Kimin dan Pano yang kini sudah sadar dari nanarnya, secara kilat langsung melakukan serangan cepat ke tubuh pendekar ini. Tapi kembali mereka kecele, Pendekar Pekok masih tetap duduk dan hanya mengerakan sedikit tubuhnya, serangan-serangan maut itu dengan mudah dihindari.
Merasa cukup main-main, Pendekar Pekok lalu berdiri dari kursinya dan dia menyemburkan arak yang tadi di minum ke wajah ketiga orang ini, ketiganya langsung berteriak kesakitan, karena mata mereka terasa sangat perih dan pandangan mereka tiba-tiba saja menjadi gelap.
Saat itulah, secepat kilat Pendekar Pekok menendang ketiganya hingga terlempar keluar dari warung ini, saking kerasnya tendangan tadi, ketiganya terlemparke jalanan tanpa ampun, dengan tubuh saling bertumbukan satu sama lainnya, tak lama kemudian terlempar tiga golok mereka yang sudah bengkok di dekat mereka.
Barulah kini ketiganya menyadari musuh yang dihadapi sangat sakti, sebab hanya segebrakan saja sudah membuat ketiganya lingkang pukang terjatuh, dengan cepat ketiganya bermaksud ingin pergi dari warung atau rumah makan tersebut dengan rasa malu yang luar biasa. Karena hari ini mereka mendapatkan kekalahan telak dari seorang pemuda tak di kenal, runtuhlah dalam sekejab kesombongan mereka.
Namun anehnya, kaki mereka seakan lumpuh tak mampu digerakan, Pendekar Pekok berjalan perlahan mendekati mereka dan menatap ketiganya dengan tajam. Paro yang kini sadar langsung bangkit ketakutan.
“Ampunnnn tuannn…kami kapokkkk…kami akan pergi dari sini!” Paro langsung bersimpuh diikuti Kimin dan Pano, dia tak perdulikan cibiran sinis dari puluhan orang yang melihat kekalahan telak mereka itu.
Bagi tiga orang yang aslinya pengecut ini kegagahan mereka hari ini bak membentur tembok karang, apalagi saat melihat tiga golok mereka bengkok dan mereka tak sempat melihat bagaimana lihai dan cepatnya Pendekar Pekok melakukan demontrasi itu.
“Hmmm…untung hari ini pikiranku lagi tak ingin membunuh orang…nyawa busuk kalian ku ampuni, tapi sekali lagi bertemu aku dan masih bergaya tengek, golok kalian yang bengkok itu akan mampir ke leher kalian dan selesailah karir kalian sebagai Tiga Pendekar Dongok!” dengus Pendekar Pekok mengolok dengan kesal, lalu Ia berpaling cepat hingga jubahnya berkibar dan tanpa di duga, kembali tubuh tiga orang ini terlempar secara keras kebelakang dan sempat membentur kereta kuda yang lewat di jalan, tanpa banyak cakap ketiganya pun pergi setengah berlari dari sana saking takut dan malunya.
Pendekar Pekok memang sengaja mendemontrasikan kekuatan tenaga dalamnya, sehingga semua orang kini melongo melihat kehebatan ilmunya ini.
Setelah duduk kembali dengan santai, Pendekar Pekok lalu menoleh ke sepasang muda-mudi tadi dan menggapai tangannya meminta keduanya duduk dekat dia. Keduanya tanpa banyak cincong langsung berdiri dan membawa minumannya, lalu memanggil pelayan agar menambah makanan untuk di antar ke meja di mana sang pendekar ini duduk.
Pendekar Pekok menatap bergantian dua orang yang kini sudah duduk berhadapan dengannya, yang pemuda berpakaian ringkas dan ada golok pendek yang dia taruh di pinggangnya, nampak sekali kalau pemuda ini seorang ahli silat. Wajahnya cukup tampan, tapi terlihat sederhana, rambutnya hanya di ikat kain warna coklat.
Kebalikannya dengan pemuda tadi, gadis cantik di sebelahnya berwajah ceria dengan mata bulat dan hidung kecil mancung, kulitnya putih bersih, pakaiannya semacam jubah ringkas berwarna biru cerah, dengan golok yang juga terselip di pinggang.
Kedua orang ini juga menatap dengan kagum wajah Pendekar Pekok yang tampan berwibawa dengan wajah yang selalu tersenyum.
“Kalian dari tadi kulihat selalu memperhatikanku…siapa kalian dan darimana, agaknya kalian berdua bukan orang sini!” tanya Pendekar Pekok sambil menegak araknya perlahan.
“Abang Malaki si Pendekar Pekok kan…kenalkan saya Dusman dan ini adik seperguruan saya, namanya Nalini, kami berdua murid Ki Jarong, yang juga kakak seperguruan dari Abang!” kata pemuda ini, sambil menatap wajah Pendekar Pekok yang diam-diam sangat dia kagumi.
