Share

Bab 6: Mengobati Ki Jarong

Raja Kerta sendiri yang mendengar hal ini tidak mempersoalkan, baginya itu lebih baik, daripada nanti dua anak kembarnya sama-sama dewasa dan berakibat fatal bagi kerajaaanya kelak.

Sejak saat itu, hilanglah kisah soal Bik Selai dan bayi yang hilang misterius, tapi bagi Permaisuri Kirna, sampai detik ini dia tetap beranggapan salah satu bayi kembarnya itu masih hidup.

Diam-diam dia menemui Panglima Perang Ki Parong yang merupakan kerabat dekat sekaligus orang yang sangat di percayanya, dia minta sang panglima menyelidiki kemana lenyapnya salah satu bayi kembarnya itu.

Panglima pun bergerak dengan mengutus dua pengawalnya yang sangat dia percayai, yakni Ki Surai dan Ki Bidu. Tapi bertahun-tahun mencari, bayi itu tetap tak diketahui di mana berada alias hilang misterius. 

Ki Surai dan Ki Bidu sampai harus berkelana ke kerajaan tetangga, saking penasarannya kenapa satu bayi itu bisa lenyap begitu saja.

Namun usaha itu tetap sia-sia, Panglima Ki Parong pun akhirnya memutuskan menyetop pencarian dan meminta kedua orang kepercayaannya itu kembali ke kerajaan, lalu sang Panglima ini melaporkan hasilnya ke permaisuri.Walaupun sangat kecewa, namun permaisuri tak bisa berbuat apa-apa, apalagi dia khawatir kalau sampai yang Raja tahu soal ini, maka akan menjadi masalah besar kelak.

Permaisuri yang kini sudah mulai renta ini terus menyimpan rahasia besar ini, bahkan sampai akhirnya sang Prabu Kerta mangkat, rahasia itu tetap tak pernah bocor.

Saat melihat salah satu putera kembarnya, yakni Raja Dipa, permaisuri ini membatin pasti saudara kembar sang raja berusia sama.

“Tapi dimana anak itu sekarang…kalau dia masih hidup, paling tidak dia pasti sudah memiliki anak dan istri!” guman permaisuri kalau lagi termenung seorang diri di istananya yang merupakan hadiah dari mendiang suaminya Raja Kerta.

Semenjak sang prabu mangkat, sang permaisuri yang sudah berubah jadi ibu suri hanya berdiam diri saja di Istana nya, jarang mau terlibat lagi urusan kerajaan, kecuali anaknya yang kini sudah jadi raja memintanya.

Itupun tak mau lama-lama, begitu acara utama selesai di lanjutkan hiburan-hiburan, berupa tarian-tarian, sang Ibu Suri pun permisi dengan Raja Dipa dan beralasan sudah tua dan tak bisa lagi berlama-lama ikut acara kerajaan.

Demikian sekilas kondisi kerajaan Hulu Sungai saat ini…!

*****

Perjalanan Pendekar Pekok dan Dusman serta Nalini berjalan lancar, tak ada kendala berarti, selain cepat karena menggunakan kuda, mereka jarang beristirahat lama. Kadang kalau terang bulan, malam pun mereka tetap meneruskan perjalanan.

Setelah 10 harian, akhirnya mereka tiba di padepokan Ki Jarong yang terdapat di lereng bukit dan lumayan jauh dari perkampungan.

Terlihat puluhan murid-murid Ki Jarong sedang berlatih silat dan ada juga yang sibuk bekerja membelah kayu atau sibuk di kebun. Bahkan ada juga yang sedan bersemedhi sambil berjemur di sinar matahari, itu katanya berguna untuk melatih fisik agar semakin kuat, sekaligus menyedot hawa murni, agar tenaga dalam makin kuat.

Padepokan bertingkat dua itu lumayan luas, terutama halamannya, selain bangunan utama merangkap rumah pribadi Ki Jarong, juga terdapat beberapa bangunan dari kayu yang merupakan asrama bagi para murid-muridnya.

“Mari Bang, kita langsung saja ke ruang utama guru, beliau pasti di sana sedang bersemedhi,” kata Dusman setelah menaruh kuda dan mengikatnya di halaman dibantu 2 orang murid baru, ketiganya berjalan cepat menuju ruang utama.

Semua murid Ki Jarong mengangguk hormat saat melihat Dusman dan Nalini, karena dua murid ini termasuk murid utama dan memiliki ilmu kanuragan yang jauh di atas mereka, boleh dibilang keduanya merupakan murid senior dan paling di percaya Ki Jarong.

Mereka hanya memandang Pendekar Pekok, karena tak kenal dan segan untuk menegur, kecuali menunduk hormat. Apalagi pakaian yang Pendekar Pekok kenakan juga sangat perlente, mereka pikir sang pendekar ini pasti tamu agung mahaguru mereka dari kalangan bangsawan.

Setelah mengetuk pintu dan dibukakan seorang murid yang berjaga di ruangan itu, Dusman mempersilahkan Pendekar Pekok masuk.

“Terima kasih sudah mau datang Malaki!” Ki Jarong membuka mata sambil tersenyum dan menatap Pandekar Pekok. Pendekar Pekok memuji dalam hati kesaktian Ki Jarong, karena langsung kenal dengannya, padahal matanya tadi masih tertutup.

