Share

Bab 8: Samut Tertolong Gurunya

Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.

Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.

Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.

Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.

Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yang barusan menolong Samut pasti sangat sakti. Terbukti dia sendiri sampai terguling-guling di tanah, dadanya pun terasa sangat sesak.

“Hmmm…siapa orang yang telah menolong si Samut, tenaga dalamnya sangat kuat,” batin Jarong.

Jarong kini duduk termangu sambil menatap dua mayat anak buah Samut, lama dia seperti itu, lalu berdiri, dan diapun ingat istrinya, Jarong berlari cepat dan balik lagi ke kampung dan dia mendapati rumah kepala kampung sudah penuh dengan warga yang kaget, karena kepala kampung mereka tewas secara mengenaskan, termasuk anaknya Surti dan 5 anak buahnya, istri Ki Barna meraung-raung histeris.

Jarong membatalkan niatnya masuk ke rumah itu, ia tak sanggup melihat jasad istrinya yang tewas secara mengenaskan dan dalam kondisi hamil 7 bulan.

“Aku lalu merantau kembali sejak saat itu, memperdalam ilmu kanuraganku, sambil bertanya-tanya di mana si Samut bersembunyi!” kata Ki Jarong sambil menarik nafas.

Pandekar Pekok ikut menarik nafas panjang, tak menyangka begitu rumit persoalan masalalu sahabat sekaligus rekan seperguruannya ini.

Setelah lama merantau bahkan sempat kenal baik dengan Pendekar Pekok ini, 10 tahunan yang lalu Jarong yang kini sudah berusia 55 tahunan, memutuskan menikah kembali dengan istrinya yang sekarang, lalu membangun padepokan silat di sini dan memiliki murid-murid hingga 50 an orang lebih.

Sayangnya dengan istri keduanya ini, Jarong tak memiliki keturunan, tapi karena terlanjur cinta, Jarong tidak berniat menceraikan ataupun menambah istri baru, karena istri keduanya terbukti mampu mengobati Jarong dari kenangan pahit dengan Surti.

“Dua bulanan yang lalu, Samut yang ku cari-cari selama ini ternyata datang bersama seorang yang sangat tua, orang itu ternyata gurunya yang menolong dia dulu,” kata Ki Jarong.

Padahal Jarong sudah melupakan, tapi tak di cari malah datang sendiri.

Ki Jarong mengisahkan, setelah berdebat dan saling mencaci maki, mereka pun bertarung mati-matian lagi. Ki Jarong meminta semua anak buahnya jangan ikut campur persoalan pribadinya ini, terlebih orangtua yang bersama Samut juga terlihat hanya diam saja menonton Samut dan Ki Jarong bertarung.

Pertarungan Ki Jarong dan Ki Samut benar-benar seimbang, Ki Jarong tak sadar, diam-diam orang tua yang juga guru Ki Samut ini memberi bantuan petunjuk dengan mengirimkan suara-suara tertentu. Padahal Ki Samut mulai terdesak, akibatnya kini terbalik, Ki Jarong yang mulai terdesak, sebab guru Ki Samut tahu kelemahan-kelemahan ilmu silatnya.

Pertarungan kali ini tidak menggunakan senjata, tapi sama-sama tangan kosong, justru dengan tangan kosong, kehebatan keduanya lebih menakutkan.

Sebuah pukulan yang mengandung tenaga dalam dari Ki Samut membuat Ki Jarong terjengkang kebelakang, dia langsung muntahkan darah segar ke tanah. Ketika ingin bangkit, tenaga Ki Jarong se akan lumpuh, dia langsung duduk bersemedhi dan tidak memperdulikan Samut yang kini berdiri tegak di depannya dalam jarak 10 meteran.

“Ha-ha-ha…rasakan pukulan beracunku itu Jarong, dalam jangka waktu paling lama dua bulan, nyawa kamu akan melayang. Aku akan ke sini lagi, selain melihat nyawa busukmu yang kelak di makan cacing tanah, aku juga akan merampas semua harta-harta kamu di padepokan ini!” lalu Ki Samut pun pergi dengan cepat bersama gurunya tersebut.

“Dan hari yang dia janjikan itu besok…!” ucap Ki Jarong lagi.

“Hmmm…baiklah…kita tunggu besok, aku juga penasaran ingin melihat orangnya seperti apa yang bernama Ki Samut itu bersama gurunya yang misterius!” sahut Pandekar Pekok kembali. Inilah yang membuat Ki Jarong lega, dia yakin dengan adanya sahabatnya yang sangat sakti ini, Ki Samut dan gurunya akan kena batunya kelak.