“Hmmm…Ki Jarong…kenapa kalian berdua bisa menebak kalau aku Malaki?”
“Ciri-ciri Abang sudah kami ketahui, kami sudah hampir 3 bulan mencari-cari Abang, atas perintah guru kami!” kali ini Nalini yang menyahut sambil menatap wajah pendekar tampan ini.
Pendekar Pekok menatap tajam Nalini, gadis cantik ini langsung tersipu malu dengan wajah memerah melihat tatapan tajam ini, Dusman yang melihat Nalini tersipu sudah menyadari, kalau adik seperguruannya ini sangat mengagumi pendekar ini, namun dia hanya diam, karena Nalini sudah dianggapnya bak adik sendiri.
“Ada apa Ki Jarong mencariku…!” jawaban ini sekaligus melegakan Dusman dan Nalini, karena jawaban itu menandakan yang bersangkutan memang Malaki adanya dan mereka akhirnya bisa bertemu orang yang sudah lama di cari-cari.
“Guru kami berpesan, agar Abang sudi datang ke padepokan kami…soalnya kondisi beliau sedang sakit parah, setelah bertarung dengan musuh besarnya!” Pendekar Pekok langsung kaget, dia menatap kedua orang ini bergantian.
Dia ingat Ki Jarong dan dia dulu pernah berguru pada seorang pendekar tua yang kini sudah meninggal.
Sebenarnya bukan seperguruan dalam artian pernah sama-sama belajar, tapi lebih pada Ki Jarong pernah mendapatkan ilmu dari pendekar yang sama, sehingga dia menganggap Pendekar Pekok adik seperguruannya.
Malaki sendiri sejak muda memiliki tiga guru, yang pertama adalah Ki Sunu atau Pendekar Jubah Tengkorak, yang kedua Pendekar Sapu Jagat atau Ki Sapu Jagat dan yang ketiga seorang yang di sebut bak Dewa Persilatan, karena ilmunya sukar di ukur saking tingginya, uniknya kakek misterius ini suka membagi-bagi ilmu pada siapa saja yang ditemuinya, sehingga dapat julukan yang sangat terkenal, yakni Kakek Berhati Emas.
“Kenapa Ki Jarong sampai kalah…siapa musuhnya…setahuku Ki Jarong juga sakti!” tanya Pendekar Pekok keheranan sendiri.
Dusman lalu bercerita…..5 bulan yang lalu Ki Jarong gurunya itu kedatangan seorang pendekar misterius di pedepokan mereka.
“Pendekar itu sangat sakti, dia mampu mengalahkan guru kami, saat kami ingin membantu, guru menolak dan bilang kesaktian orang itu sangat hebat dan kami semua membuang nyawa sia-sia kalau berhadapan dengan orang itu!” kata Dusman.
Sebagai murid yang paling diandalkan, Dusman malah dapat perintah dari Ki Jarong agar mencari Pendekar Pekok.
“Hanya saudara seperguruanku itu yang mampu menghadapi orang yang telah mengalahkan dan membuat aku cedera parah. Kamu carilah dia…agak sulit memang, karena dia tak punya tempat tinggal tetap dan suka berpetualang, namun ku dengar terakhir dia ada di wilayah kaki Pegunungan Meratus, carilah di daerah sana!” lalu Ki Jarong menjelaskan ciri-ciri Pendekar Pekok pada Dusman.
Saat Dusman bersiap berangkat, dia kaget ketika Nalini yang juga adik seperguruannya ini ingin ikut membantu.
Dusman bingung dan dia lalu minta pendapat gurunya, Ki Jarong awalnya juga keberatan karena Nalini sudah dianggap anak kandungnya. Tapi Ki Jarong juga menyadari, Nalini merupakan seorang murid terpandai kedua setelah Dusman. Walaupun masih 17 tahun, tapi Nalini benar-benar murid berbakat dan ilmu silatnya hanya selisih sedikit dibawah Dusman.
Nalini juga terus membujuk gurunya yang sudah dia anggap orang tuanya sendiri ini, akhirnya Ki Jarong mengijinkan dengan pesan-pesan khusus tentunya.
Dusman yang kini berusia 20 tahun diam-diam memang ada hati dengan Nalini, tapi dia menyadari wajahnya biasa-biasa saja, terlebih dia juga berasal dari keluarga miskin yang sejak kecil ikut gurunya.
Sedangkan Nalini yang dia dengar dari gurunya, kabarnya merupakan anak seorang Panglima yang tewas saat perang bersama istrinya, lalu anak kecil itu di selamatkan Ki Jarong dan sejak saat itu dianggap anak sendiri oleh Ki Jarong dan istrinya, yang tidak mempunyai keturunan. Ki Jarong juga melatih ilmu-ilmu silat tinggi pada Nalini yang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata muridnya yang lain.
