Share

Bab 4: Berkenalan dengan Dua Pendekar

“Siapa sebetulnya musuh guru kalian…masa kalian tak tahu?” Pendekar Pekok menatap Dusman, dengan wajah keheranan.

“Guru hanya berpesan, kalau Abang sudah sampai di padepokan kami, guru sendiri yang akan bercerita!” jawab Dusman cepat.

“Hmmm...Ki Jarong…ada rahasia apa sih berteka teki begitu!” Pendekar Pekok lalu terdiam dan termenung, di tatapnya keduanya orang muda ini bergantian.

“Sebaiknya kita segera saja ke padepokan kalian, aku khawatir nyawa Ki Jarong dalam bahaya kalau sampai musuhnya itu datang lagi!” Pendekar Pekok lalu berdiri dan dia memanggil Tokek dan membayar semua minuman dan makanan.

Awalnya Tokek menolak karena sangat kagum dan berterima kasih atas hajaran yang diberikan pada tiga begundal tadi. Tapi Pendekar ini tetap menyodorkan sepuluh keping uang perak dan berlalu diikuti Dusman dan Nalini.

“Anggap uang ini pengganti tiga orang yang suka minum gratis di warung kamu!”

“Makasih tuan pendekar…jangan sungkan-sungkan mampir lagi ke warung saya bersama dua sahabat ini dan ga usah bayar-bayar lagi!” sahut Tokek sambil membungkuk dalam-dalam berkali-kali.

Tokek kini benar-benar plong, kekhawatirannya warung bakal amburadul sirna, berganti dengan wajah sumringah, pemberian pendekar ini sama dengan keuntungannya dua bulanan, saking besarnya uang pemberian tersebut.

Pendekar Pekok kemudian mengangkat tas kecil yang berisi baju-baju penggantinya, diikuti Dusman dan Nalini yang juga membawa buntelan tas berisi pakaian-pakaian pengganti mereka.

Sampai di jalan yang lumayan rame, Pendekar Pekok berhenti dan menatap Dusman dan Nalini. “Kalian bisa ga naik kuda?” tanyanya pada keduanya, Dusman dan Nalini mengangguk cepat.

Pendekar Pekok kemudian berjalan menuju pasar hewan yang tak jauh dari warung tadi tanpa bertanya lagi, hingga Dusman dan Nalini saling pandang lalu mengikuti langkah pendekar yang mereka kagumi ini.

Dusman dan juga Nalini bengong melihat Pendekar Pekok memilih 3 ekor kuda yang terlihat kuat dan tentu saja harganya sangat mahal, berikut pelana nya di pasar hewan itu, penjual kuda itu memang khusus menjual kuda-kuda pilihan dan hanya orang-orang kaya yang mampu membelinya.

“Kalian pilih sendiri yang mana kuda yang kalian suka, semua sudah ku bayar tadi!” Pendekar Pekok cuek, kini ia sudah menaiki seekor kuda jantan besar berwarna hitam, awalnya kuda itu agak liar, namun dengan sedikit penekanan dan juga belaian di kepalanya, kuda itu langsung tenang dan terlihat jinak saat badannya dinaiki Pendekar Pekok.

Saat melihat Dusman dan Nalini agak kesulitan menjinakan kuda-kuda mereka, Pendekar Pekok langsung menyentil dengan dua batu kecil, secara ajaib kuda tunggangan mereka terdiam dan jinak.

“Dusman…Nalini, kalian di depan, aku mengikuti di belakang, kita langsung saja ke padepokan kalian!” ucap Pendekar Pekok.

Dusman yang senang kini memiliki kuda yang hanya jadi impiannya langsung mengangguk dan dia yang sebelumnya sering menaiki kuda milik gurunya, Dusman menyentak kekang dan kuda itu pun berlari cepat diikuti Nalini dan Pendekar Pekok yang terus tersenyum mengikuti keduanya.

Harga ketiga kuda itu di bayar Pendekar Pekok senilai 15 keping uang emas, sehingga penjual kuda sangat bahagia, karena hari ini dia memperoleh rejeki besar, tiga kudanya laku dan di bayar tanpa di tawar.

Setelah ketiganya menghilang dari wilayah itu, nama Pendekar Pekok malah jadi perbincangan hangat, karena mampu mengalahkan 3 pendekar yang sangat ditakuti. Ternyata ada yang kenal dengannya, sehingga tak lama kemudian menyebarlah nama Pendekar Pekok di daerah itu.

“Pendekar ini mulai turun gunung, bakalan banyak penjahat bersembunyi!” kata salah satu warga dan di dengarkan orang-orang di sana. Dia yang merasa pernah kenal pendekar ini mulai bercerita ini dan itu, sudah tentu ceritanya di bumbui macam-macam.

Sehingga warga yang berkerumun makin penasaran dengan cerita yang sudah didesain sedemikian rupa ini agar makin menarik dan kadang tak masuk akal.