Pendekar Pekok kemudian diberikan sebuah kamar di padepokan itu, tapi dia tidak langsung beristirahat, pendekar muda ini melihat puluhan anak buah Ki Jarong sedang berlatih silat.

Pendekar Pekok yang suka ilmu silat tentu saja ingin melihat para murid sedang berlatih silat di halaman yang luas itu.

Nalini kadang meliriknya, saat melihat pendekar ini hanya menatap latihan puluhan murid Ki Jarong. Pendekar Pekok sadar dia sejak tadi di lirik gadis cantik manis ini, tapi pendekar ini tetap pura-pura tak tahu.

Sejak jalan bersama menuju padepokan ini, Nalini sudah bersimpati pada pendekar ganteng ini, tapi sang pendekar tetap bergaya cool dan sangat sopan.

Dusman mendekati Pendekar Pekok dan tanpa sungkan dia minta petunjuk tentang latihannya.

“Kalian harus lebih rajin berlatih, kulihat gerakan kalian masih sangat lamban!” ucap Pendekar Pekok.

“Tolong beri kami petunjuk bang…!” pinta Dusman. Pendekar ini tersenyum, lalu dia mendekati puluhan murid Ki Jarong di halaman lapang yang luas ini. Kini Pendekar Pekok sudah di kelilingi semua murid-murid Ki Jarong.

“Dusman, kamu maju dan serang aku dengan ilmu-ilmu terbaik kamu, jangan sungkan, gunakan tenaga dalam sampai batas kemampuan kamu!” perintah Pendekar Pekok.

Ia tetap berdiri santai tanpa memasang kuda-kuda, jubahnya melambai di tiup angin yang agak kencang, karena letak padepokan ini adanya di daerah lereng perbukitan, anginnya sangat sejuk dan bikin mata mengantuk.

Dusman yang tau kalau kesaktian pendekar ini sangat tinggi, mematuhi perintah itu, dia lalu menarik nafas kuat dan mulai menyalurkan tenaga dalamnya ke kedua lengannya.

“Hiayaatttt…!” Dusman mulai menyerang, pukulannya sangat cepat dan antep, tapi di mata Pendekar Pekok, masih terlalu lamban, padahal Dusman merupakan murid yang paling tinggi ilmunya dibandingkan murid Ki Jarong lainnya.

Semua murid Ki Jarong yang menyaksikan pertandingan ini berseru kagum melihat kehebatan Dusman yang merupakan murid paling senior ini.

Hanya dengan menggeser sedikit kepalanya, pukulan Dusman yang mengarah ke wajah dan tubuh Pendekar Pekok ini luput semua.

Dusman tentu saja sangat penasaran, padahal ia sudah mengeluarkan seluruh kemampuan tenaga dalam, tapi semuanya ambyar di saat di arahkan ke tubuh pendekar ini.

Dusman lalu menarik nafas, kini kedua tangannya terlihat mengeluarkan asap tipis, tanda seluruh tenaga dalamnya terkumpul di kedua lengannya.

Pendekar Pekok hanya tersenyum melihat hal itu, baginya itu lebih baik, karena ia ingin mengukur, sampai di mana kehebatan Dusman.

Dusman lalu menyerang kembali dengan pukulan bertubi-tubi, tapi anehnya Pendekar Pekok jangankan kena, menggeser kaki saja tidak, melongolah semua murid Ki Jarong menyaksikan kehebatan pendekar ini.

Terlebih-lebih Dusman yang makin lama makin penasaran, karena dia benar-benar sudah mengerahkan kemampuannya hingga 100%, tapi hasilnya tetap tak berubah.

Kini terbukalah mata semua murid-murid Ki Jarong, orang yang berpenampilan perlente ini benar-benar pendekar hebat dan sukar di ukur sampai di mana ilmu silatnya. Padahal Pendekar Pekok belum mengeluarkan pukulan balasan, hanya menghindar saja dengan kecepatan yang luar biasa.

Selama ini mereka sering menyaksikan kehebatan Ki Jarong, guru mereka saat memberikan petunjuk silat.

Tapi ketika menyaksikan langsung gerakan-gerakan ilmu silat Pendekar Pekok ini, semua melongo dan berdecak kagum.

Merasa cukup menghindar, Pendekar Pekok ini tiba-tiba melompat tinggi sekali seakan mau terbang, lalu meluncur ke bawah bak elang mematuk mangsa, semuanya tak sadar bertepuk tangan, saking kagumnya melihat gerakan yang sangat cepat dari pendekar ini.

Ketika Pendekar Pekok dengan kecepatan yang luar biasa turun ke bawah, Dusman sudah goyah, kuda-kudanya bak tersapu angin badai, padahal pukulan langsung belum di arahkan ke tubuhnya…!

*****

BERSAMBUNG

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status