*****
BERSAMBUNG
“Siapa sebetulnya musuh guru kalian…masa kalian tak tahu?” Pendekar Pekok menatap Dusman, dengan wajah keheranan. “Guru hanya berpesan, kalau Abang sudah sampai di padepokan kami, guru sendiri yang akan bercerita!” jawab Dusman cepat. “Hmmm...Ki Jarong…ada rahasia apa sih berteka teki begitu!” Pendekar Pekok lalu terdiam dan termenung, di tatapnya keduanya orang muda ini bergantian. “Sebaiknya kita segera saja ke padepokan kalian, aku khawatir nyawa Ki Jarong dalam bahaya kalau sampai musuhnya itu datang lagi!” Pendekar Pekok lalu berdiri dan dia memanggil Tokek dan membayar semua minuman dan makanan. Awalnya Tokek menolak karena sangat kagum dan berterima kasih atas hajaran yang diberikan pada tiga begundal tadi. Tapi Pendekar ini tetap menyodorkan sepuluh keping uang perak dan berlalu diikuti Dusman dan Nalini. “Anggap uang ini pengganti tiga orang yang suka minum gratis di warung kamu!” “Makasih tuan pendekar…jangan sungkan-sungkan
Prabu Kerta yang lama mendambakan putra dan kini memiliki 2 pangeran sekaligus tentu saja tahu, ada persaingan panas antara sang permaisuri dengan selirnya. Itulah kenapa diam-diam sejak kecil Pangeran Dipa dia latih dengan cara mendatangkan ahli-ahli kanuragan hebat ke Istana, agar Pangeran Dipa kelak menjadi seorang yang kuat dan tangguh.Selir Selasih yang mengetahui ini tentu saja marah dalam hati, tapi dia tak berani terang-terangan menunjukan kemarahannya di depan suaminya yang juga Raja Hilir Sungai ini.Diam-diam dia juga mendatangkan pelatih kanuragan untuk Pangeran Kurna. Namun, Pangeran Kurna tak begitu berbakat dan sehebat Pangeran Dipa. Dia sangat lambat mengalami kemajuan dalam hal ilmu kanuragan.Putri Selasih bahkan sampai marah-marah mengetahui betapa tak berbakatnya putranya ini berlatih ilmu kanuragan. Namun dia akhirnya bisa tersenyum, Pangeran Kurna ternyata mempunyai bakat lain yang tak kalah mengagumkan. Pangeran Kurna punya
Raja Kerta sendiri yang mendengar hal ini tidak mempersoalkan, baginya itu lebih baik, daripada nanti dua anak kembarnya sama-sama dewasa dan berakibat fatal bagi kerajaaanya kelak.Sejak saat itu, hilanglah kisah soal Bik Selai dan bayi yang hilang misterius, tapi bagi Permaisuri Kirna, sampai detik ini dia tetap beranggapan salah satu bayi kembarnya itu masih hidup.Diam-diam dia menemui Panglima Perang Ki Parong yang merupakan kerabat dekat sekaligus orang yang sangat di percayanya, dia minta sang panglima menyelidiki kemana lenyapnya salah satu bayi kembarnya itu.Panglima pun bergerak dengan mengutus dua pengawalnya yang sangat dia percayai, yakni Ki Surai dan Ki Bidu. Tapi bertahun-tahun mencari, bayi itu tetap tak diketahui di mana berada alias hilang misterius.Ki Surai dan Ki Bidu sampai harus berkelana ke kerajaan tetangga, saking penasarannya kenapa satu bayi itu bisa lenyap begitu saja.Namun usaha itu tetap sia-sia, Panglima Ki P
“Terima kasih Malaki, andai kamu terlambat datang, mungkin umurku tak lebih dari 2 minggu lagi!” Ki Jarong menatap wajah Pendekar Pekok sambil menghirup kopi panas, yang juga otomatis menggugah selera makannya yang selama 2 bulanan terganggu.“Ki Jarong siapa musuh kamu itu?” tanya Pendekar Pekok, sambil memakan ubi yang di rebus dan baru saja di hidangkan Nalini, baunya tak kalah harumnya dari kopi tadi.“Namanya Ki Samut, dia merupakan musuh sejak kami sama-sama muda, dia marah karena dulu kalah bersaing denganku merebut seorang hati seorang wanita!” Ki Jarong menghela nafas.Ki Jarong menambahkan, kemarahan Samut saat muda karena dulu kalah di ajang perlombaan jodoh di sebuah kampung.“Saat itu kepala kampung yang sangat terkenal mengadakan lomba mencari jodoh bagi putrinya, aku yang masih muda tentu saja tertarik. Setelah melalui berbagai pertarungan yang semuanya ku menangkan, sampailah aku di pertandingan pu
