biasanya langsung pergi menjauh dan berlatih dengan tekun.Anehnya, beberapa hari kemudian, Ki Sunu meminta mereka masuk ke ruangan itu dan menyuruh keduanya merendam kedua tangannya yang berisi bejana warna hitam, ada bau amis yang cukup menyengat.“Ini gunanya agar tangan kalian kebal terhadap segala racun, ayoo lakukan segera!” perintahnya, Rani dan Malaki tak membantah. Mereka merendam kedua belah tangan hingga berjam-jam, kalau saja ked
Suatu hari selesai sarapan dan mereka kembali bersiap berlatih, Ki Sunu menahan keduanya agar jangan buru-buru pergi berlatih.“Malaki, Rani…hari ini aku akan pergi agak lama, mungkin 2 atau 3 bulan baru kembali ke sini, kalian jangan kemana-mana, tetap saja di sini dan latih terus ilmu-ilmu yang kuberikan!”“Memang guru akan kemana?” sela Rani penasaran, Rani memang lebih berani ceplas-ceplos kalau sudah bicara dengan gurunya ini. Sedangkan Malaki seperti biasa selalu mengangguk dan mendengarkan apapun yang dikatakan ataupun diperintah gurunya.“Aku jelaskan juga kamu belum tentu paham Rani, intinya aku pergi untuk sebuah misi khusus!” kata Ki Sunu sambil menatap muridnya yang mulai beranjak remaja dan diam-diam Ki Sunu menyayangi Rani sebagaimana layaknya orang tua terhadap anak.“Baik guru…aku dan Rani akan mematuhi perintah guru!” sergah Malaki, Ki Sunu langsung mengangguk-anggukan kepala.