Pendekar Pekok menatap Ki Jarong yang bertahun-tahun tak pernah berjumpa, sepintas melihat dia sudah tahu kalau Ki Jarong keracunan, imbas dari pukulan musuhnya. Agaknya kalau tidak cepat dikeluarkan, racun itu akan merembet ke jantungnya dan tentu saja umur pendekar tua ini akan selesai.

Badan Ki Jarong terlihat kurus dan pucat, karena dia tak bisa makan secara maksimal selama beberapa bulan.

“Ki Jarong, kamu buka baju dan berbaliklah, aku akan mengeluarkan racun yang ada dalam tubuhmu, kita tidak bisa menunggu lama-lama, karena pengaruh racun itu sudah menyebar ke dada Ki Jarong!” Pendekar Pekok kemudian menunggu Ki Jarong melepas baju luarnya dan lapisan dalamnya, kini dia hanya mengenakan celana selutut.

“Saat tenaga dalamku masuk, jangan melawan…rasakan saja dan kalau ingin muntah, langsung muntahkan, jangan di tahan-tahan!” perintah Pendekar Pekok yang kini sudah duduk dibelakang Ki Jarong lalu menempelkan tangan kirinya di punggung Ki Jarong.

Pertama-tama Ki Jarong merasakan hawa hangat, lama-lama berubah panas dan terus panas sampai badan Ki Jarong mengeluarkan keringat dan ada asap berwarna abu-abu keluar dari ubun-ubunnya.

Sesuai perintah Pendekar Pekok, Ki Jarong mematikan indera kekuatannya dan dia pasrah saja, tak lama kemudian panas makin tak tertahankan dia rasakan. Tak lama kemudian dari perutnya mulai terasa bergejolak dan terasa ingin muntah.

“Huekkk…huekkk…huekkkkkk…!” tiga kali Ki Jarong muntahkan darah berwarna kehitaman dan anehnya tubuhnya yang tadi panas sekali, kini berubah jadi enak setelah ia muntahkan darah yang bercampur racun.

Tiba-tiba Pendekar Pekok merubah tenaganya, yang asalnya panas berubah jadi dingin, lama-lama tubuh Ki Jarong kembali menggigil. Sama seperti tadi, Pendekar Pekok minta agar Ki Jarong jangan melawan tenaga dingin yang masuk ini.

Lama-lama tubuh Ki Jarong kini tidak lagi dingin, malah berubah jadi sejuk, dadanya makin plong, bahkan tanpa bisa di tahan, Ki Jarong sampai sendawa yang sangat nyaring. Terlihat Pendekar Pekok menarik nafas lega dan menghentikan pengobatan.

Setelah itu Pendekar Pekok meminta Nalini agar mengambilkan air putih.

“Yang agak hangat, jangan dingin biar badan Ki Jarong kembali normal!” Nalini langsung mengangguk dan bergegas ke luar ruangan menuju dapur.

Dusman yang melihat gurunya mulai pulih, makin kagum pada kehebatan Pendekar Pekok ini, tanpa bertanya sudah tahu penyakit gurunya dan langsung mengobatinya. Yang hebatnya, begitu di obati Pendekar Pekok, kini kondisi Ki Jarong sudah lebih baik.

Setelah minum air putih hangat, wajah Ki Jarong yang tadi pucat pelan tapi pasti kembali normal. Wajah Ki Jarong pun kini bisa tersenyum lega, tidak seperti sebelumnya, setiap kali ingin bicara, ia merasakan dadanya sangat sesak, bak di tindih benda berat ber ton-ton.

Ki Jarong kemudian memerintahkan Nalini membuat kopi panas dengan gula aren, minuman yang sangat dia sukai dan dia juga tahu Pendekar Pekok sangat suka ngopi.

Semenjak ia sakit, terpaksa puasa minuman kesukaannya ini, kini dia sudah yakin kalau semua racun sudah bisa di keluarkan Pendekar Pekok melalui demonstarsi tenaga dalam tingkat tinggi yang hanya pendekar temannya ini miliki.

Muntahan Ki Jarong sudah dibersihkan Dusman bersama penjaga pintu yang juga murid Ki Jarong, sehingga ruangan ini kembali bersih. Dusman juga permisi ingin beristirahat ke belakang, karena baru datang menempuh perjalanan yang sangat jauh hingga bermingu-minggu.

Kini Ki Jarong dan Pendekar Pekok menikmati kopi panas yang di buat Nalini, Ki Jarong juga tanpa takut kini enak-enakan menikmati rokok tembakau dari cangklongnya.

Sementara Pendekar Pekok dari dulu memang tak suka merokok ia hanya melihat kelakuan Ki Jarong sambil tersenyum dan bilang kini tubuhnya sudah bebas dari racun, hanya saja tenaganya belum pulih 100%, perlu semedhi serta makan agar pulih lagi.

“Berbulan-bulan aku puasa rokok tembakau, gara-gara pukulan beracun itu, yang membuat aku harus menahan sakit setiap kali menarik nafas!” ungkap Ki Jarong, sambil menghembuskan asap tembakaunya ke udara, rasanya benar-benar lega bukan main.

*****

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status