Sampai-sampai ia katakan, sang pendekar itu mempunyai ilmu menghilang dan bisa berubah wujud jadi rupa yang menyeramkan, demikianlah cerita ini terus menyebar ke mana-mana, tanpa Pendekar Pekok tahu.

Ketiga begundal yang sudah di hajarnya juga belakangan tahu siapa orang yang telah membuat mereka keok, mereka akhirnya malah bersyukur nyawa nya masih diampuni. Namun mereka masih penasaran, siapa sebetulnya pendekar tersebut!

Saat melaporkan ke kepala kadipaten, mereka malah kena damprat sang Kepala Kadipatennya. Padahal mereka bermaksud minta bantuan pasukan keamanan, agar menghajar orang yang telah membuat mereka malu tak ketulungan tersebut, tapi malah dapat sambutan sebaliknya, yakni kemarahan sang kepala kadipaten.

“Goblokkk kalian bertiga, berani mati bikin keributan di warung itu dan yang kalian hadapi juga Pendekar Pekok, untung kepala kalian masih utuh…tolol dipelihara!” hardik Ki Korna, sang kepala kadipaten ini. Melongo lah ketiganya, saat di sebut nama sang pendekar itu, walaupun mereka jarang merantau, tapi nama itu bak melegenda di daerah ini.

Sang Kepala Kadipaten yang punya pergaulan luas ini tahu siapa sang pendekar itu, yang tak segan-segan melakukan kekerasan dan juga mengambil harta para pejabat kalau di lihatnya sang pejabat itu kaya raya dengan cara tak wajar, Ki Korna ini memang termasuk pejabat kaya yang tak wajar tadi, sehingga dia ngeri sendiri dan bersyukur sang pendekar tak mendatanginya.  

Kemarahan Ki Korna yang meluap-luap akibat kelancangan ketiga orang yang mengaku sebagai anak buahnya ini, kenyataan inilah yang membuat dia sangat ketakutan dan akhirnya memarahi habis-habisan ketiga begundal peliharaannya tersebut.

*****

Kadipaten Pangsa merupakan salah satu daerah Kerajaan Hilir Sungai, sebuah kerajaan yang memiliki luas wilayah yang sangat besar di daerah pesisir Pegunungan Meratus hingga ke arah Sungai Barito. Raja Hilir Sungai saat ini adalah Prabu Dipa, Prabu Dipa memiliki satu permaisuri dan 5 selir yang muda-muda dan cantik.   

Dari permaisurinya, lahir 2 anaknya yakni Pangeran Muke yang baru berumur 4 tahun dan Putri Tilasi yang kini berumur 2,5 tahun. Prabu Dipa mewarisi kerajaan Hilir Sungai dari raja sebelumnya yang juga ayahnya, yakni Raja Kerta, yang wafat 5 tahun lalu. Raja Dipa yang masih berusia 26 tahun mendekati 27 tahun ini sangat tampan dan berwibawa, dia juga bukan Raja biasa, karena sejak muda suka sekali berlatih ilmu-ilmu kanuragan.

Raja Kerta sendiri memiliki 5 anak-anak dan 10 orang anak dari selir-selirnya, inilah salah satu pemicu mendiang Raja Kerta meminta anak sulungnya, yakni Dipa agar berlatih kanuragan, dia khawatir kalau Dipa suatu saat naik pangkat jadi raja, saudara-saudaranya akan merongrong kekuasaan anak kesayangannya ini. Untungnya saat berstatus Putra Mahkota, Raja Dipa sudah memiliki ilmu-ilmu kanuragan yang tinggi, sehingga semua saudara-saudaranya tak ada yang berani dan sangat segan dengannya.

Namun, Raja Dipa juga menyadari ada satu pamannya yang sejak dulu menjadi duri dalam dagingnya, yakni Pangeran Biju. Pengeran ini sempat di isukan dulu melakukan pemberontakan, namun bukti yang di dapat tidak ada, sehingga Pangeran Biju masih aman-aman saja sampai kini.

Selain Pengeran Biju yang kini menjabat salah seorang Menteri, adalagi adiknya, Pangeran Kurna yang lahir dari seorang selir.

Usia Prabu Dipa dan Pangeran Kurna sama, karena saat permaisuri hamil, Putri Selasih, ibu kandung Pangeran Kurna yang merupakan selir kesayangan Prabu Kerta juga hamil, dan lahirnyapun hanya selisih 3 hari, yakni Pangeran Kurna lahir terlebih dahulu, barulah Putri Kirna, sang Permaisuri melahirkan Prabu Dipa. Saat melahirkan Pangeran Kurna, Putri Selasih sangat berharap sang permaisuri jangan melahirkan putra, karena dia berharap anaknya lah kelak yang menggantikan kedudukan Prabu Kerta. Namun harapan itu sirna, karena Permaisuri Kirna juga melahirkan seorang putra. Sejak saat itulah hubungan antara Permaisuri dengan selir Prabu Kerta ini diam-diam mulai panas dan terbawa sampai kini Prabu Dipa berkuasa menggantikan Prabu Kerta yang wafat 5 tahun lalu.   

*****

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status