Samut yang kini tinggal sendirian tak punya kesempatan melarikan diri, dia pun melakukan perlawanan sebisanya. Di saat kritis dan tinggal selangkah lagi nyawa Samut akan melayang, Jarong tiba-tiba terjengkang ke belakang, sebuah pukulan jarak jauh membuat dia tak mampu bertahan.Jarong pun ber salto menghindari serangans susulan, ia tak mau kalah, Jarong membalas serangan yang datang tiba-tiba ini, ia mengerahkan seluruh tenaga dalamnya menyerang orang yang baru datang itu.Tapi kembali serangannya bak membentur tembok keras, sampai-sampai tubuh Jarong terlempar hingga terguling-guling ke tanah, tapi Jarong yang sudah sangat marah kembali bangkit dan bersiap melancarkan serangan susulan kembali.Saat berbalik dan kembali berdiri, Jarong kaget karena tubuh Samut sudah lenyap dan dari kejauhan dia melihat musuh besarnya ini di gendong seseorang yang tak di kenalnya lalu menghilang cepat dalam hutan.Jarong menahan diri untuk mengejarnya, dia sadar orang yan
Dusman yang menyambut serangan Pendekar Pekok dari atas langsung terguling, dia seakan menerima ribuan pukulan yang susul menyusul menerpa wajah dan tubuhnya. Untungnya Pendekar Pekok membatasi tenaganya, sehingga Dusman tak cedera parah, hanya terkaget-kaget saja, tapi itu saja sudah membuktikan bagaimana hebatnya pendekar muda ini. “Kamu lebih fokus lagi Dusman, jangan sungkan, gunakan tendangan!” kata Pendekar Pekok memberi petunjuk. Dusman yang mulai ngos-ngosan mengikuti saran ini, dia pun fokus pada serangan, kali ini Pendekar Pekok kembali mulai membalas. Begitu Dusman melompat dan menendang dengan gaya memutar, kakinya langsung kena tendang secara kilat oleh Pendekar Pekok, Dusman yang baru mengangkat kaki langsung terjatuh ke tanah. Semua murid yang menyaksikan ini kaget bukan main, sebab jatuhnya Dusman tak terlihat di tendang oleh pendekar sakti ini. “Udah cukup Dusman, kamu segera berdiri!” Dusman langsung bangkit dan menunduk horm
Sambil melayang di udara, pendekar ini langsung mendorong dan dengan kecepatan yang sulit diikuti mata dia menuju ke guru Ki Samut, Ki Samut sendiri sudah menjauh menyelamatkan diri, dia baru sadar musuhnya yang terlihat bak seorang bangsawan terpelajar ini sangat sakti, sekaligus kejam karena langsung membalas dan menyerang dengan pukulan maut. Guru Ki Samut terdorong ke belakang, kakinya mencetak garis di tanah, saking kerasnya dorongan pukulan sambil melayang di udara yang dilancarkan Pendekar Pekok. Padahal pukulan menari di atas awan baru 30% dikeluarkan pendekar ini, belum ia keluarkan hingga 100%. Pendekar Pekok cukup cerdik, ia ingin mengukur dulu sampai di mana kekuatan guru Ki Samut yang tak banyak bicara ini. Kini satu tangan Pendekar Pekok dan guru Ki Samut bertemu, atraksi tenaga dalam pun tersaji, tak cukup hanya satu tangan, guru Ki Samut menambah dua tangan, sedangkan Pendekar Pekok hanya menggunakan tangan kirinya. Dia juga terlihat santai-sa
Setelah mendapat petunjuk ini dan itu dari Ki Jarong, hari itu juga Pendekar Pekok pamit dan bermaksud akan menuju ke kaki pegunungan meratus bagian barat, yang jaraknya lebih satu bulan perjalanan. “Semoga kita bertemu di sana Malaki, selamat jalan dan terima kasih atas bantuan kamu menumpas musuh besarku. Aku puas, semoga kini arwah istriku dan mertuaku berikut anak buahnya tenang di alam sana, dendam mereka sudah kutuntaskan melalui kamu!” Ki Jarong dan Pendekar Pekok berpelukan, pendekar ini juga bersalaman dengan seluruh murid Ki Jarong, termasuk Dusman dan Nalini. Setelah bersalaman, pendekar ini sekali lagi menoleh dan melambaikan tangan, lalu diapun naik kuda dan menghela kudanya ini, dan kuda hitam ini seakan terbang saking cepatnya meninggalkan padepokan itu. Nalini yang diam-diam jatuh cinta dengan pendekar sakti ini, tiga hari kemudian minta izin untuk ke kaki pegunungan meratus. Tentu saja keinginan Nalini di tentang keras Ki Jarong. “Nal